8. itu adalah aku

13 0 0
                                    

Haikal melamun diatas ranjang empuknya. Masih memikirkan arti senja yang ada di secarik kertas milik Wulan. Kalo dia percaya diri, pasti hatinya sudah berargumen 'itu pasti buat gua'.

Ah....!!

Haikal mengambil hand phone di atas meja. Ada 2 pesan.masuk dari Wulan.

Haikal....

Dia buka yang stunya lag.

Haikal.... udah tidur?

Haikal.bingung. apakah ia harus menjawabnya atau dibaikan.

Akhirnya Haikal tertidur diatas tugas yang masih kosong isinya.

***

Kriing!!!!!

Alarm di ponsel sudah berbunyi, mengalahkan kokok ayam pada pagi hari. Tahrim dari berbagai mesjid telah berkumandang. Tak luput dari kantuk, Haikal menyerah. Mengikhlaskan tubuhnya di renggut oleh waktu sekedar ingin beribadah, melaksanakan kewajiban.

Di ambil handphone dari samping bantalnya. Ada 5 chat dari Wulan.

Haikal...

Haikal, balesdong!

Haikal... gue lagi butuh lo!

Lo udah tidur?

Yaudah, nanti siang lo kerumah sakit Sentosa, pulang sekolah !!!

"Ada apa sama Wulan. Chatnya baru sampe tadi jam 02:46. Pasti ada uang ga beres"

Haikal bergumam di teras depan rumahnya. Sedang menikmati indahnya pagi bersama secangkir kopi. Tak habis fikir, dia gelisah soal keadaan Wulan. Kenapa sebegitu butuhnya dia di waktu malam, dimana semua orang sedang berada di alam syurga. Syurga bagi para pemimpi.

***

Hari kamis di sekolah, jam pertama di isi pelajaran olah raga pak Rafi. Tapi tak ada Haikal di absen pelajaran pertama. Haikal selalu madol disaat pelajaran olah raga. Menurutnya, olah raga hanya sebagian waktu untuk menetralisir tubuh.

Perpustakaan. Tempat Haikal bersemedi jika saat pelajaran olah raga. Mencari dunia baru untuk hidupnya. Karna dari setiap halaman buku yang ia baca, ia juga mendapatkan hal baru untuk di cermati.

Handphone nya bergetar ketika ia sedang asik dengan buku. Pesan dari Wulan.

Haikal, cepet kesini...

Lelaki itu ingat bahwa dia sudah ada janji dengan Wulan. Dia bergegas melewati depan halaman lapangan dengan mengendap-endap agar pak Rafi tidak mengetahui. Dia juga keluar sekolah lewat jalan tikus yang biasanya di pakai membolos oleh anak anak yang tak berniat sekolah. Benar saja, disana terdapat dua orang siswa yang sudah setengah melakukan aksinya. Manjat. Ketika mereka mengetahui keberadaan Haikal di sana, salah seorang tadi menghampiri dan menggenggam kerah Haikal. Dia mengancam jika Haikal berani mengadukan ini pada pak Jidan. Tapi Haikal segera menjelaskan jika dirinya pun mau melakukan hal yang serupa. Manjat, membolos. Lelaki dua orang tadi lantas melepaskan genggamannya dari kerah Haikal. Lalu saling memberi kode dan melancarkan aksinya dengan lancar.

***

Aroma obat obatan, ruangan steril, sudah tercium sejak Haikal memasuki pintu otomatis di depan. Di atas pintu itu bertuliskan 'SELAMAT DATANG DI RS ADINDA'. Ya, kali ini Haikal berada di rumah sakit tempat Wulan di rawat.
Lelaki itu mendatangi penjaga menanyakan dimana ruangan tempat Wulan dirawat. Cukup lama mencari nama Wulandari yang dicari Haikal karna ada lebih dari tiga nama yang serupa. Setelah memberitahu kapan pertama kali Wulan yang dia maksud dirawat, barulah penjaga itu memberi lokasi ruangan tempat Wulan dirawat. Lantai tiga di kamar mawar. Lelaki itu bergegas pergi sambil mengingat kalimat yang barusan di ucapkan oleh penjaga. Lantai tiga kamar mawar. Dia melalui jalur alternatif. Tangga. Setelah sebelumnya dia menunggu di antrean lif. Cukup lama dia menunggu, tak kunjung terbuka juga pintu lif. Ditambah penuhnya antrean yang tak memungkinkan muat di dalam lif mengingat volume yang tidak terlalu besar.

Tibanya di depan kamar, ia merapihkan dahulu pakaian yang sudah tercampur dengan keringat. Dibukanya pintu pelan pelan, lalu berjalan masuk sambil menjinjit kaki. Kiri kanan dilihatnya, tak juga di jumpai sosok Wulan.

"Haikal...." ucap seorang memanggil namanya "... gue disini" lanjutnya ucapannya begitu lirih.

Lelaki ideal itu menoleh pada sumber suara. Disana sudah ada dua orang paruh baya dan seorang terbaring lesu.... Wulan. Orang itu Wulan.

Di tatapnya wajah pucat, ada bayangan ceria ketika di hari kemarin.

Kemarin kau seperti tebing, tinggi-menjulang. Melampaui angin, diatas awan. Kokoh, meski dibawah ku pahat secuil darimu. Dan kini, wajahmu pucat putih. Kalimat yang kau ucap begitu lirih. Dihadapan mu aku menatap sedih. Tak percaya kau seruntuh ini.

Dengan sedikit tak percaya, lelaki bernama Haikal itu terlihat sangat mengkhawatikan Wulan. Beberapa kali ia menanyakan keadaanya. Mendingan kah atau bertambah buruk. Sambil menggenggam tangan Wulan, lelaki yang kini terlihat murung itu terus menyemangati, membuat Wulan agar percaya bahwa semua ujian ini bisa dilewati dengan yakin.

Wulan tak merespons, dia tetap diam lesu diatas kasur berselimut putih. Dua orang paruh baya tadi yang ternyata tante Ratna dan ayah Wulan mengajak Haikal ke kursi yang ada di ruangan itu. Dia menjelaskan awal mula Wulan jatuh sakit. Ketika itu, hari sudah malam. Wulan mengeluh jika kepalanya terasa sakit. Kedua orang tua itu sudah memberi obat sementara, dan menunggu Wulan sampai tertidur dikamarnya. Saat pagi buta, orang tua itu bangun dan memeriksa keadaan Wulan. Kali ini suhu tubuh Wulan sangat tinggi. Hingga akhirnya ayahnya memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Dan saat itu, Wulan meminta untuk di ambilkan handphone nya. Dia ingin mengabarkar keadaannya pada seseorang.

Haikal tertunduk lesu, dia merasa orang yang hadir dalam sebagian hidupnya tak ada. Meski dia sadar, kalo Wulan bukan siapa siapa nya. Tapi, setidaknya Wulan yang bisa menemaninya beberapa bulan terakhir.

"Haikal....

Suara lirih itu berbunyi kembali. Haikal menghampirinya. Dan menggenggam tangannya. Menyalurkan sedikit energinya pada Wulan. Kini Wulan baru bisa membuka mulutnya. Dan berucap sedikit panjang.
"Gua yakin, lu baca puisi gua di atas meja kemarin kan.. " Haikal hanya mengangguk kecil "gua yakin lu tau maksudnya..."lanjutnya. Haikal masih tak mengerti apa yg Wulan maksud. "Lu Senja gue... lu yang ada di dalem kertas putih itu".

Haikal terperangah, apa maksudnya Wulan menuliskan puisi senja untuknya. Padahal dia belum datang padanya dan belum juga pergi meninggalkannya.

Setelah itu, Wulan tak bercakap apa apa lagi. Haikal sejenak duduk di samping Wulan, memastikan jika Wulan benar benar tertidur.

Waktu menunjukan pukul 17:36, Haikal berpamitan kepada tante Ratna. Karena tak enak jika pulang larut malam. Bisa bisa ibunya habis memarahinya. 

tentang cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang