Rumah di pagi hari adalah ladang tempat kita menuai. Wulan turun dari tangganya menggunakan seragam putih abu dengan tas yang mengait di tubuhnya secara menyamping.
Poninya terurai rapi, hitam pekat. Sehingga jika dekat dengan cahaya, maka akan ada pantulan dari setiap helainya.
Wulan biasa mengendarai mobil sendiri ke sekolah. Setelah ia pamit dan mencium tangan ibunya, ia tancap gas menuju sekolah sebelum macet menyeruak di jalanan.
Di putarnya radio dengan frekuensi saluran di 96.7. Terdengar lagu-lagu hits yang sedang naik di tangga lagu kancah musik internasional.
Saat melewati halte Kembang Buaya, dilihatnya Haikal sedang duduk di kursi tunggu. Sepertinya, dia sedang gelisah karna bis yang ia tunggu tak jua tiba. Terlihat ketika ia melihat jam di tangannya, kakinya yang diayun-menghentak, tatapannya yang tak pasti-kadang ke kanan kadang ke kiri.
Wulan berinisiatif mengetepikan mobilnya tepat di hadapan halte itu. Dibukanya kaca jendela, lalu dipanggillah Haikal. Awalnya haikal berpura-pura tidak mendengarnya. Barulah ketika Wulan memencet klakson mobilnya beberapa kali sehingga menjadi pusat perhatian orang di sekitarnya.
Karna merasa jengkel, Haikal menghampirinya. Tak enak dengan ulah cewe manja ini, sekaligus malu.
"Ada apa,sih? Malu noh, diliat orang-orang?"
"Yeh.. lagian dipanggil ga nyaut"
Haikal melihat halaman sekitarnya, melihat apakah mereka masih melihat kearah mobil ini, atau sudah memalingkan pandangannya kearah kanan dan kiri.
"Mobilnya belum dateng yah? Bareng gua yu!"
"Bareng elu?" Wulan mengangguk.
"Kesekolah?" Menganggu lagi.
"Pake mobil ini?"
Wulan merasa jengkel atas pertanyaan dari Haikal. Ia lempar Haikal yang mejeng di jendela dengan kertas.
"Gausah lebay, ayo naik"
"Ngga.... gua ga bakal naik mobil bareng sama lu"
"Yaudah....
Wulan menginjak persnelling mobil dan memasukkan gigi mobil.
Haikal terlihat kehabisan cara. Ia memilih untuk menunggu bis, dan terlambat. Atau ikut dengan Wulan, dan selamat.
Ah, persetan. "Yaudah, gua ikut. Tapi buat sekarang aja. Besok-besok ngga..."
Wulan tersenyum puas, merasa dirinya menang kali ini dari Haikal.
Setelah masuk dan menutup pintu, Wulan menggodanya dengan sedikit sentilan.
"Mau kemana, pak?"
Haikal hanya cemberut, sedang Wulang tertawa geli.
Di perjalanan begitu garing. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Haikal maupun dari mulut Wulan.
Wulan memperhatikan kelakuan Haikal dari kemarin hingga detik ini. Ia merasa jika Haikal adalah lelaki yang sangat dingin, pendiam, juga usil. Tapi dia tak pernah melihat Haikal berjalan bersama dengan temannya. Ia curiga jika Haikal terkena gangguan yang membuatnya tidak punya teman. Atau ada masalah abadi yang membuatnya terpisah jauh dengan temannya.
Ketika mereka melewti gerbang, terlihat ada Anggi teman sekelas Haikal. Wulan menawarkan Haikal untuk turun dan masuk kelas bareng dengannya. Namun Haikal menolak, ia meminta untuk di turunkan di parkiran saja.
"Makasih ...."
Haikal lantas menyelonong menuju kelasnya. Wulan bergumam "songong amat tu anak".
