"...KYAAAAAAAAA..."
Jeritan keenam anak itu--terlebih Leona, Amanda, dan Vinnie--menggema di sebuah dunia hitam tanpa tanah. Mereka seakan-akan terjatuh dari langit yang tingginya mungkin seperti di luar angkasa. Tanpa peringatan, mereka mendarat di sebuah tanah kasar.
"Argh, apa ini?! Setidaknya, berikan bantalan untuk mendarat yang lebih baik!" keluh Arie yang mengerang.
Leona mencoba duduk. Ia menatap tanah di bawahnya yang ternyata batu yang dipoles dan disusun seperti jalan. Batu itu menggores pipi dan bibirnya sehingga berdarah.
"Sial! Tempat apa ini pula?!" tanya Amanda bingung.
Mereka di sebuah tempat yang hanya ada tanah kasar itu dan cahaya yang terbatas. Cahaya itu hanya menerangi mereka selebihnya tidak. Mungkin mereka seakan-akan berada dalam ruangan yang luas.
"Apa ini..." Ucapan Leona terdiam dan sorot matanya menyorotkan kepanikan. "Dunia lain?"
"Hah?!" Kelima temannya mengangkat alis bingung. "Masa?!" tanya Tony tidak percaya.
Leona mencoba berdiri dan memegangi lututnya yang agak perih. "Mana aku tahu! Aku hanya menebak saja. Argh!"
"Kau baik-baik saja?" tanya Arie.
Leona yang kembali terduduk mengangguk. "Yeah!"
Tapi tidak menurut Kai. Ia berlutut dan menggulung celana Leona hingga lutut. Tentu Leona langsung memprotesnya.
"Hei, apa yang kau lakukan?! Dasar mesum!" seru Leona. Ia melayangkan pukulannya tetapi Kai dengan tenang menepisnya.
"Dengarkan dulu!" kata Kai.
"Bagaimana aku bisa mendengarkan orang yang mau berbuat mesu--"
"Lututmu itu..." Kai menunjuk lutut Leona.
Leona terdiam dan memandang lututnya yang terluka. Darah mengalir cukup deras. Pantas lututnya perih.
"A-aku tak sadar," gumam Leona.
Kai mendengus. Ia melepas syalnya dan mengikatnya pada lutut Leona.
"Tunggu, apa yang kau--"
"Ini supaya menghentikan pendarahannya, paham?" sela Kai. Ia kembali membetulkan celana Leona dan berdiri. "Ayo!"
Leona mengangguk pelan. Lututnya sudah lebih baik walau masih agak perih. Saat berdiri, ia sadar Amanda dan Vinnie tersenyum usil.
"Apa?" tanya Leona.
Keduanya menggeleng. Saat Leona baru saja akan melemparkan tatapan tajam membunuhnya pada mereka, terdengar suara berat seorang pria--entah dari mana.
"Salam!"
Suara itu membuat mereka terkejut. Leona melemparkan pandangannya ke atas untuk mencarinya.
"Apa ini?" gumam Leona.
"Tunggu sebentar! Suara ini, 'kan..." Amanda terdiam saat mengingat siapa pemilik suara ini. "Mr. Hamler, 'kan?!"
"Hah?! Suara Mr. Hamler seberat ini?!" tanya Arie tidak percaya.
Amanda mengangguk. "Aku pernah mendengar suaranya lewat semacam pengeras suara. Suaranya agak berbeda dari biasanya dan terkesan lebih berat."
"Aku ucapkan selamat pada kalian. Aku terkesan bagaimana kalian bisa melewati ujian pertama. Mendarat dari ketinggian itu di atas daratan yang kasar dengan selamat merupakan suatu keajaiban."
"Hah?!" Vinnie mengerutkan keningnya bingung. "Dia ini mengejek kita, ya?"
"Tapi memang kenyataan manusia tidak selamat jatuh dari ketinggian segitu," ujar Tony.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 - Loctus : The Game Of Portal [END-PO]
Fantasi#Book 1 of Loctus History. [SUDAH TERBIT] Hanya karena ketidaksengajaan seorang wanita mengucapkan sumpahnya, ia membuat enam orang yang tampaknya biasa menjadi orang-orang istimewa yang mampu mengalahkan seluruh kegelapan di Loctus sebelum kegelapa...