Dara menutup buku yang tengah dibacanya dengan kencang. Beberapa orang menatapnya tak suka karena dianggap sangat mengganggu. Tetapi Dara tidak peduli.
Tangannya terangkat untuk kemudian mengacak - acak rambutnya dengan frustasi. Ia menggeram, kemudian menundukkan wajahnya hingga dahinya menyentuh meja perpustakaan yang dingin.
Ya, di sanalah Dara berada. Tempat sepi yang jarang dikunjungi para murid. Tujuannya tak lain adalah untuk menghindari Dilan, tetapi rasanya sia - sia saja. Karena kini, tepat di sebelahnya, Dilan menatap Dara yang hanya diam karena tak menyadari keberadaannya.
"Andara . . ."
Dibawah sana, mata Dara membulat. Darimana Dilan mengetahui keberadaannya? Padahal Dara sudah memikirkan dengan matang jika Dilan mungkin saja tidak akan bisa menemukannya disini.
Dara mendongak dan menatap Dilan dengan bibir bawah bergetar menahan takut, "Dilan . . ." cicitnya.
"Kenapa harus bersembunyi dariku? Apa aku membuatmu takut?" nada yang terdengar dingin itu sukses membuat bulu kuduk Dara merinding.
Ya! 'pekik Dara dalam hati.
Tetapi tindakan tak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Dara memilih menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Lantas, mengapa sampai harus pergi ketika melihatku?" tanya Dilan lagi.
Dara memusatkan pemikirannya, menimbang kira - kira apa yang harus diucapkannya supaya tidak kembali membuat Dilan murka.
"Hanya ingin mencari buku bacaan untuk referensi tugas individu." jawab Dara pada akhirnya.
Dilan mengerutkan dahinya, merasa bahwa jawaban Dara mungkin tak dapat di terima oleh akalnya, "Benar begitu?"
Dara mengangguk, "Ya!"
"Baiklah. Aku percaya padamu."
Diam - diam Dara menghembuskan nafasnya dengan lega. Tetapi kemudian ia sadar, selama Dilan masih berada dekat dengannya, hidupnya tidak akan bisa setenang dulu, jauh sebelum Dara mengenal Dilan yang baginya tampak . . . gila dan posesif.
***
"Apa wajar jika seorang kekasih bukannya membahagiakan pasangannya, justru malah membuat pasangannya ketakutan setengah mati karena kelakuannya?"
Sepanjang perjalanan pulang, Dara selalu menggumamkan kalimat yang sama. Tangannya terayun berirama dengan kakinya melangkah. Tingkahnya persis seperti anak kecil.
Pilihan Dara hari ini adalah berjalan kaki. Bukan untuk menghemat ongkos naik bus umum, tetapi karena ia akan mampir sebentar ke kedai kopi yang biasa di datanginya jika perasaannya tengah dilanda kekesalan yang amat besar.
TRING!
Lonceng kecil yang menggantung di depan pintu kaca di depan toko memang selalu berdenting jika pintu dibuka. Semerbak berbagai aroma kopi yang menenangkan memasuki indra penciuman Dara saat kakinya melangkah masuk lebih dalam.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Dara mengangguk sopan, lalu menyebutkan pesanan andalannya, "Satu ekspreso, tolong."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend
Jugendliteratur• Sudah di revisi • • • • Orang bilang, sikap seseorang dapat ditebak pada saat pertemuan pertama. Tetapi, jika pandangan pertama saja sudah buruk, apakah kesana nya juga akan tetap buruk? Dilan itu egois, dan Dara itu keras kepala. Dilan gak mau k...