C H - 1 3

10.4K 729 10
                                    

Perjalanan menuju rumah Dara terasa begitu panjang. Perempuan itu, yang ternyata bernama Sharon, sudah tiba dirumahnya. Entah ini hanya perasaannya saja, Dara berpikir bahwa Dilan sengaja memperlambat laju mobil.

"Ehm.. Berhenti disitu saja." Dara menunjuk gapura komplek tempat tinggalnya, tetapi Dilan seakan menulikan pendengarannya, mobil masih melaju. Akhirnya Dara diam.

Pagar hitam itu mulai terlihat, dan Dilan mulai menurunkan laju mobilnya hingga tepat berhenti di depan rumah Dara. Dara membuka sealtbet, "Makasih udah mau nganterin pulang."

Dilan diam.

Pintu mobil dibuka, Dara menengok sekali lagi, "Sekali lagi makasih, ya."

"Andara.."

Suara itu menahannya. Dara berdehem, kemudian menoleh, "Kenapa?"

Dilan menatap Dara dengan intens, Dan Dara mulai tidak nyaman dengan tatapan yang seakan mengintimidasinya itu.

"Ada apa, ya?"

Dilan berkedip sekali, kemudian berkata, "Nanti malam ada acara?"

Dara diam sejenak, "Sepertinya nggak. Memangnya kenapa?"

Dilan menggeleng, "Jalan sama gue, bisa?"

Dara menahan napasnya. Apa dia tidak salah dengar. Barusan saja, Dilan mengajaknya jalan, "berdua" kah?

"Ehm.."

Mungkinkah ini akan menjadi langkah awal kembalinya hubungan mereka seperti dulu? Tetapi, tiba - tiba Dara teringat dengan Sharon. Ya, ada wanita itu sekarang, Dara bukanlah siapa - siapa kini dalam hidup Dilan dibandingkan wanita bernama Sharon itu.

Lalu, dia harus bagaimana sekarang?

Mengiyakan,

Atau menolak?

"Nanti gue kabarin lagi, bisa atau nggak nya." putusnya.

Ya, ini adalah keputusan yang tepat. Tidak perlu tergesa - gesa, semua butuh pertimbangan yang matang.

* * *

Kadangkala, angan dan tujuan tidak sejalan. Manusia hanya bisa berangan dan bermimpi, sedangkan takdir yang memutuskan semuanya. Kadang terasa tak adil rasanya, tetapi apalah daya seorang manusia, yang memang hidup hanya untuk bermimpi, bermimpi dan bermimpi.

"Ara.."

"Iya, bun?"

"Hanphone kamu dari tadi bunyi tuh, kamu nggak dengar?"

Dara mengerjabkan kedua kelopak matanya, "Eh iya, bun. Gak sadar." jawabnya sambil terkekeh.

Bunda menggeleng - gelengkan kepala menatap Dara yang masih cengengesan kemudian berjalan keluar kamar, setelah itu Dara mengambil hanphonenya yang diletakkan di atas meja belajar.

Dilan's calling

Jantung Dara seketika berdegup kencang. Dengan gerakan lambat Dara menggeser dial panggilan ke arah warna hijau, didekatkannya ponselnya ke telinga.

My Possessive BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang