C H - 0 5

15.9K 1.1K 0
                                    

"Dara!" panggil Ira sambil menyenggol lengan Dara dengan ujung bolpoin.

"Mmh?" sahut Dara.

"Ada Dilan tuh, Ra. Daritadi dia liatin lo terus."

Dara menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menatap Ira dengan hati - hati.

"Dimana, Ir?" tanyanya dengan kepala setengah menunduk dan suara setengah berbisik.

Belum Ira menjawab, tiba - tiba sebuah suara lain menginterupsinya , "Andara Kirana.."

Deg! Itu suara Dilan. Dara terpaku. Jari - jarinya mengerat pada sebuah bolpoin yang berada dalam genggamannya.

"Mmh.. hai?". Dara tersenyum tipis melihat Dilan yang menjulang di sebelahnya.

"Ikut aku." perintah Dilan sambil mengambil tangan Dara dan menariknya. Dengan langkah lebar dan langkah tergesa Dara yang menyamai langkah Dilan. Dara hanya menunduk memikirkan nasib nya yang entah akan seperti apa beberapa menit kedepan.

Dara tidak ingin mengambil resiko untuk sekedar bertanya "kemana?" pada Dilan. Percayalah, ketika kalian melihat orang yang paling ingin kalian hindari, tetapi justru orang itu menghampiri kalian, rasa keberanian dalam diri kalian akan lenyap, hilang ntah kemana.

Ternyata Dilan membawanya kearah lorong perpustakaan, tempat dimana Dara membawa Dilan dulu. Disaat masa-sudahlah, Dara tidak ingin mengingat - ingatnya lagi.

Mereka berhenti, Dilan lalu menarik tubuh Dara dan menempelkannya ke dinding dengan kedua tangannya mengurung tubuh Dara.

Jantung Dara berdegup kencang tak karuan. Apa yang akan diperbuat Dilan padanya dengan posisi bahaya dan tempat yang sepi seperti ini? Apakah dia akan mendapatkan hukumannya sekarang?

Dara agak gemetar melihat tatapan tajam Dilan yang menatap Dara tepat di manik matanya. Ditambah dengan posisi yang menyesakkannya itu.

"Bukankah sudah aku peringatkan sama kamu untuk tidak berdekatan dengan laki - laki lain selain aku?" ucap Dilan dengan sedikit penekanan di setiap katanya.

Suara berat khas Dilan membuat Dara bergetar. Percayalah, Dilan sungguh begitu menyeramkan ketika sedang berbicara dengan nada yang begitu dingin seperti sekarang ini.

"Aku- ehm.. Marco dan aku hanya teman", jawab Dara dengan suara kecil dan tingkat keberanian minim. Bahkan ia tidak berani untuk sekedar membalas tatapan mata tajam Dilan.

"Siapa pun dia. Walapun kamu hanya sekedar 'berteman' sama dia. Aku gak suka kamu deket - deket sama dia." jelas Dilan.

"Tapi-"

"Atau kamu mau, aku berbuat sesuatu yang gak akan bisa kamu bayangin sebelumnya. Mau?" nada yang sarat akan ancaman itu berhasil membunyikan alarm bahaya dalam benak Dara.

Nafas Dara memburu, inilah hal yang ditakuti Dara. Dilan mengancam. Dan itu selalu berhasil membuat Dara ketakutan setengah mati. Dengan cepat, Dara membalas perkataan Dilan dengan sebuah gelengan. Sambil bergumam, "Jangan.." dengan suara yang nyaris terdengar seperti sebuah bisikan.

"Gadis pintar..", puji Dilan sambil mengusap puncak kepala Dara.

"Andara.."

Dara hanya mendongak, tanpa berani mengeluarkan suara.

"Perlu kamu ketahui. Selama ini, wanita yang ada dihati dan pikiranku hanya kamu. Selama ini juga, aku berusaha mati - matian menahan rasa cemburuku ketika melihat kamu yang selalu di dekati laki - laki lain. Ingin rasanya dari dulu aku mengklaim kamu menjadi milikku, tetapi aku sadar, waktu itu bukanlah waktu yang tepat. Tapi kini, . . ." Dilan mendekatkan wajahnya sampai hembusan napas Dara mengenai permukaan wajahnya, "Kamu sudah menjadi milikku. Dan gak akan ada yang bisa merebut kamu dari aku."

Mata Dara membelalak setelahnya.

***

"Ra!" Panggil Ira dengan sedikit 'tabokan' di bahu Dara yang sedari tadi memang melamun.

Dara terlonjak, "Kenapa, Ir?"

Ira memasukkan satu bakso utuh berukuran sedang kedalam mulutnya, "Bilang sama gue, lo di apain sama Dilan?" tanyanya.

Dara mengaduk - aduk es teh manisnya dengan tanpa minat, "Gak kok, Ir. Gue gak di apa - apain."

"Jujur sama gue, Ra," tanya Ira lagi sambil kini memusatkan perhatiannya pada Dara sepenuhnya.

"Beneran. Gue gak di apa - apain," balas Dara meyakinkan Ira.

Belum sempat Ira membalas, tiba - tiba dirasakannya kursi bergoyang. Ira melirik ke sebelah. Ternyata Marco.

"Rara?" panggilnya.

Dara diam. Pikirannya seperti terbang mengelana entah kemana. Marco yang merasakan keanehan di diri sahabatnya itu lantas menatap Ira dengan penuh tanya.

"Rara kenapa?" tanyanya pada Ira.

Ira mengendikkan bahunya, "Gak tau. Dia tiba - tiba jadi aneh gini setelah pergi sama Dilan."

"Dilan?" Dahi Marco mengkerut, matanya ikut memicing. "Siapa Dilan?" tanyanya lagi.

"Pacarnya Dara," jawab ira.

"Pacar?" Marco menatap kembali Dara yang masih melamun, seakan tuli mendengar percakapan antara dirinya dan Ira.

Tatapannya kembali pada Ira yang masih dengan santai memakan makanannya. "Kasih tau gue, mana yang namanya Dilan."

***

"Lo yang namanya Dilan?"

Dilan and the genk sontak menoleh.

"Iya. Gue Dilan. Kenapa, ada masalah?", jawab - tanya Dilan.

Melihat gaya santai yang ditunjukkan Dilan, membuat Marco geram, "Lo apain Dara?"

Dilan mengernyitkan dahinya, menatap tajam pemuda yang dengan kurang ajarnya menanyakan Dara padanya. Pemuda yang digandeng Dara tempo hari.

"Suka - suka gue dong mau berbuat apa ke Dara. Secara, Dara itu kan pacar gue, nggak ada urusannya sama lo," sengit Dilan.

Marco mengepalkan tangannya, ditariknya kerah baju Dilan dengan berani. Arthur dan Pajri sudah bangkit ingin membantu, tetapi dengan diangkatnya tangan kanan Dilan membuat mereka mengurungkan niatnya.

"Kurang ajar. Gue peringatin sama lo. Jauhin Dara." teriak Marco persis di depan wajah Dilan.

Cari mati dia rupanya. Dengan sekali sentakan dari Dilan, tangan Marco terlepas dari kerahnya, kini Dilan balik menarik kerah baju Marco.

"Siapa lo berani - beraninya ngancam gue? Apa lo belum tau lo berhadapan dengan siapa?..", Marco menatap tajam Dilan, yang dibalas tak kalah sengit. "...Dan juga, seharusnya gue yang peringatin lo supaya jauh - jauh dari pacar gue. Jangan pernah lo deketin pacar gue. Kalau sampai gue liat lo deket - deket sama pacar gue, gue pastiin lo bakal 'abis di tangan gue." Ancamnya.

Didorongnya Marco hingga menabrak pinggir meja kantin. Lalu, tanpa menoleh lagi Dilan berkata, "Cabut!"

Bersambung.

Revision on January, 7th 2021.

My Possessive BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang