PART 4 (2)

8.8K 336 3
                                    

"Hai Fasy, Hai Luna."

Luna baru saja menyelesaikan ceritanya kepada Fasya tentang apa saja yang terjadi setelah ia berpura-pura sakit dan keluar dari kelas geografi tadi pagi, saat seseorang tiba-tiba duduk di sebelahnya. Hal itu membuat Luna terkejut karena orang itu bukanlah orang biasa yang dengan santainya duduk di sebelahnya dan menyapa dirinya dengan senyuman lebar.

Orang ini adalah Zoey Larasindy, perempuan keturunan Indonesia-Perancis yang tidak duduk dengan sembarang orang di Kantin. Menurut Luna, Zoey adalah definisi sempurna. Cantik, tajir, populer dan punya kekuasaan karena ayahnya adalah donatur terbesar di sekolah. Apa lagi yang dibutuhkan Zoey untuk menjadi nomor satu di sekolah ini?

Awalnya Luna mengira bahwa kandidat calon kapten cheers itu ingin berbicara kepada Fasya tentang masalah cheers atau semacamnya. Namun, saat tatapan Zoey tidak bisa lepas dari mata Luna, Luna tahu bahwa ini adalah tentang dirinya.

"Jadi Lo ada hubungan apa sama Farabi?"

"Nggak ada apa-apa," jawab Luna.

"Lo jangan percaya sama isi mading," ucap Fasya menambahkan.

Zoey tiba-tiba menggenggam tangan Luna yang berada di atas meja."Beneran Lun?"

Luna hanya bisa mengangguk.

Terkadang Luna iri dengan sifat Zoey yang mudah bergaul dengan semua orang. Namun jika memegang tangan seseorang yang sama sekali tidak pernah menyapa atau bahkan berbicara dengannya juga termasuk cara untuk bergaul, maka Luna lebih memilih untuk menjadi penyendiri karena hal itu adalah hal yang sangat aneh bagi Luna.

Atau mungkin bergaul memang bukanlah keahlian Luna.

"Oh iya," ucap Zoey. "Jangan lupa dateng ke pesta ulang tahun gue yang ke tujuh belas sabtu depan ya, dadah."

Zoey berdiri dari tempatnya dan berjalan menjauhi Luna dan Fasya.

"Lun, lo harus dateng tahun ini. Lo nggak mau di anggep temennya mereka kan?" ucap Fasya sambil menunjuk sekelompok siswa berkacamata dengan buku tetap di tangan mereka walaupun sekarang adalah jam istirahat.

Luna bukanlah tipikal orang yang suka keramaian atau pergi ke setiap acara yang biasanya gemar dikunjungi remaja  seusianya. Ia lebih senang untuk menghabiskan waktu di rumah melakukan movie marathon ditemani oleh segudang snack di kamarnya. Namun, itu bukan berarti Luna adalah kutu buku sekolah dengan buku yang tidak pernah lepas dari tangannya. Luna juga bukanlah anti sosial yang selalu menyendiri setiap saat. Ia masih senang mengunjungi mall bersama Fasya, atau menghabiskan waktu bersama keluarganya di luar rumah.

Intinya, Luna tidak akan pergi ke acara ulang tahun itu.

Luna menggeleng, "Nggak ah Fasy."

"Lun!" ucap Fasya. "Pokoknya lo harus dateng. Gue bakal nyeret lo kalo perlu."

----------

Farabi sudah berada di kursinya, tertawa dan bercanda dengan dua temannya yang sama gilanya dengan Farabi saat Luna dan Fasya memasuki kelas. Entah apa yang lucu dari dasi SMA yang dilingkarkan di atas kepala mereka sehingga membuat Farabi tertawa geli seperti itu. Melihat Farabi tertawa lepas dan seperti tidak terbebani dengan masalah mading itu, membuat Luna merasa sedikit kesal.

"Dasar receh," gumam Luna. Ia lalu duduk di kursinya dan mengeluarkan buku tulis sejarahnya dari dalam tas, bersiap jika Pak Djarot mungkin akan tiba sebentar lagi.

Tangan seseorang tiba-tiba menepuk pundak Luna, "Lun Lun Lun."

Luna dengan cepat membalikan badannya karena suara orang itu terdengar panik dan tergesa-gesa. Beberapa detik kemudian, Luna benar-benar menyesal telah membalikan badannya karena suara itu adalah milik Farabi.

Cinta Satu Atap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang