Mungkin Senja memang rela dicuri oleh Sukab, rela tubuh indahnya dipotong sedemikian rupa, dimasukkan kedalam kotak kayu tua, bahkan yang lebih menyedihkan lagi, bahwa Sukab tidak pernah peduli pada perasaan Senja. Yang mencintainya.
Sukab berjalan menuju ke atas bukit, menuju ke tempat Alina yang duduk menungguinya, sembari memandang laut sore yang tak sempurna, tentu saja. Karena sepotong Senja telah raib, masuk kedalam kotak tua kayu milik Sukab.
Aku mengerti benar bagaimana perasaan Sukab terhadap Alina, bahkan perasaan Senja sendiri terhadap Sukab, tetapi tidak dengan perasaan Alina.
"Alina pun mencintai Sukab, tak tahukah engkau? Bukankah kau sudah membaca beberapa buku Seno yang menceritakan tentang kisah cinta mereka" Kata Walmiki sembari membetulkan jubanya, mengamati tulisanku.
"Ya, mungkin memang demikian cerita yang diinginkan oleh Seno, tetapi tidak denganku"
"Kau ingin menuliskan apa? Cerita yang berbeda dari takdir yang pembaca rasakan dari mereka"
"Entahlah, toh aku belum selesai menulis, yang aku ingin tahu hanya perasaan Senja sebenarnya, tetapi perasaan Alina tentang kehadiran Senja juga menggangguku"
Walmiki mengangguk, mengusap-usap pelan jenggotnya yang putih kehitaman, bukan hitam keputihan.
"Mungkin aku akan bertanya pada Seno tentang tulisanmu ini" Sambungnya sambil berlalu, berdiri dan hilang disekebalik pintu.
Akan kulanjutkan.
Sukab terus berjalan melewati jalan setapak menuju ke atas bukit, dalam hatinya dia bergembira, bukan hanya lantaran dia telah bertemu kembali dengan Alina, tetapi Senja telah dia dapatkan, bukan dia poskan agar sampai ke tangan Alina, tetapi langsung dia berikan sendiri. Tidak seperti yang dituliskan Seno untuknya, Sukab tidak menyukai alur takdir yang telah Seno tuliskan untuknya.
Hari ini pujaan hatinya yang telah kembali dari Negeri seberang untuk menjadi relawan perang, menjadi tenaga medis, merawat tentara yang luka karena serangan bom bunuh diri oleh separatis pemuja kebenaran.
Alina duduk, diatas kursi yang menghadap ke laut. Rambutnya yang panjang digulung sehingga tampak serasi dengan baju flanel abu-abu yang dikenakan. Matanya memandang kosong langit sore yang bolong. Ada kehampaan dan kegetiran yang dirasainya dari ketidaksempurnaan yang dicuri. Baginya seperti sebuah kebenaran yang dicuri, suasana pahit seperti yang dia pelajari dari kenyataan perang atas nama kebenaran. Seperti suasana yang akan kau dapati dari cerita ini. Salah satunya bahwa dia tidak tahu bahwa Sukablah sang pencuri kesempurnaan itu.
Sore ini memang dia dan Sukab sudah berjanji untuk bertemu di atas bukit ini, berjanji di tempat di mana Sukab berkata akan memberikan sesuatu yang amat dicintainya, sesuatu yang mistis yang menuntun hidupnya untuk tetap kuat menunggu Alina balik dari penugasannya sebagai relawan di Negeri seberang.
"Lihatlah Sukab, Senja telah dipotong dan dicuri. Aku tidak habis berpikir apa yang ada dalam isi kepala sipencuri itu" kata Alina mengetahui bahwa Sukab telah berada tepat dibelalangnya.
"Tidakkah dia berpikir bahwa akan ada orang lain yang akan kehilangan kesempurnaan dalam satu harinya dengan hilangannya Senja?" lanjut Alina.
Seketika hilanglah senyum Sukab, kelelahan yang dia harapkan hilang setelah melihat Alina kini mulai sirna, tenggelam dalam kata-kata Alina yang seakan menghukumnya.
"Ya, bisa jadi demikian" Jawab Sukab lirih tak bersemangat. Tubunya dia sandarkan disebelah Alina yang masih kosong menatap langit sore yang bolong.
YOU ARE READING
Malam Ganjil Seno
General FictionKumpulan Cerita Pendek Tentang Hidup dan Pergolakan Pemikiran