Rasionalitas Evolusi

11 0 0
                                    


Mungkin aku tidak sependapat dengan Darwin, bahwa yang bertahanlah yang menang dan terus betahan hidup, aku lebih condong sependapat dengan Lamarck bahwa adaptasi akan membawa perubahan pada kehidupan. Apa yang sering digunakan akan menjadi lebih menjadi, tumbuh dan apa yang tidak digunakan menjadi tidak bermakna bahkan hilang.

Aku tidak memungkiri itu, aku tidak berani menyangkal secara mutlak, tetapi aku percaya bahwa bahwa pikiranku ragu-ragu untuk itu. Saat berkata bahwa manusia adalah puncak perkembangan kehidupan dari hasil adaptif yang terus saja berjalan. Bukan-bukan karena alasan politisir demi menolak beban sebagai manusia dengan segala tanggung jawab atas dunia sebagai penguasa. Tetapi jujur saya masih ragu-ragu tentang itu.

Baiklah, mari kita berjalan-jalan lebih jauh, perjalan dengan mesin waktu yang lebih purba 10 juta tahun yang lalu. Kita akan bertemu dengan kehidupan, sebuah proses biokimia yang berjalan sendiri tanpa henti hingga menimbulkan kemampuan untuk berkembang, diverensiasi dan evolusi.

Kehidupan, terlalu banyak pertanyaan saat kita mendengar kata itu, barang kali ada yang sudah bosan atau bahkan memang tidak tertarik lagi karena baginya yang terpenting adalah tugas-tugas yang sudah dibebankan kepada dirinya. Meski entah dari mana.

Duduk disebelahku Husserl, memandang bahwa kehidupan tidaklah lebih baik jika dikaji dengan fenomenologisnya, melalui kaca mata eksakta yang cukup lama telah dia geluti. Aku tak suka cepat-cepat menyalahkan seperti Bakunin, memang aku bukanlah dia yang begitu keras terhadap apapun yang berlawanan dengan pemikirannya. Ide-idenya terlalu keras, mungkin ego terhadap kebenaran baginya telah sedikit dikecewakan karena sikap Marx yang dianggapnya terlalu lembek dalam menyimpulkan pemikiran Hegel. "Kurang radikal, dan masih omong kosong saja ide-ide dari Marx itu Mbiz" seperti itulah katanya padaku dalam suatu kesempatan di Cafe Mementomori.

Husserl memang lebih menyukai pendekatan dengan memahami relasi antar kesadaran manusia dengan berbagai obyek di sekitarnya yang lahir dari sebuah pengamatan untuk memecahkan suatu masalah. Bagiku, cara ini cukup klasik, ussual untuk era saat ini. Mungkin karena eksakta menginginkan sesuatu yang jelas dan tegas, tidak berbelit-belit dan imajinatif.

Max Webber juga tak jauh berbeda dengan Husserl, dia menambahkan bahwa rasionalitas itu perlu, karena rasional akan menemukan bentuk yang relevan baik dengan klarifikasi rasionalitas formal, rasionalitas instrumental, rasionalitas nilai, rasionalitas tradisional atau rasionalitas afektif, tetapi dengan syarat bahwa manusia atau subyek harus didudukkan sebagai sumber pengetahuan atau informasi. "Manusia itu harus menjadi pemegang otoritas pengetahuan Ka".

Aku masih mengamati Darwin dan Lamarck yang bersikukuh tentang pendapatnya masing-masing, aku tak suka menyela mereka. Aku menikmati moment ini, bagiku mendengar lebih menyenangkan, karena kalau kita semua berbicara, siapa nanti yang akan menjadi pendengar. Aku menyukai semboyan itu, semboyan yang sedikit aku gubah dari seorang sahabatku, Hellenis, yang pernah berkata bahwa aku harus tetap menulis dan berhenti untuk memaksakan menulis kepada dirinya. Biarkan aku yang membaca semua tulisanmu, karena jika kita semua menulis, siapa yang akan menjadi pembaca. Mungkin dia mendapatkan kata-kata itu setelah dia terkesima dengan Kritikus-kritikus di Prancis yang dia temui saat mendapatkan tugas menjadi juru warta disana, di Lyon. Dan seperti biasa, aku tak pernah mau mendebat pendapat.

"Kau masih berpendapat konyol Mack" tiba-tiba Weisman datang, mengambil kursi kosong di meja sebelah dan duduk disebelah Darwin. Kulihat wajah kecut dari Marck, dia tahu bahwa Weisman bukanlah pendukung dari teori Darwin, tetapi penelitian tentang tikus yang dia lakukan telah membuatnya seperti pembual, intelektual omong kosong yang berteori sampah saja. Dan itu menyakiti pemikiran intelektual Lamarck.

"Kau sendiri bisa membuktikan apa Man?" Lamarck mencoba tenang, mengambil posisi netral yang berkata bahwa sebenarnya tidak ada yang kalah dan menang, dan baginya pertanyaan itu adalah pembuktiaan bahwa dia, Darwin dan Weisman tak ubahnya hanya seorang yang meraba-raba dan berusaha menyimpulkan dengan metodologinya sendiri-sendiri.

"Aku tidak perlu membuktikan apa-apa padamu Marc, atau bahkan pada Darwin sekalipun. Bukankah yang kita pertahankan adalah hasil analisis kita terhadap hubungan antara satu fakta dengan fakta yang lain dalam sekumpulan fakta-fakta?" Jawab Weisman dengan senyum kecilnya, senyum kemenangan lagi menurutku.

Darwin mengangguk, megelus-elus jenggotnya, memang secara pemikiran dia tidak terlalu bertentangan jauh dengan Weisman, tetapi baginya, Weisman tetaplah harus diberi tanda khusus, bahwa dia bisa jadi akan melahapnya pula seperti melahap Lamarck. Memang Lamarck adalah musuh keras dari teori yang dia sampaikan, tetapi dia menyukainya, Lamarck baginya masih dalam satu konteks bahasan realitas yang masih bisa digapainya. Sedangkan Weisman tidak. Dia sudah terlalu jauh, dia sudah lebih modern, kedepan meniggalkan dirinya dan Lamarck. Ada ketakutan yang tidak mampu Darwin jelaskan ketika bertemu dengan Weisman, dan aku mengetahuinya.

Lamarck diam, dia mengerti benar bahwa dia salah, meski ingin sekali baginya mengungkit tentang penelitian Weisman memotong ekor tikus untuk membantah teorinya. Tetapi seharusnya dia sadar, teori memang bukanlah suatu kebenaran mutlak, dan penelitian dari Weisman telah membantah teorinya, meskipun demikian bukanlah berarti bahwa teori dari Weisman itu suatu kebenaran jika telah berhasil membantah teorinya. Tetapi Lamarck terlalu jauh untuk menggulinkan teori Weisman tentang seleksi terhadap faktor-faktor genetika.

"Pada intinya semua ingin mempertahankan kehidupannya, terlepas dari gen, sel, individu, spesies bahkan kehidupan itu sendiri" Sela ku.

Mereka mengangguk, meski kusadari aku telah mengajak mereka kembali kepokok pertanyaan awal. Tetapi setidaknya, perbedaan teori mereka kembali kepada satu persamaan, yaitu sebuah pertanyaan "Bagaimana?".

Malam Ganjil SenoWhere stories live. Discover now