PART 12 A - AWAKEN

100 12 8
                                    

There were too many memories we had, but why only the worst one do you remember?

——————————————————

New York Marble Cemetery,
09.00

   Pemakaman itu tampak seperti tak berpenghuni. Hanya sunyi dan sepi yang membentang disekeliling. Semilir angin yang berhembus terasa semakin kencang dengan rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Siapapun pasti akan mulai mengantisipasi diri untuk menghadapi perubahan musim agar tak terserang flu maupun demam.

   Namun, sosok itu mengabaikan segalanya. Mengabaikan debu dan dedaunan yang berterbangan, tanpa khawatir akan kemungkinan debu itu menyakiti matanya. Dunianya seakan hanya berporos pada sebuah pusara dihadapannya. Sebuah pusara yang kini menjadi tempat terbaring seseorang yang begitu berarti baginya.

   Rasa sesak itu kembali menghujam ulu hatinya tanpa ampun. Membuatnya mau tak mau kembali mengingat bagaimana orang itu berakhir dipemakaman ini, sendirian diantara ratusan pusara lainnya. Terbaring kaku didalam peti mati yang sempit dan terkubur didalam gundukkan tanah.

   Ia menghela nafas berat, sebelum melangkah mendekat ke sisi pusara itu dengan setangkai mawar merah di genggamannya. Ia bersimpuh di sisi pusara itu, tepat menghadap batu nisan yang tertuliskan sebuah guratan nama. Sebelah tangannya lantas terulur mengelus nisan itu, air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuk matanya akhirnya jatuh berlinang membasahi kedua bilah pipinya.

   Bibirnya bergetar, isakkan pilu mulai terdengar dari selanya tanpa bisa ia cegah. Dengan gerakan yang terlampau perlahan, ia menaruh setangkai mawar merah diatas makam itu. Ia kembali memandangi nisan nya, mewakili raga yang berada didalamnya.

   Nafasnya kian terasa berat. Ia seakan masih sulit percaya bahwa gadis itu terkubur disini, didalam tanah yang perlahan akan menghancurkan tubuh cantiknya seiring berjalannya waktu. Dan terkadang ia masih menyesali keputusan tuhan yang dengan tega mengambil nyawa gadis itu di umurnya yang masih begitu muda.

   "Irene..."

   Shaylene nyaris tak dapat kembali bersuara. Hingga ia hanya mampu meloloskan isakkan kecil dari celah bibirnya.

   “Amanda sudah kembali. Apa kau bahagia? Sebentar lagi ia akan mengingatmu.”

Shaylene tersenyum pedih, ada segumpal rasa lega bercampur bahagia yang merambati hatinya setelah ia bertemu dengan Amanda dan menyampaikan peninggalan terakhir yang Sherene tinggalkan. Jauh didalam lubuk hatinya, ia berharap Amanda akan mengingat segala memori yang telah ia lalui bersama adiknya melalui kotak itu. Sebuah kotak biru dongker yang telah ia simpan selama hampir 8 tahun lamanya setelah Sherene meninggal, dan kini kotak itu telah berada di pemilik yang seharusnya.

“Shay..”

Shaylene sedikit tersentak, ia menghapus air mata yang membekas di kedua pipinya sebelum menoleh kebelakang. Dan disanalah ia melihat seorang lelaki tegap berwajah tampan yang telah menjadi pendamping hidupnya selama beberapa tahun belakangan, berdiri menatapnya dengan senyuman tulus.

Setelah mengelus nisan Sherene untuk terakhir kali, Shay beranjak. Berjalan menghampiri suaminya sambil tersenyum kecil.

“Apa kau sudah lama menungguku?”

Shay mengedikkan bahu. “Cukup lama, tetapi aku sangat menikmati waktuku.”

“Syukurlah. Lalu, apakah Amanda sudah pergi?” Lelaki itu menatap ke sekeliling pemakaman, seketika raut wajahnya berubah dan membuat Shay menatapnya dengan kening berkerut.

“Ia sudah pergi sejam yang lalu. Ada apa Luke? Mengapa kau tampak cemas?”

“Shay, terjadi sebuah kecelakaan di sekitar jalan 22th Avenue. Mereka bilang, ada seorang gadis yang tertabrak. Dan tanpa sengaja aku melihat korbannya.” Luke menatap lurus – lurus pada Shay yang juga tengah menatapnya, ia menarik nafas sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loving You (Justin Bieber) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang