A moment with you

494 31 4
                                    

Delia duduk di pinggir tempat tidur sambil sesekali membuat hiasan dari kristal es, sedangkan Evan berbaring di tempat tidur dengan lengan sebagai penumpunya.

"Menurutmu, apa aku harus melakukannya?" Tanya Evan tiba-tiba pada Delia.

Delia membalikkan badannya menghadap Evan, "Apa?"

"Apa aku harus menikahinya?" Tanya Evan lagi.

"Entahlah, aku tak mengerti maksudmu," ucap Delia acuh.

"Giana, putri tunggal Alexis. Mereka memintaku untuk menjadikan Giana sebagai ratuku," jelas Evan.

"Lalu?" Tanya Delia.

"Dia memang cantik dan hebat, tapi apakah hanya karena itu aku harus menikahinya? Menurutmu bagaimana?" Tanya Evan pada Delia.

"Kau harus mengikuti kata hatimu. Jika kau ingin menikahi seseorang, kau harus memiliki cinta untuknya, setidaknya itu yang pernah kubaca di dalam novel. Tapi, jika dilihat dari pengalaman ibuku, cinta saja tidak cukup," Jawab Delia cepat.

"Tapi jika kau menikahi vampire murni, mungkin akan berhasil. Mungkin saja, karena kalian sama," lanjut Delia.

Evan menatap lekat Delia, "Mungkin juga tidak."

Delia mengindikkan bahunya sambil tersenyum kecil.

"Uhm, apa kau ingin tidur? Jika begitu, aku akan pergi," ucap Evan sembari turun dari tempat tidur.

"Kau bilang ingin ditemani? Eh, maksudku, jika kau masih mau bercerita, aku akan mendengarkanmu," ucap Delia.

Evan hanya tersenyum lalu mengambil tempat di samping Delia.

"Kenapa kau ingin mendengarkan ceritaku? Apa ada alasan khusus?" Tanya Evan.

"Tidak, aku hanya nyaman. Aku tidak pernah mengobrol dengan orang lain selain ibuku dan para maid di kastil," jawab Delia.

"Kalau begitu, kau juga boleh bercerita jika mau," ucap Evan.

"Sepertinya tidak, aku tidak punya banyak pengalaman untuk diceritakan. Hanya aku dan ibuku, setiap hari," sanggah Delia.

"Tapi, apa kau tahu? Aku sangat ingin melihat ayahku, aku ingin tahu seperti apa dirinya," lanjut Delia sambil membuat miniatur kerajaan es.

Evan hanya melihat aktivitas yang Delia lakukan dengan heran, "Sepertinya, lebih baik kau tidak melihatnya dari pada tersakiti. Bukankah, dia yang membuatmu dan ibumu jadi begini?"

"Ya, kau benar," jawab Delia mendengus sambil menghancurkan miniatur kerajaan es yang dibuatnya tadi.

Evan menggangkat dagu Delia sehingga gadis itu mendongak menatap Evan tepat di manik matanya, "Delia, dia tak pantas. Jangan penuhi pikiranmu dengan dirinya,"

Delia hanya mengangguk, "Kenapa kau sangat baik padaku?"

"Kau mengingatkanku pada ibuku," jawab Evan.

"Memangnya, dimana dia?" Tanya Delia penasaran.

"Dia sudah meninggal," jawab Evan pelan.

"Astaga, maafkan aku," ucap Delia menyesal.

"Tak apa, itu sudah sangat lama," ujar Evan.

"Sebenarnya, aku sangat merindukannya belakangan ini. Besok aku akan mengunjungi petinya," lanjut Evan.

"Apa aku boleh ikut?" Tanya Delia.

Evan hanya terdiam menatap Delia.

"Maaf kalau lancang, aku tidak bermaksud," ucap Delia sedikit takut.

Evan terkekeh pelan, "Tentu saja boleh, ibuku akan senang bertemu denganmu."

Delia hanya tersenyum kikuk. Sesaat kemudian keadaan jadi canggung, tidak ada yang bersuara.

"Apa boleh aku memelukmu?" Ucap Evan mendadak.

"Aku tahu kau tidak akan--"

Tiba-tiba saja Delia memeluk Evan. Evan terkejut, namun sesaat kemudian Evan membalas pelukkan Delia.

"Terimakasih, Delia," ucap Evan.

Delia tak bersuara, bahkan tak berkutik sama sekali. Evan melepas pelukkan mereka. Ia terkekeh melihat wajah lelah Delia terlelap.

"Rupanya, pelukkanku berfungsi juga untukmu," ucap Evan pelan.

Evan tahu, Delia butuh istirahat.

Evan membaringkan Delia di tempat tidur dan menyelimutinya. Wajah Delia sangat damai dan sangat manis saat tertidur.

Awalnya Evan ragu, namun akhirnya ia menyatukan bibirnya pada dahi gadis itu. Evan mengecupnya lembut dan singkat.

Setelah itu, Evan keluar dari ruangan itu, membiarkan Delia beristirahat.





Tbc...

ACHLYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang