Impossible

360 26 2
                                    

Delia's pov

Disinilah aku berakhir. Di sebuah kamar di kastil para vampire. Sampai kapan aku harus berpura-pura jadi manusia?

Apakah ini yang dimaksud ibu dengan berbahaya? Menurutku ini lebih seperti pemaksaan. Bahkan sepertinya si vampire menyebalkan itu sudah tau bahwa aku bukan manusia.

Tapi, apakah ibu sedang mencariku? Mungkin saja ia sudah menghancurkan kastilnya sekarang.

Sepertinya aku harus kabur errr-- bukan kabur, tapi pergi dari sini.

Ketika aku baru saja ingin pergi, si vampire menyebalkan itu tiba-tiba muncul dihadapanku.

Apakah dia gila?

Aku memutar bola mataku, "Oke, sekarang apa mau mu?"

"Aku sudah bilang untuk tetap disini sampai aku kembali," jawab Evan dengan rahang mengeras.

"Sekarang kau sudah disini, artinya aku bisa pergi," sanggahku.

"Siapa bilang kau boleh pergi? Bersiaplah, seseorang akan menjemputmu sebentar lagi," perintah Evan.

Memangnya dia siapa? Aku harus lakukan apa dia perintahkan, begitu? Tidak akan pernah.

"Aku tidak akan ikut denganmu kemanapun," jawabku.

"Terserah padamu, tapi kalau rencanamu adalah kabur dari sini, itu sudah pasti akan gagal. Mereka sudah memasang perlindungan yang hanya bisa ditembus oleh para vampire," jelas Evan.

Memangnya dia pikir aku tidak bisa? Aku juga vampire.

"Tapi, hanya bisa ditembus vampire murni, bukan vampire yang sepertimu," ujar Evan sambil tertawa miring.

Apa?! Dia benar-benar tau?

"Delia, kau pikir aku bodoh? Aku sudah tau dari awal," ucap Evan seakan membaca pikiranku.

"Kau hanya mempunyai waktu 5 menit, bajumu ada di lemari," ujar Evan, sesaat kemudian lelaki itu sudah lenyap dari hadapanku.

Aku membuka lemari, memilah milih pakaian yang akan ku pakai untuk acara yang tidak ku ketahui nanti.

Apa para vampire memakai baju seperti ini? Semuanya membosankan. Ada satu baju yang menarik perhatianku. Hanya itu. Tapi, berwarna merah. Ibuku selalu melarangku untuk menggunakan barang- barang apapun yang berwarna merah. Akupun tak tahu apa alasannya. Tapi, sekarang ibuku tidak ada disini bukan?

---

Disisi lain,

"Kau tumbuh menjadi vampire yang sangat cantik, sayang. Sama seperti ibumu," ucap seorang lelaki separuh baya kepada seorang gadis baru saja datang dari dalam kastil.

"Tapi, kecantikan ku tak pernah dipandang oleh Evan, ayah. Aku ingin mundur saja, sebaiknya batalkan saja pertemuan nanti malam," balas gadis itu dengan raut wajah sedih.

"Apa yang kau katakan? Tidak, kau tidak bisa menyerah begitu saja, Giana. Ayah yakin cepat atau lambat Evan pasti akan menyetujui pernikahan itu," balas sang ayah.

Gadis itu hanya menggangguk sambil tersenyum.

---

Delia baru saja ingin mencoba kabur ketika seorang wanita separuh baya masuk ke dalam ruangan.

"Nona, Tuan Evan memintamu untuk menemuinya di ruang makan, kau sudah siap kan?" Ucap wanita itu.

Delia hanya menggangguk mengiyakan.

"Aku Ruth, kau bisa memanggilku kapan pun jika butuh bantuan," ucap wanita itu sambil berjalan disamping Delia menuju ruang makan.

"Sampai kapan aku akan tetap disini?" Tanya Delia pada Ruth.

"Maafkan aku, tapi baru kali ini Tuan Evan membiarkan orang asing tinggal di kastil, maka dari itu aku tidak tahu kapan dia akan membebaskanmu," jelas Ruth pada Delia.

Delia mendengus, "Sebenarnya acara apa ini?"

"Pertemuan dengan Raja Alexis," jawab Ruth.

'Siapa lagi Raja Alexis?' ucap Delia dalam hati.

"Uhm, lalu bagaimana kalau aku tidak mau ikut dalam pertemuan itu?" Ucap Delia.

Ruth menoleh kaget, "Dia akan marah,"

"Hanya marah? Ku pikir ada ancaman yang berarti. Kalau begitu, lebih baik aku pulang," ucap Delia berbalik ingin pergi.

"Ketika Tuan Evan marah, ia bisa melakukan apapun," ucap Ruth.

Delia menoleh sambil mengerjitkan dahinya.

"Apapun, Nona Delia," lanjut Ruth.

---

Delia terkejut saat memasuki ruang makan, disana terdapat banyak orang yang Delia tahu semuanya merupakan vampire.

Delia melihat Evan memberikan isyarat agar dirinya duduk tepat disamping vampire gila itu.

"Evan, apa-apaan ini? Siapa dia?!" Tanya lelaki separuh baya yang duduk di kursi paling besar dengan raut wajah marah.

"Kekasihku," jawab Evan enteng.

"Apa?! Apa kau sudah gi---" ucapan lelaki itu terpotong saat lelaki separuh baya lainnya memotongnya.

"Tenang dulu, Franco. Benarkah itu Evan?" Tanya lelaki itu.

"Sangat benar," jawab Evan sambil tersenyum tak bersalah.

"Apakah dia bisa menyaingi kecantikan dan kehebatan putriku?" Balas lelaki itu lagi.

"Tentu saja," jawab Evan.

"Memangnya siapa dia? Aku tidak pernah melihatnya sekalipun," tanya lelaki itu pada Evan.

Evan mengunggingkan senyumnya sekali lagi, "Dia memang bukan vampire murni seperti kita, Alexis."

"Apa?! Franco, pilihan putramu sepertinya tidak jauh lebih baik dari putriku," ucap Alexis pada Franco, ayah Evan.

Alexis berdiri dari kursinya sambil menatap lekat Delia, "Dari mana Evan mendapatkan gadis murahan sepertimu, huh? Franco, apakah putramu mulai tertarik pada gadis rendahan seperti dirinya yang--"

*Prakkk*

Ucapan Alexis terhenti saat Delia tiba-tiba saja menggebrak meja makan dan membuat semua yang berada diatasnya membeku seketika.

Alexis tercengang, raut wajahnya menegang seketika, gadis itu mengingatkannya pada Joanna.

"Dia sangat bisa menyaingi putrimu, Alexis," ucap Evan sambil menyusul Delia yang sudah pergi entah kemana.





Tbc...

ACHLYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang