"Puteri Langit,"sapa Biru kepada seorang gadis cantik yang tengah menduduki ayunan dari akar bunga diatas awan.
Biru adalah Dayang-Dayang pribadi gadis tersebut sekaligus teman untuknya.
"Sudah aku peringatkan kau untuk berhenti memanggilku 'puteri' kan? Kita teman dan tidak usah membuat gelar menjadi perbedaan."Semprot gadis cantik dengan gaun putih selutut dan bermahkota awan itu sambil menatap Biru kesal.
"Maaf, ini peraturan yang telah lama ada. Dan Ratu Awan tidak mengizinkan Bidadari kelas bawah berkata lancang, puteri Langit."Jelas Biru yang membuat Dada gadis bernama Langit itu naik turun.
"Ya sudah, ada apa kau kemari?"Tanya Langit mengalihkan.
"Ada pesan untukmu,"jawab Biru sambil menyodorkan bola pesan.
"Umh, baiklah."Langit menerima bola berwarna putih itu.
"Puteri, penasihat berkata bahwa itu bukan bola berisi pesan biasa. Bola ini berbeda pada umumnya."kata Biru mengingatkan.
"Ya aku tahu."tanggap Langit datar.
Biru lantas mengangguk kan kepalanya dan berlalu dari hadapan Langit.
Langit memejamkan mata nya hingga menampakkan sebuah sinar menyilaukan dari bola itu. Sinar tersebut perlahan memudar digantikan oleh suara didalamnya.
"Hay, bagaimana menurutmu tentang hadiah pesanku? Aku sendiri yang merancangnya. Kau tahu? Bola ini tidak hanya untuk merekam suaraku seperti bola pesan pada umumnya. Aku bisa medengar apa yang kau katakan dari sini layaknya telepati."
"Warna? Kau kah?"Tanya Langit sedikit terkejut.
"Masih ingat ternyata. Kau benar, aku puteri Warna dari kerajaan jingga. Aku mendatangkan pesan ini untuk mengajakmu turun ke bumi bersamaku."
"Aish, bukannya peraturan kerajaan tidak membenarkan hal itu? Kau tidak tahu ya, makhluk bumi itu perusak dan kejam."
"Ah, peraturan? Kau yakin aku perduli pada peraturan itu?"
"Itu menurutmu tapi tidak menurutku, kalau Ratu tahu aku melanggar peraturan itu kan bisa-bisa aku dihukum."
Langit mendecak kesal mendengar jawaban Santai dari sahabat akrabnya itu.
"Dihukum? Kau adalah puteri. Aku yakin Ratu Awan tidak akan tega bila kau dihukum."
Langit terdiam membenarkan penjelasan Warna yang memang masuk akal.
"Lagipula kau kan pernah berkata padaku bahwa kau ingin menjelajahi bumi."
"Baiklah, kunjungi aku segera dan kita berangkat."Jawab Langit akhirnya.
"Aku menunggu waktu itu, salam sejahtera untukmu."
Bola yang dipegang Langit pun meredup dan hilang dalam sekejap.
"Bumi.."gumam Langit tidak sabar sambil menyeringai senang.
***
Langit Pov.
Aku membuka mata dan mengeliat dari ranjang putih sutraku. Mahkota yang tadi kuletakkan diatas nakas berlapis emas sebelum tidur tiba-tiba terbang dan hinggap dikepala berambut panjangku. Aku berdiri dan menuju balkon kamar kerajaan untuk melihat awan-awan putih yang berjalan tenang.
"Permisi, puteri."tegur Biru yang tiba-tiba berdiri dibelakangku.
Aku membalikkan badan dan mengacuhkannya.
"Ada apa?"Tanyaku malas.
"Ditunggu oleh tuan puteri Warna diruang penerimaan tamu. Dia berkata ada hal penting yang har-"
Sebelum Biru menyelesaikan penjelasannya yang memang sudah ku tahu, aku segera menghilang dari hadapannya.
Aku membuka mata dan berhasil mendarat diruang penerimaan tamu. Untung saja Ratu Awan dan beberapa bidadari kepercayaannya sedang berpatroli untuk mengecek keadaan kerajaan Awan. Jadi aku tidak usah bertemu dan mendengar pertanyaannya.
"Sudah lama?"Tanya Ku berbasa-basi.
"Lumayan. Memangnya Kau sudah siap?"sahut Warna dengan nada menantang.
Oh yeah, dia memancingku! Dia tahu kalau aku paling benci ditantang. Dan baru saja dia menantangku?
"Siapa takut, Ayo pergi!"
Aku menggandeng tangannya dan memejamkan mata berniat untuk memanfaatkan kekuatanku. Dan dalam hitungan beberapa waktu, kami sudah berada didimensi waktu.
"Akkkhh.."
Kami berdua terpekik ketika tubuh kami terjatuh dari dimensi waktu kesebuah pijakan yang keras. Ukh, sakit sekali. Dikahyangan saja tidak sesakit ini bila aku terjatuh. Aku berdiri dan menatap sekelilingku. Waow! Inikah yang namanya malam? Indah benar bumi ini.
"Aduh...kenapa awannya berubah keras begini? Gelap sekali, apa para manusia tidak memiliki bola lampu?"gerutu Warna sambil mengibaskan rambut panjangnya.
"Aish, dibumi awan berada diatas. Ini namanya tanah, lagipula dibumi tidak mengenal bola lampu."Kataku sambil menghentak-kan kaki.
"Lalu kita harus tinggal dimana?"Tanya Warna bingung.
Aku memejamkan mata hungga secercah sinar dari tubuhku membuat silau mata. Tanganku sibuk menari-nari diangin seolah-olah menggambarkan bangunan kearah tanah lapang yang cukup luas. Waktu dibumi juga tiba-tiba berhenti dan membuat para manusia yang tengah terlelap tercuci ingatannya. Sinar yang ku keluarkan raib ketika srbuah bangunan bercat serba putih brrdiri kokoh dihadapan kami. Waktu di bumi pun berjalan kembali.
"Good idea!"teriak Warna girang sambil menghilang dari pandanganku.
Astaga, dia menghilang. Dia ceroboh sekali menggunakan kekuatannya dihal tidak penting begini.
Aku pun membiasakan untuk berjalan seperti manusia lainnya dan berhasil sampai kesebuah kamar ber design putih.
"Warna, aku ingatkan agar jangan sekali-kali menggunakan kekuatanmu kecuali dalam hal terjepit."omelku ketika Warna sudah duduk manis diranjang kamar.
"Yayaya, aku tadi itu dalam keadaan terjepit."elaknya lalu berbaring diranjang.
"Seterah,"aku ikut berbaring disampingnya dan memikirkan keadaan kerajaan Awan didunia mimpi.
Pov End
###
Haihai, Sebenernya author mau ngasih pengenalan tokoh gitu. Tapi berhubung udah dapet idenya, author langsung buat ajja.
Oya, jangan lupa vote n commentnya. Disini author ngga mau ngasih targetan kaya FF lain soalnya Author yakin kalo readers pasti bakal Vote tanpa target kan *ngarep >:p
Jadi ga ada target2an, ga ada kata ancem2an supaya nge vote kalo gk, updatenya lama. Dan gak ada privat2 an segala. Author juga bisa hidup tanpa follower *kalo ikhlas Follow juga gpp sih :p
Warniing!!!!
Sorry kalo ada typo.
Peringatan, slow update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Bidadari.
Fiksi Penggemarkarena sebuah kecerobohan, mendapat tugas untuk membantu para makhluk bernama manusia sehingga Turun ke tempat bernama bumi??? oh no! baca selengkapnya disini.