"Kak, mama sama papa udah pulang belum, ya?" tanya suara kecil dengan nada masih mengantuk, karena jarum jam sudah menunjuk angka satu lewat delapan belas.
"Belum, mereka belum pulang. Jika kamu masih ngantuk, tidur lagi aja." ujarku pada Mika dengan nada ramah. Aku juga mengantuk, kau tahu?
Jujur, ini memang cukup aneh karena mereka belum pernah pulang selarut ini. Jika terlambat, mungkin hanya sampai jam sebelas malam. Ya tuhan, semoga engkau selalu melindungi mereka.
"Kak.. Kakak nggak tidur di kamar aja? Bukannya di sini dingin? Terus kenapa Kak Reta nggak pakai selimut?" dasar adik bodoh. Padahal, semua adalah karenanya.
"Hnn.. Jadi, jika kamu pindah ke kamar, nanti Kak Reta juga pindah kok." ujarku masih dengan nada yang diramah-ramahkan.
"Baiklah, aku ingin pindah di kamar. Ini kak, makasih buat selimutnya." ujarnya dengan mengembalikan selimut seraya tersenyum. Kujawab dengan senyuman dan segera kuterima selimutnya.
"Hah.. Akhirnya, aku bisa bebas juga."
Kuputuskan untuk melihat acara tv lagi karena tiba-tiba pikiranku tidak bisa diajak berkompromi untuk tidur.
Cklik.. cklik..
Please.. Jangan yang horror, mohonku dalam hati. Aku paling tidak menyukai sesuatu yang aneh seperti itu, apalagi saat malam seperti ini.
"Pemirsa, tetap stay di channel kami karena perdebatan ini masih akan berlanjut."
"Hah? Perdebatan seperti apa? Jangan bilang jika politik lagi." gumamku tak jelas.
Cklik....
Aku memindah saluran tv, bisa saja di channel lain juga menyiarkan berita yang sama."Jadi, bagaimana menurut anda, Pak Menteri? Mengenai pencitraan yang sedang hangat dibicarakan oleh kaum dunia maya."
"Pencitraan? Apa-apaan itu?" lagipula, ini adalah sesuatu yang tak biasa. Mana mungkin di jam yang masih dibilang sangat pagi untuk menyiarkan berita tak penting, bagiku, ini malah ditayangkan saat sedang pagi buta seperti ini. Bukankah hanya sedikit orang yang bisa menyaksikannya?
"Tidak ada pencitraan. Itu hanyalah sekadar gosip yang diumbar oleh para oknum yang berusaha menjatuhkan pemerintahan dan cara kerja kami."
"Tapi, bagaimana mungkin bapak bisa percaya diri jika itu hanyalah perbuatan oknum yang tak bertanggung jawab?"
"Banyak di luar sana yang memiliki kontroversi hampir mirip seperti ini. Dan kita juga sudah memproses tersangka yang diduga telah menyebarkan berita itu. Bahkan dia telah mengakuinya jika dia lah yang telah menyebarkan gosip itu."
"Apa katanya? Mereka telah menangkap tersangka?"
"Lalu, bagaimana dengan teror yang menyerang rakyat biasa dengan menggunakan proses hack di sejumlah komputer di beberapa perusahaan ternama di negara ini? Mungkinkah ini ada kaitannya dengan pencitraan ini? Oh.. Dan belakangan ini juga ada kasus diskriminasi yang semakin marak terjadi di wilayah ibukota. Menurut bapak, itu karena faktor apa?"
"Question terakhir benar-benar tak bermutu."
"Kami selaku perwakilan dari pemerintah masih belum tahu tepatnya terjadi karena apa. Namun, bisa dipastikan ini tak ada sangkut pautnya terhadap pencitraan atau sejenisnya itu. Hahaha.."
"Orang aneh."
Klik...
Kuputuskan untuk mematikan tv dan segera ke kamar. Sebelum itu, aku kembali memikirkan mama dan papa yang tak kunjung pulang. Karena saking khawatirnya, aku memutuskan untuk menelfon mereka. Kuharap, aku tidak mengganggu pekerjaan mereka.Piiippp... Piiipp...piiipp...
"Halo?" akhirnya, suara papa terdengar juga.
"Ha-halo.. Pa? Kenapa belum pulang?" tanyaku ragu-ragu, aku takut beliau marah.
"Ah.. Maaf, Nak. Mengenai hal itu, kami ada lembur mendadak karena ada klien penting yang tak bisa ditinggalkan. Dan tolong sampaikan salam hangat kepada Mika, ya? Bilang padanya, papa akan pulang membawa hadiah yang ia inginkan. Sudah, ya? Ini papa lagi sibuk."
Tuut.. Tuuut...tuut..
"Bahkan ia tak mengucapkan apapun untukku. Sungguh papa yang keren." aku sebisa mungkin menghiraukan kejadian itu. Bersiap menghadapi hari esok. Dan selamat bersenang-senang, mama dan papa. Semoga sukses dengan kliennya.
#####

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Forget It!
Mystery / Thriller"Tolong maafkan kakak. Maaf karena kakak kau menjadi layaknya boneka. Maafkan kakak.." tangisnya semakin menjadi-jadi setelah melihat keadaan adiknya terbaring kaku di atas lantai. "Kakak.." tiba-tiba adiknya memanggil perempuan bersurai coklat itu...