Chapter 6 = bolos

46 4 2
                                    


"Hati memang tak bisa diajak kompromi.Aku membencimu kau harus tau itu tapi hatiku berkata ragu aku nyaman berada didekatmu."

***

Matahari sudah terbenam sekarang aku sedang berada didepan tumpukan kertas doublefolio sambil berkutat pada pena di genggamanku. Ini bukanlah aku karena aku bukanlah tipe siswa yang rajin mengerjakan tugas, bahkan bisa dihitung dalam setahun berapa kali, tetapi pikiranku sedang kacau jadi aku lebih memilih memecahkan rumus fisika ini.

Sepulang sekolah tadi mama tetap tak ingin menegurku. Aku tetap dipandang sebagai musuhnya sekarang. Aku sedih jika mengingat bagaimana tatapan penuh kebencian yang datang dari mata mama. Walaupun kejadian ini bukan yang pertama kali tapi perih tetap dirasa.

Setelah kurasa mataku mulai lelah aku beranjak dari kursi lalu pindah ke ranjangku. Tidak lupa kusetel alarm jam beker agar membangunkanku ketika esok. Karena kuyakin selama mama tetap marah , tak ada lagi alarm nyaring yang meneriaki namaku.

--<>--

Aku memasukkan semua bukuku kedalam tas, sekarang sudah pukul 7 lewat 15 menit . ini karena aku yang menunda-nunda untuk bangun, jadilah sekarang aku telat. Bahkan aku tak sempat sekedar untuk mandi , aku hanya mencuci muka lalu gosok gigi.kulihat mama sudah pergi kesekolah nya karena rumah sudah sepi .

Aku berlari membawa sepatuku dan menuju ke pintu pagar untuk membukanya agar mobilku bisa lewat. Rambutku masih acak-acakkan karena belum disisir, kupikir untuk menyisirnya nanti ketika didalam mobil.

"lo?ngapain?"tanyaku kepada sesosok makhluk yang berada di depan pagar rumahku sambil bersandar di motor ninja merahnya.

"kamu ngapain?"tanya fauzi menaikkan sebelah alisnya.

Aku tersadar bahwa sekarang aku tengah menggandeng sepatuku dan rambutku khas seperti orang bangun tidur. Aku sedikit merapikan rambutku lalu berbicara lagi.

"gue yang nanya , lo kenapa didepan rumah gue? Pengen minta sumbangan?"

Fauzi tertawa

"awasin motor lo . gue pengen lewat." Kataku mengibaskan tanganku seperti sedang mengusir seekor kucing.

"kamu mau telat?"tanyanya "sekarang udah jam 7 lewat 20 menit, kalo naik mobil gabakal keburu"

Aku diam berfikir.

"udah gausah kebanyakan mikir. Naik gih" katanya menyuruhku naik kebelakang jok motornya.

Disepanjang jalan semua orang menatapku seakan aku ini adalah orang gila. Gara-gara fauzi aku malu hari ini , bagaimana tidak, aku sedang dibonceng fauzi tidak menggunakan alas kaki. Sepatuku sekarang sudah dikalungkan dilehernya katanya biar cepet pake sepatu nya disekolah aja. Untunglah fauzi membawa helm 2 jadi bisa menutupi rambutku yang acak-acakan ini.

Hari ini benar-benar sial, aku sedang berada diluar pagar sekolah memohon kepada satpam agar dibukakan pintu. Aku heran dengan orang disebelahku bisa-bisanya ia setenang ini.

"fa?"panggil fauzi.

Aku tolehkan wajahku kepadanya.

"percuma kamu teriak gabakal dibukain, mending kita duduk disana tu"ucapnya sambil menunjuk warung kecil yang berada di seberang sekolah.

"maksud lo bolos? Tanyaku

Fauzi diam.

"nggak , gue nggak mau. Kemaren gue udah gamasuk, gue gaboleh gamasuk lagi hari ini"

Fauzi hanya menaikkan kedua alisnya dan berjalan meninggalkanku yang masih memohon kepada satpam agar dia berbaik hati membukakan pintu untukku.

Aku menyerah , lebih baik aku menuruti saran fauzi untuk duduk diwarung seberang sekolah.

"capek"kataku ketika sudah kududuki kursi disamping fauzi.

"udah dibilangin"

"lo sering?"tanyaku

"apaan?"

"telat"

"sering"jawabnya sambil menyodorkan gorengan yang sudah ia pesan tadi.

"dari kpan lo didepan rumah gue tadi?"tanyaku lagi sambil sedikit mengibaskan tanganku untuk menciptakan angin dan mengurangi rasa panas ditubuhku.

"jam 6 lewat 15 menit"

"serius?"

"iya"jawabnya singkat

Aku diam

"kemaren saya telepon kamu"

"nggak ada"jawabku

"telepon rumah"ujarnya sambil menyuapkan gorengan kemulutnya.

"telepon rumah?" kuulangi lagi perkataannya.

"katanya telepon ke nomor kamu aja" jelas fauzi padaku.

"terus kenapa ga nelfon ke nomor gue aja?"tanyaku sedikit tertarik dengan perbincangan ini.

"gamau." Katanya datar.

"kenapa?"

"awalnya saya iseng sih nelepon ke telepon rumah kamu, pengen denger suara camer aja"jawabnya terkekeh.

Aku diam.

"gataunya camernya galak, sama kayak anaknya"

Aku tertawa, fauzi juga.

"tapi gimana bisa tau nomor telepon rumah gue?"tanyaku

"iseng, nyari di berkas bu elvi ,eh ketemu"

"nyokap bilang apa?"tanyaku.

"hallo" ujarnya meletakkan tangan kiri ke telinganya seperti seseorang yang sedang menelepon.

Aku diam.

"dia bilang gini. jodoh kamu sudah tidur , telepon aja kenomor nya ya calon mantu" ucapnya dengan suara yang dibuat-buat seperti waria.

Aku tertawa.

Setelah membayar gorengan yang kami makan tadi aku dan fauzi beranjak dari kursi dan ingin pulang. Lagian pintu pagar tak akan dibukakan oleh satpam disekolahku. Fauzi memboncengku lagi , membawaku keliling kota dengan seragam putih abu-abu yang masih kukenakan. Sekarang aku sudah mengenakan sepatuku , jadi tidak ada yang memandangku seperti tadi pagi.

"kamu sering bolos?"teriakku ditengah perjalan kami, karena pada saat itu kendaraan berisik jadi harus berbicara sedikit kencang agar terdengar.

"aku suka bolos mulai hari ini"

"kenapa?"kutanya lagi.

"karena bolos bakal jadi kenangan kita nanti"

Aku tersenyum dibelakang bahunya.

Tak terasa aku sampai didepan rumahku. Aku segera turun dari motor fauzi dan mengucapkan hati-hati untuk sekedar basa-basi. Fauzi meninggalkan rumahku. Dan aku masuk kedalam. Rumahku masih sepi karena mama memang belum pulang jam segini.

Ketika aku sudah masuk kamar. Aku merebahkan tubuhku di kasur, menatap langit-langit kamarku. Aku tersenyum mengingat semua kelakuan fauzi tadi. Segera ku ambil hp-ku dan ku ketik kan sesuatu disana.

Maaf gara-gara gue lo jadi ikutan telat.

***

Live RainbowWhere stories live. Discover now