KEMAH ITU?

2.6K 104 4
                                    

Kehadiran kami di sambut dengan tatapan tajam. Membuat kami berempat saling bertukar tatap.
"Agenda berikutnya nyari kayu bakar, buruan rapih rapih!" Tegas senior kami

Perintah tadi, jelas di tujukan untuk Gue dan Anisa. Karena tugas Nafi dan Sarah hanya menjaga tenda.

Gue dan Anisa pun lekas mempersiapkan diri untuk menyusul mereka yang sudah terlebih dahulu menuju tengah lapangan.

Mata gue terperangkap ketika menemui Kak Rethan berjalan dinatar tenda, bambu dan tambang. Tidak fokus, membuat gue tersandung dan jatuh. Untungnya, Ada Joseph yang membantu.

"Ketemu mulu nih kayanya sama Kak Reyhan?" Pekik Amazia yang menyamai langkah Gue

Gue melirik dengan lirikan datar, "Mana gue sadar."

"Emang gitu, cinta menuntun untuk di pertemukan."

Gue berdecih. Mengerti betul maksud di balik ungapan Amazia.

Kami berjalan mengikuti arahan panitia. Menuju semak belukar dan juga rawa.

Mengambil potongan dahan dan kayu kayu bekas. Joseph memang tetap yang paling baik. Dia membantu Gue untuk membawa ini semua ke tengah lapangan.

"Palingan buat api unggun." Papar Joseph

"Emang buat apaan lagi kalau bukan buat itu?" Tanya Gue yang tidak perlu di jawab

Tugas kami untuk mencari kayu bakar telah selesai. Nafi, Gue, Amazia, Sarah, Anisa, Joseph menepi di pinggi lapangan. Tertawa sampai lemas. Bahkan sampai berbaring di atas rumput karena lemas tertawa.

Ingat sekali, kala itu kami main truth or dare. Ada satu hal yang benar benar membekas di kepala gue kala itu, Joseph mendapat tantangan membantu siapa saja yang lewat untuk membawa kayu bakarnya.

Alam sedang ramah dengan kami. Kami di berikan suguhan langit yang indah. Tiupan angin yang mendampingi kami dengan lembut. Para burung kecil yang terbang rendah. Terimakasih alam, menyatukan kami dalam kemasan sederhana namun membekas dan berkesan.

Hingga tiba akhirnya, lelah kami hanya untuk sekedar tawa pun berada di ujung. Kami memutuskan untuk istirahat dan duduk.

"Kaga kerasa ya, besok udah pulang ke rumah." Amazia terkekeh tiada henti

"Awalnya kangen rumah, berubah jadi ngga mau pulang ke rumah." Lanjut Gue

Senior kami pun merangkul Nafi dan Anisa, "Apa kemah menurut kalian, setelah dua hari ini?"

"Kemah itu tanggung jawab. Tanggung jawab sama tugas, tanggung jawab buat diri sendiri." Jawab Nafi

"Kemah itu main, berpetualang, seru seruan. Kemah juga bikin saya belajar tentang cinta yang tumbuh karena kebiasaan selalu bareng." Jawab Anisa yang matanya melirik sedikit Reza yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri

Matanya seolah memberikan sinyal untuk kami, pikirannya sedang membayangkan wajah pria yang ia maksud.

"Dari kemah belajar, ngga semua bentakan dan sindiran pedas bermaksud buruk dan permusuhan. Walaupun sering di marahin karena masih kurang banyak, masih ngga tau banyak hal, tapi karena itu semua, Saya belajar jadi pribadi yang mandiri, semua hal di cari tau sendiri. Jadi, ngga cuma ngandelin yang berpengalaman, tapi bisa nyari pengalaman sendiri." Jelas Sarah

Kami pun spontan memberikan tepuk tangan. Bahasa yang dipakai layaknya menulis cerpen.

"Kemah itu, bagaimana caranya kita menyatu ke alam. Belajar mengerti alam. Belajar menghargai alam. Belajar yakin, ngga ada alam, saya nothing." Lanjut Gue

"Kemah itu salut. Salut sama orang yang mau mengerti saya. Saya yang maunya di mengerti pun belajar untuk sedikit lebih mengerti perasaan orang. Pokoknya, terimakasih 2016" Lanjut Amazia

"Kemah itu, ajang melihat orang yang di sayang bisa tersenyum senang." Lanjut Joseph yang memecahkan suasana hening menjadi tertawa keras lagi

Hari mulai gelap. Kami pun berpisah. Bagi yang pria, mereka kembali ke tendanya. Begitu juga kami yang perempuan.

"Shaf!" Panggil Joseph

Yang dipanggil pun menoleh, "Kenapa?"

Sisanya, mereka jalan terlebih dahulu. Meninggalkan Gue dan Joseph di tempat ini.

"Punya kapur ngga?" Tanya Joseph

Gue menggeleng, "Buat apaan?"

"Mau bikin lingkaran, buat kenang kenangan." Balas Joseph tertawa

Gue pun ikut tertawa

"Mau liat keindahan alam yang sederhana?" Tawar Joseph

Gue pun menaikan kedua alis, "Apa?"

"Sunset." Jawab Joseph menunjuk dengan kepalanya

"Kalau lu mau, gue mau loh nunjukin tempatnya." Lanjutnya menunduk

Gue pun berdehem, "Gimana ya." Ujar gue melipat tangan

Kepala Joseph pun terangkat dan menatap Gue.

Gue pun tersenyum dan mengangguk.

Joseph pun melompat tinggi dan berjalan lebih dulu, menunjukan tempatnya.

Sesampainya di tempat yang kami maksud. Kami duduk bersebelahan.

Tangan gue jahil, menyabuti rumput seraya memandangi sunset dan burung yang terbang semakin rendah.

"Temenan tanpa perasaan itu ada ngga sih?" Tanya Joseph

Gue pun menghela nafas, "Antara cewek cowok maksudnya?"

Joseph pun mengangguk, "Aneh aja gitu, Aneh ngga sih menurut lu?"

"Apa yang aneh?"

"Di usia remaja, sering bareng tapi ngga ada perasaan apa pun. Ngga masuk logika aja."

"Ngga semua hal, bisa di renungin lewat logika."

"Iya." Jawab Joseph tegas sambil mengangguk, "Hal perasaan contohnya."

Suasana pun hening. Gue ngga tau hal apa yang harus gue bahas bersama Joseph.

Gue juga bingung.

Harus menanggapi apa ucapan Joseph barusan.

"Balik yuk, mau shalat maghrib." Ajak Gue yang berdiri lebih dulu

Joseph pun menyusul, "Nanti malem, kalau gue ajak keliling keberatan?"

Gue menggeleng, "Sekalian mampir ya ke tenda sekolah waktu gue Sd." Pinta Gue seraya berjalan

"Yang waktu itu manggil lu Kak Putri?" Tanya Joseph tertawa malu

Gue pun tertawa menggelitik, "Yang waktu pertama dateng, lu udah sok tau aja tentang gue."

Joseph pun tertawa kecil.

"See you." Papar gue yang bergegas kembali ke tenda

🏹🏹🏹

Berawal Dari Kemah⛺ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang