Strawberry

11.7K 843 24
                                    

Jisoo berlari kencang mengejar bus yang baru saja berangkat. Dengan nafas terengah, ia akhirnya berhenti. Menyerah. Busnya sudah terlalu jauh.

"Ahh, bodoh. Kenapa aku bisa ketinggalan. Itu bus terakhir," keluhnya pasrah.

Malam memang sudah larut. Hampir jam 12 malam. Salahkan bos Jisoo yang mengurungnya di kantor untuk menyelesaikan persiapan Fashion show Summer Collection milik RV. Line clothing cukup terkenal. Salah satu customer terbesar yang dimiliki ZeeWay Organizer, dimana ia bekerja.

Dengan pasrah Jisoo berjalan menyusuri trotoar menuju apartemen yang disewanya bersama Rose. Mereka berdua sudah berteman sejak SMA.

"Ahhh, aku lapar," keluh Jisoo sambil memegangi perutnya yang mulai berisik.

Srak. Srak.
Jisoo langsung menghentikan langkahnya. Ia memandang kanan kirinya. Telinganya masih normal. Ia yakin mendengar suara tadi. Di kirinya jalanan umum yang mulai sepi. Di kirinya taman kota. Suara apa itu?

"Mungkin hanya perasaanku saja."

Srak. Ugh.
Jisoo sudah akan kembali berjalan saat suara itu terdengar lagi. Diikuti suara seperti orang kesakitan. Ia mulai takut dan penasaran. Setelah menghitung kancing bajunya, ia memutuskan untuk mencari tahu suara apa itu.

Jisoo menerobos pagar tanaman pendek di depannya dan masuk lebih dalam ke taman kota. Pohon-pohon tinggi mulai memenuhi pandangannya. Sudah lama ia tidak mengunjungi taman kota Seoul walaupun dekat.

Brugh.
Jisoo berhenti berjalan dan memandang sekitarnya. Kali ini seperti suara benda terjatuh. Bulu kuduk Jisoo mulai meremang. Ia mulai menyesali keputusannya memeriksa suara ini.

"Ukh..."

Jisoo kembali fokus begitu mendengar suara kesakitan. Dengan penasaran, gadis itu menolehkan kepalanya ke segala arah. Sampai mata coklat gelapnya menemukan sesosok orang yang terduduk menyandar pada batang pohon.

"Oh God," seru Jisoo panik. Ia segera bergegas mendekati orang itu.

Seorang wanita cantik yang nampak kesakitan. Ia mengenakan mantel tebal berwarna hitam yang membuatnya tersamar di kegelapan. Ia nampak kesulitan bernafas.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jisoo panik. Ia segera menyentuh dahi wanita itu. Terlalu dingin. Dan wajah wanita itu terlalu pucat.

Wanita itu mendongak dan mata merahnya menatap tajam ke mata coklat Jisoo. Jisoo tidak bisa menutupi rasa kagetnya. Apa itu soft lense?

"Obat, di sa na," kata wanita itu sambil menunjuk tas yang teronggok 2 meter darinya. Tepat di dekat rumpun bunga mawar merah.

Jisoo langsung bergegas mengambil tas yang di maksud. Tanpa diminta ia membongkar tas itu dan menemukan banyak barang. Ia mengabaikan dompet, buku, lipstick, dan benda lainnya. Fokusnya pada sesuatu yang mirip botol obat.

"Tablet silver," kata wanita itu lagi setelah beberapa lama Jisoo tak menemukan obat yang dimaksud.

"Ahh, ini?" Jisoo menyodorkan tablet silver itu pada wanita itu. Ia mengira benda itu hanya tablet permen.

Wanita itu dengan cepat menelan tablet itu. Ia menunduk cukup lama. Nafasnya mulai teratur. Dengan senyum manis, ia memeluk Jisoo erat-erat.

"Terima kasih. Aku Yoona," kata wanita itu.

Jisoo ikut tersenyum. "Jisoo."
©

Jisoo langsung melemparkan tubuhnya ke sofa di ruang tamu apartemen. Badannya lelah sekali. Ia ingin langsung tidur. Tapi jika ia melakukannya, Rose akan-

"Jisoo, jangan langsung tidur. Cuci muka dan sikay gigi dulu," teriak Rose dari ujung lorong dimana kamarnya berada.

Jisoo mendengus kecil. Ya, temannya satu paling berisik soal kebersihan.

"Iya, eomma."

Dengan berat Jisoo membawa tubuhnya menjauh dari sofa menuju kamar mandi.

"Tumben baru pulang?" tanya Rose yang keluar dari kamarnya dengan piyama bergambar chicken. Piyama yang Jisoo belikan.

"Lembur. Bos Yang sedang menangani order besar," kata Jisoo. Ia sibuk mengeluarkan pasta giginya yang menipis. Sulit untuk dikeluarkan.

"Ahh, begitu. Kalau kau lapar, ada pasta di kulkas. Aku mau tidur," kata Rose sambil melenggang pergi.

Jisoo hanya mengangguk karena mulutnya penuh busa. Ia sudah tidak lapar lagi. Ia hanya butuh tidur.
©

Jisoo ingin mengutuk dirinya sendiri. Ia kembali ketinggalan bus dan ia harus kembali berjalan untuk pulang.

"Dua hari ini kakiku serasa di marathon kan," keluh Jisoo.

Srak. Brugh.

Jisoo menepuk jidatnya. Tidak lagi. Ia kembali mendengar suara aneh saat melewati taman. Ia ingin mengabaikannya tapi bagaimana jika ada yang membutuhkan pertolongan seperti kemarin?

Jisoo langsung menerobos ke dalam taman. Kali ini masuk lebih dalam daripada kemarin. Ia hampir berbalik saat matanya menangkap sosok yang tersungkur di tanah.

Jisoo menghampirinya. Ia mencoba membangunkan orang itu. Pria. Sosok itu seorang pria tampan yang pucat sekali. Matanya juga merah. Jisoo merenung sejenak. Kemarin wanita yang ia tolong juga bermata merah tapi berubah setelah meminum tablet itu. Ia kira ia salah lihat. Tapi melihat ada lagi yang bermata merah membuat Jisoo takut.

"Kau tidak apa-apa?"

Jisoo tidak bisa memungkiri kalau pria ini sangat tampan. Garis rahang pria itu begitu terlihat sempurna dan kuat. Ia tergelitik ingin menyusuri garis rahang itu.

Jisoo masih sibuk memandang pria tampan di hadapannya sampai ia tidak merasa kalau pria itu sudah merengkuhnya.

Sret. Dalam sekejab, pria ia menariknya dalam pelukan dan menenggelamkan wajahnya di leher Jisoo. Ia sibuk menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menghirup aroma tubuh Jisoo.

"Hei, apa yang kau lakukan?" teriak Jisoo panik. Ia berusaha memberontak tapi pelukan pria itu terlalu kuat. Ia semakin ketakutan saat merasakan lidah pria itu menjilati lehernya.

"Hei, mesum. Apa yang-eughhh."

Teriakan Jisoo menghilang saat dua taring tajam pria ia menancap di lehernya. Kepala Jisoo mulai pening. Ia bisa merasakan rasa panas dan nikmat menjalari tubuhnya seiring dengan darah yang mengalir keluar dari tubuhnya. Pikiran Jisoo mulai mengabur hingga menggelap.
©

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang