Blurry

4.1K 627 31
                                    

Jisoo memandang tiga pria dan 2 wanita yang ada di hadapannya dengan bingung.

"Bagaimana kalian bisa masuk apartemenku? Dan kenapa bisa berantakan seperti ini. Apa yang ka-"

Brugh

Jisoo jatuh pingsan tepat di hadapan vampir klan Vigour. Vampir itu nampak kaget karena melihat Jiyong baru saja memukul tengkuk Jisoo sampai gadis itu pingsan.

"Hapus ingatannya, Dara. Bereskan semua ini Jaewon,  Mino. Dan Jinwo, rubah ekspresi wajahmu itu."

Beberapa detik setelahnya tidak ada yang bergerak. Jiyong berdecak kesal sambil melototi semuanya. Jaewon dan Mino langsung membereskan barang yang hancur. Dara mendekati Jisoo tapi ia belum bergerak untuk menghapus ingatan Jisoo.

"Jiyong, bagaimana segelnya? Ada darah vampir di tubuhnya. Dia sudah memiliki mate bukan? Apa obatnya akan bekerja?" tanya Dara cemas. Tangannya dengan lembut mengusap wajah Jisoo. Wajahnya berubah sedih.

Belum sempat Jiyong menjawab pertanyaan Dara,  Jinwo sudah memotongnya.

"Hyung, boleh aku memeluknya?" tanya Jinwo pelan. Wajahnya berubah sedih. Dari tadi ia tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari Jisoo.

Jiyong melihat Jinwo sekilas sebelum mendekati adik klannya itu hanya untuk menepuk pundaknya.

"Lakukan saja, dia adikmu bukan?" seloroh Jiyong singkat. Ia berjalan ke dapur dan langsung duduk di meja makan. Matanya mengamati sekelilingnya dengan cermat. Ia harus melakukan sesuatu agar Jisoo aman dirumah ini.

Sementara Jinwo langsung berlutut di dekat Jisoo. Dengan cepat ia merengkuh tubuh mungil Jisoo dengan lembut.

"Maafkan oppa, Chichu. Maafkan oppa yang tidak bisa melindungimu," bisik Jinwo di telinga Jisoo.

Dara membuang muka. Tak sanggup melihat Jinwo seperti itu.

"Dara, Jisoo belum mated. Dia memiliki mate, memang iya. Tapi belum ditandai. Aku tidak tahu bagaimana ada darah vampir di tubuhnya. Dia harus menyelesaikan semua tahap mated baru bisa melepas segelnya. Aku akan bicarakan ini dengan Seungri. Agar dia memperkuat segel darah Jisoo. Kita tidak mau ilmuwan gila itu menemukan Jisoo," jelas Jiyong panjang lebar. Ia memperhatikan Dara lekat-lekat. Mate nya itu tertekan. Ya, mate nya sudah mengorbankan banyak. Membuang adiknya sampai harus melihat adiknya yang lain begitu tertekan.

Dara hanya mengangguk singkat. Dengan tangan bergetar,  ia mengeluarkan obat penghilang ingatan. Ia menyuntikkan obat itu ke tangan Jisoo. Ia bersyukur selalu membawa peralatan obatnya kemana pun ia pergi. Jujur saja ia lebih suka memberikan obat melalui suntikan untuk korban yang tidak sadarkan diri. Lebih mudah.

"Kalian pulang sana," usir Jiyong pada Jennie, Jaewon, Mino dan Jinwo.

Yang disuruh pun hanya menggerutu tak jelas tapi mengikuti perintah kakak klan mereka. Jinwo paling terakhir. Pria cantik itu memeluk Jisoo cukup lama sebelum mengikui temannya.

"Aku tidak tahu kau punya adik, Jin," kata Mino.

Jinwo hanya membuang muka dan kembali melirik Jisoo yang masih tidak sadar. "Dia terpisah dariku sudah lama. Aku tak heran kalau kau lupa."

Jaewon mendengar pembicaraan Jinwo dan Mino. Ia terlihat berfikir keras. "Sepertinya aku pernah melihat foto lama Jisoo dirumahmu."

Jinwo menoleh kaget pada Jaewon sebelum mengangkat bahu tak peduli. "Kalau kau seteliti Jaewon, kau akan tahu banyak hal, Mino. Kau sering sekali menyelinap ke rumahku."

Mino hanya tertawa mendengar sindiran Jinwo. Sementara Jennie hanya menggerutu kecil karena diabaikan oppa oppa nya itu. Keputusannya untuk jalan-jalan justru menimbulkan masalah. Mungkin ia harus mencari teman jika ingin keluar.
©

Taeyong hanya diam memandang langit gelap di kota Seoul. Udara malam yang dingin mulai mencekam. Sudah satu minggu lebih sehari. Ia tidak bisa melupakan gadis strawberry nya itu. Entah kenapa ia selalu mengingatnya. Terkadang ia mencium wangi strawberry di sekitarnya. Padahal tidak ada siapa-siapa.

"Taeyong."

Panggilan Jaejoong memecah ketenangan Taeyong. Dari nada suaranya, Taeyong tahu kakaknya itu sedang serius. Segera ia masuk ke dalam apartemennya.

"Ada apa hyung?" tanya Taeyong bingung. Matanya melihat sosok Donghae, kakak satu klannya. Aneh. "Hai hyung. Lama tak melihatmu."

Donghae hanya tersenyum sambil mengangkat tangan kanannya. Ia melirik Jaejoong yang masih duduk tegang di dekatnya. Ia menggelengkan kepalanya.

"Kau ini hanya perlu memberitahu semuanya pada adikmu. Bukannya memikirkan yang aneh-aneh," tegur Donghae.

Jaejoong menatap sebal pada temannya itu. Tangannya secara naluriah mencomot buah apel di depannya dan langsung memakannya.

"Itu tidak mudah," balas Jaejoong. Ia segera berbalik menatap Taeyong lekat-lekat. "Duduklah," titahnya.

Taeyong menurut. Ia memandang bingung pada dua vampir yang jauh lebih tua darinya itu.

Jaejoong menghela nafas pendek sebelum mengunci tatapan adiknya. "Besok lusa kau harus datang ke dewan Vampir. Akan diadakan upacara penentuan tipe kekuatanmu. Ahhh bagaimana mengatakannya."

Jaejoong yang nampak frustasi lantas mengacak rambutnya. Ia melirik Donghae dan meminta temannya itu untuk membantu.

"Kau ini," keluh Donghae. Walaupun ia melakukannya juga. "Kau harus menyiapkan dirimu untuk upacara itu. Kami memberitahumu tentang ini karena upacara ini berbeda dibanding upacara biasa."

Taeyong mengernyitkan keningnya. Bingung. "Maksud hyung? "

"Upacara ini bersamaan dengan upacara pencarian Guardian. Aku tidak tahu pasti. Tapi kabarnya Aria sudah ditemukan. Peramal empat klan utama Serenity, Vigour, Lunate dan Fairish mengatakan kalau Aria hampir terbangun. Jadi kita memerlukan Guardian untuk menjaganya."

"Dari ilmuwan gila itu," sahut Jaejoong. "Jika Aria sampai ditangkap ilmuwan half vampir gila itu, kesimbangan dunia akan hancur."

"Kenapa?" tanya Taeyong. Jangan salahkan dia jika tidak mengerti. Ia lebih senang berkelahi dibanding membaca buku.

"Darah Aria bisa memurnikan vampir half dan mud. Jika semua vampir berdarah murni, pasti akan terjadi perang besar memperebutkan kursi kepemimpinan."

"Bukannya itu bagus hyung. Jika semua berdarah murni, tidak akan ada lagi penyerangan untuk mengambil darah pure," kata Taeyong.

Jaejoong menggeleng. "Tidak Taeyong. Baik manusia maupun vampir, sama-sama memiliki sifat tamak. Sifat itulah yang merusak semuanya."
©


Setelah pembicaraan serius dengan kakaknya, Taeyong memilih untuk pergi jalan-jalan. Entah kenapa kakinya membawa tubuhnya kembali ke hutan dimana ia bertemu Jisoo.

"Strawberry girl," bisiknya. Mengingat gadis itu sudah cukup menggariskan senyum di wajahnya.

Srek.

"Loh, Taeyong,  sedang apa disini? "

Taeyong berbalik cepat. Mata coklat terangnya langsung bertatapan dengan mata gelap gadis yang baru ia pikirkan.

"Jisoo? "

Jisoo tersenyum manis. "Bagaimana kabarmu? "

Taeyong terdiam. Ia menatap Jisoo lekat-lekat. Di depannya memang Jisoo. Tapi kenapa ia tidak bisa mencium aroma strawberry dari tubuhnya?

"Wangimu berbeda," bisik Taeyong pelan.

Jisoo tidak mendengarnya. "Huh apa?"

Taeyong tidak menjawabnya. Ia segera bergerak mendekati Jisoo dan langsung menariknya dalam pelukan. Instingnya benar. Ada vampir mudblood yang mengikuti Jisoo.

"Apa maumu? " geram Taeyong kesal. Ia menahan tubuh Jisoo agat tetap di pelukannya. Ia pun menahan kepala Jisoo yang sudah ingin menoleh.

Vampir mudblood itu nampak kesakitan. Wajah keriputnya semakin menakutkan dengan mata cekungnya.

"Darah. Aku mau darahnya."

"Langkahi dulu mayatku."
©

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang