White Lie

4.8K 691 20
                                    

Yoona sibuk membolak-balikkan majalah yang ada di tangannya. Jaejoong sibuk mengaduk-aduk kimchi dan nasi di mangkuk untuk ia makan.  Taeyong hanya berdiri di dekat jendela.  Memandang jauh pemandangan kota Seoul dari jendela kaca apartemennya.

"Hei, oppa. Kalau melebihi 10 ml apa yang akan terjadi?" tanya Yoona tiba-tiba.

Jaejoong yang sudah akan memasukkan nasi ke dalam mulutnya berhenti. Ia mengumpat dalam hati. Sejak tadi ia ingin makan tapi selalu diganggu. Ia memang tak lapar karena matenya sudah memberinya darah kemarin. Tapi kecintaannya pada makanan manusia membuatnya suka memasak dan memakan makanan manusia.

"Yoon,  kau selalu mengganggu acara makanku. Bisa kau diam sebentar, " complain Jaejoong sebelum memakan nasinya.  Ia mengabaikan ekspresi manyun adiknya yang cerewet itu.

"Cih,  kau kan tidak butuh itu oppa, " balas Yoona. Ia terkadang iri pada Jaejoong yang sudah memiliki mate. Ia ingin segera menemukan matenya tapi dimana ia mencarinya?

Setelah suapan ketiga,  Jaejoong meletakkan mangkuknya. "Hmm ada dua kemungkinan jika melebihi dosis."

Taeyong langsung berbalik dan memperhatikan hyung nya. Ia selalu kagum dengan kepintaran hyungnya tentang obat. Kecintaannya pada obat membuat hyungnya itu menjadi peramu obat terkenal di dunia vampir. Tidak semua vampir memiliki bakat alami. Ia sendiri pun tak tahu apa bakatnya selain berkelahi. Kalau noona cerewetnya itu memiliki bakat mengobati luka kecil sampai sedang hanya dengan sentuhan.

Jaejoong menopang dagunya. Matanya menatap lurus ke depan tanpa fokus. "Satu, efek ringannya manusia itu akan kebal pada penyakit selama kurang lebih 3 minggu tergantung pada berapa tetes yang terlewat. Taeyong memberinya ekstra 3 tetes jadi aku rasa 3 minggu."

Jaejoong kembali memakan nasinya tanpa mempedulikan ekspresi menunggu dan penasaran yang ditujukan oleh Yoona dan Taeyong.

"Hyung. "

"Oppa. "

Jaejoong terkekeh mendengar teguran adik-adiknya. Kekehan itu langsung hilang saat ia kembali pada pembicaraan seriusnya.

"Yang kedua,  manusia itu akan berubah menjadi mudblood. Manusia yang diubah menjadi vampir seperti yang dilakukan ilmuwan gila itu. Jika tubuhnya menerima ia bisa menjadi half tanpa klan tapi jika tubuhnya menolak ia akan menjadi mudblood.  Tapi untuk yang ini kau harus memasukkan paling tidak 1 liter darah vampir ke dalam tubuhnya. Ini kenapa kita bersembunyi dari ilmuwan gila itu. Ahhh aku ingin sekali menangkap ilmuwan gila itu. Sudah banyak nyawa vampir hilang karena percobaan konyolnya. Dia tidak tahu kalau mengubah manusia itu tidak dengan donor darah."

Taeyong terdiam. Entah kenapa perasaannya tak enak. Ia ingin hyungnya meneliti darah Jisoo tapi ia tidak ingin menyeret gadis itu ke dalam bahaya. Tapi kenapa darah Jisok terasa berbeda di lidahnya. Darah itu bisa menahan blood lustnya hampir menyamai mate. Darah itu terlalu manis. Ini darah pertama yang ia minum bisa semanis ini. Walau dalam keadaan sakit,  rasa manis itu terlalu kuat. Apa yang sebenarnya terjadi?
©

Jisoo merasakan tubuhnya seolah melayang. Ia seperti terbaring di atas awan. Ia tidak ingat memiliki kasur seempuk ini.  Bedcover nya pun terasa begitu lembut dan nyaman.  Jika kasurnya memang terasa begini nyaman,  ia yakin ia tidak akan pernah bangun.

"Huahhh. "

Jisoo menguap lebar saat matanya memaksa untuk terbuka. Sedetik kemudian mata itu tertutup. Silau cahaya matahari menerjang matanya.  Seingatnya jendela kamarnya membelakangi matahari terbit.  Apa ini matahari tenggelam?

Jisoo segera tersadar.  Ia memandang sekitarnya dengan panik.  Ia tidak mengenali sekitarnya.  Ia melihat desain minimalis tapi mewah di sekitarnya. Sangat berbeda jauh dengan kamarnya yang minimalis tapi dengan bahan seadanya.

"Ya!  Dimana ini? " seru Jisoo panik.  Ia segera turun dari kasur sebelum memegang kepalanya yang tiba-tiba pening.

"Sebaiknya kau duduk dulu kalau tidak ingin pusing, " celutuk Taeyong.  Sejak tadi ia duduk di sofa tepat di depan ranjang dimana Jisoo tidur. Sebuah keajaiban baginya,  saat Jisoo terbangun bukan ia yang dilihat pertama kali.

Kepala Jisoo langsung berputar cepat ke arah Taeyong sampai lehernya sakit. Ia menatap Taeyong. Kaget. Terpesona. "Siapa kau? Dan dimana ini? "

"Ah, maafkan aku. Tadi malam aku melihatmu pingsan di rooftop. Jadi aku membawamu ke apartemenku."

Jisoo memiringkan kepalanya. Ia mencoba memutar ingatannya. Ia sedang bekerja lalu merasa tak enak badan hingga bos Yang mengizinkannya pulang. Lalu bukannya pulang,  ia malah terdampar di rooftop hanya untuk memandang kota Seoul  dari ketinggian. Lalu ia pusing dan blank. Ia tidak ingat apapun.

"Ah iya. Terima kasih sudah menolongku," ucap Jisoo tulus. Ia menundukkan kepalanya sedikit. Ia masih sedikit pusing.

"Sama-sama," kata Taeyong.  Ia membuang muka. Ia merasa tidak lantas diberi ucapan itu.  Ia bukannya menolong gadis itu. Ia justru menempatkan gadis itu dalam bahaya.  Mungkin lebih baik ini adalah pertemuan terakhir bagi mereka. Ia harus menghindari gadis itu.

"Ini tasmu. Aku akan mengantarmu pulang, " kata Taeyong. Ia mengulurkan tas ransel kecil milik Jisoo. Ia tidak mengecek apapun yang ada di dalamnya. Ia bukan noona nya yang kepo tingkat akut.

"Terima kasih, ehh siapa namamu? " Jisoo memandang pria tampan di depannya penasaran. Wajah itu nampak familiar. Seolah ia pernah melihatnya entah dimana. Apa pria itu artis?

"Taeyong,  Lee Taeyong."

Jisoo tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya. "Kim Jisoo imnida,  senang berkenalan dengan anda."

Taeyong mau tak mau menerima jabat tangan Jisoo. Keduanya sempat terdiam saat tangan itu saling terkait. Ada desiran aneh yang mereka rasakan saat tangan mereka saling menyentuh. Jisoo mendongak. Menatap Taeyong dengan tatapan bingung. Sementara Taeyong menelan ludah dengan susah payah saat mata indah Jisoo terkunci dalam tatapannya.

Ada yang salah dengan mereka....

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang