Satu

2.3K 225 45
                                    

Sekarang.

Untuk kesekian kalinya, aku kembali ingin memastikan bahwa Edward-- teman baikku satu-satunya--tidak sedang sakit jiwa.

"Ed, lo baik-baik aja, kan?" Tanyaku.

"Alhamdulillah, sehat, Yo. Lo sendiri gimana? Fine-fine aja, kan?" Edward terdengar ceria.

"Ya .... , gitu deh. Tapi agak nyesek juga, sih, nggak ada lo."

Terdengar suara tawa Edward dari seberang . "Alah, lebay lo. Jadi laki-laki itu nggak boleh lembek. Baru juga lima tahun nggak ketemu. Santai aja."

"Santai ndhas mu. Lima tahun itu lama, kampret!"

"Eit. No kata-kata kasar."

"Eh. Sorry, sorry. Nggak sengaja." Aku menggaruk-garuk kepala.

"Yo, yo ...., mending lu nikah aja deh. Supaya nggak mikirin gue mulu. Kurang kerjaan banget. Umur-umur kayak lo itu mustinya udah punya istri!"

"Belum nemu yang cocok, Ed." Jawabku cepat.

"Standar Miss Universe, sih lo! Makanya susah--"

Tut .... , tut ....,

"Halo? Halo? Ed? Halo?" Tanyaku berulang-ulang.

Sambungan terputus.

"Jaringan sialan!" Pekikku jengkel.

Kucoba menelepon ulang, menelepon Edward kembali. Aku hilir mudik tidak sabaran.

Tut.

Terdengar suara seorang wanita muda menjawab panggilanku, "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah untuk--"

"Operator sialan!" Mataku melotot, nada suaraku meninggi.

Hape-ku tiba-tiba berbunyi bersamaan dengan teriakanku. 1 SMS masuk. Dari Edward :

Jaringan di sini emang jelek. Maklum pelosok. Nanti gue coba telpon lo balik. Gua lagi ada musyawarah sekarang.

Aku menggembungkan pipi, melempar hape ke kasur, kemudian ikut menghempaskan tubuh ke spring bed yang empuk itu.

Gila lo, Ed. Batinku.

***

5 Tahun yang lalu.

"Lo yakin, Ed?" Tanyaku memastikan.

"Yeee .... , musti berapa kali dibilangin, sih. Gue udah haqqul yaqin, Yo. 100 % mantap deh pokoknya. In Sya Allah. Gue jalan dulu ya. Assalamu'alaikum."

Itulah kalimat terakhir Edward sebelum meninggalkan Jakarta, kota kelahirannya, menuju negeri antah berantah sendirian, tanpa keluarga.

"Wa 'alaikumussalam." Aku memandangnya dengan wajah bingung sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mendengar omongan-nya tadi, aku langsung jadi curiga, jangan-jangan ada yang tidak beres dengan isi kepala anak ganteng itu.

EDWARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang