Sembilan

377 8 0
                                    

Aldira tiba – tiba terjaga dari mimpinya. Dia memerhatikan sekelilingnya, berusaha meyakinkan diri bahwa semua yang terjadi tadi hanyalah sebatas mimpi. Ia bersyukur ia berada di kamar kostnya dengan Vinta yang masih terlelap disisinya, ternyata dirinya memang telah kembali ke dunia nyata. Sebenarnya mimpinya tadi tidak buruk, malah menyenangkan. Namun apakah memimpikan kenangan bersama seseorang yang pernah menyakiti perasaannya dapat digolongkan mimpi indah ?

Dira memejamkan matanya, bayangan laki – laki itu masih berada di pelupuk matanya. Kilasan mimpi tadi kembali menghampiri pikirannya.

"Lombanya kapan sih, kang ? Besok ya ?" tanya Dira sembari menyerahkan sebotol air mineral.

"Iya besok, doain akang ya supaya menang," ucap laki – laki itu.

"Pasti menang kok, akang kan udah jago manjatnya !" ujar Dira sambil tertawa. "Mmm... Besok mau nonton boleh gak ? Pengin nyemangatin."

"Nanti aja ya sayang, kalo udah masuk final. Lombanya kan dua hari, finalnya pasti di hari ke dua," ia berhenti sejenak untuk meminum air mineral yang barusan Dira bawa. "Kalo akang menang, itu buat kamu, Ra," Kendra menggenggam tangan Dira erat.

Ada gejolak aneh di dasar perut Dira. Rasa hangat menjalar di dalam dada dan wajahnya. "Ih, tangan aku jadi kotor kena bubuk magnesium !" Dira melepaskan genggaman Kendra sambil tergelak, lalu menyolek pipi Kendra dengan bubuk magnesium dan mereka tertawa bersama.

Dira kembali membuka matanya. Kenangan sialan itu datang kembali lewat mimpinya sehingga ia teringat lagi padanya. Kendra Dewandanu, teman Rizky dan juga mantan pacar Dira sewaktu kelas X SMA. Sudah lama Dira dan Kendra berpisah, namun ternyata hati Dira masih saja terluka jika teringat tentangnya. Sejak itu Dira memutuskan untuk menutup hatinya. Kekecewaan yang pernah ia alami membuatnya ragu untuk jatuh cinta lagi. Berulang kali Dira berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa Kendra cuma sebatas kenangan dari dirinya yang dulu. Dirinya yang berusia 15 tahun. Susah payah dia berupaya untuk tak mengingat Kendra lagi, namun mengapa kenangan itu malah datang lagi ?

Waktu menunjukan pukul 04:30, Dira memutuskan untuk mandi dengan harapan siraman air dingin pada tubuhnya dapat meringankan perasaannya dan menghilangkan bayangan Kendra dari pikirannya.

"Vin, bangun heh. Mau kuliah kagak ?" ujar Dira pada Vinta yang masih terlelap. Namun Vinta tidak bergeming. Kebo banget ini anak. "Alvinta bangun ! Bang Adi udah dateng tuh mau jemput kamu kuliah !" dusta Dira.

"Hah ? Apaan ?" Vinta segera bangun dan duduk di kasur. "Serius ? Jam berapa sekarang ?"

"Jam 5, haha. Aku bercanda, abisnya susah banget dibangunin," Dira tergelak melihat tingkah Vinta.

"Gila lo Dira !" Vinta memukul sahabatnya itu dengan bantal.

Kegiatan perkuliahan pada babak kedua telah dimulai sejak dua minggu yang lalu. Para mahasiswa kembali pada rutinitas dan kesibukan yang menyita banyak waktu, tenaga, serta pikiran mereka. Begitu pula dengan Dira dan Vinta. Pada semester ini, mata kuliah yang mereka dapat tidak terlalu banyak, namun beban SKS semakin berat pada tiap mata kuliahnya. Belum lagi agenda kegiatan himpunan telah mengantri untuk dilaksanakan.

Sejak kenangan itu datang melalui mimpinya, Dira jadi sering melamun. Iapun jadi lebih banyak diam daripada biasanya. Kondisi fisiknya pun terpengaruhi, wajahnya sering terlihat pucat dan ia sering merasa pusing jika bangkit dari duduk atau tidur.

"Kamu sakit, Ra ? Akhir – akhir ini keliatannya pucet mulu," tanya Vinta malam itu.

"Gak apa – apa kok, Vin. Cuma kayaknya tekanan darah aku lagi rendah aja."

Sedekat NadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang