Enam Belas

286 9 0
                                    

Waktu masih menunjukan pukul 03:00 dini hari. Dira pun masih terlelap dalam tidurnya, hanyut dalam buaian mimpi yang hanya ia ketahui seorang diri. Udara dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Dira yang bergelung di balik selimut nampak tertidur begitu nyenyak. Namun tiba – tiba Vinta menggoncang – goncangkan tubuhnya sambil setengah berteriak memanggil namanya. Dira terbangun karena terkejut. Nafasnya tersengal dan jantungnya berdegup cepat. "Kenapa ?!" tanyanya panik.

Giri muncul di ambang pintu kamar kostnya. Dira semakin bingung apa yang tengah terjadi. "Ganti baju kamu dalam waktu 10 menit. Kalo gak, aku bakal bawa kamu dengan pakaian seperti itu," Kemudian Giri keluar sembari menutup pintu kamar kost Dira.

"Ada apa sih ?!" tanya Dira tak mengerti. Kesadarannya belum kembali seutuhnya.

"Udah deh kamu nurut aja. Ganti baju kamu sekarang, Ra. Kamu mau keluar cuma pake kaos dan celana pendek aja ? Bandung dingin loh," ujar Vinta sambil menyerahkan sebuah celana kargo, kemeja flanel, dan jaket hoodie.

"Sejak kapan kamu berkomplot dengan Giri ?" tanya Dira sambil melotot.

Vinta tergelak. "Hei, Giri itu adik aku. Sudah pasti aku berkomplot dengannya."

"Shit !" maki Dira. Ia merasa dijebak oleh kakak beradik sialan itu. Ia lalu mengganti pakaiannya segera. Belum sempat ia selesai menyisir rambutnya, Giri kembali membuka pintu lalu mengamit tangannya. Menariknya keluar dari kamar kost. "Hei ! Aku belum selesai nyisir rambut !" Dira berusaha menepis tangan Giri.

"Gak ada waktu, Ra. Nanti telat," ucap Giri tanpa melepas genggamannya. "Semua barang yang aku minta udah di pack kan, Vin ?" Vinta mengangguk sebagai jawaban lalu menyerahkan backpack milik Dira yang nampak terisi penuh pada Giri. Giri mengambil backpack itu dan kembali menarik Dira keluar dari rumah kostnya. Giri kemudian duduk diatas KLX-nya. "Bawa ini," perintah Giri pada Dira sambil menyerahkan backpack itu pada pemiliknya. Entah mengapa Dira hanya menurut pada kata – kata laki – laki itu. "Naik, Ra," perintahnya lagi setelah ia mengenakan helmnya.

"Mau kemana sih ? Ini masih pagi banget !" Dira tak mengindahkan perintah Giri.

"Naik, Ra ! Pake helmnya," kata Giri sambil menatap tajam padanya. Dira akhirnya menyerah dan menuruti kata – kata Giri. Setelah memastikan Dira sudah mengenakan helmnya, Giri langsung menyalakan motornya. "Pergi dulu, Vin," pamitnya pada Vinta.

"Sip, sukses ya !" Vinta melambai pada mereka berdua.

Giri langsung melajukan KLX-nya dengan kecepatan tinggi. Menembus jalanan Kota Bandung yang masih gelap dan sepi. "Dasar gila ! Kita mau kemana sih ?" Dira masih berusaha bertanya kemana arah tujuan mereka.

"Tempat kejayaan aku," jawabnya pendek. Giri menambah kecepatan motornya sehingga membuat Dira mencengkram jaket Giri. Mereka melintasi Jalan Setiabudi, Dira berusaha keras untuk menebak kemana arah mereka akan pergi. Namun terlalu banyak kemungkinan, hal ini membuat Dira kesal.

Jalanan menjadi berkelok – kelok, terkadang menanjak. Tanpa Dira sadari mereka berdua sudah berada di Jalan Raya Lembang. Giri membelokan motornya menuju daerah Jayagiri yang merupakan kaki Gunung Tangkuban Parahu. Dira baru menyadari sesuatu. "Kejayaan aku ? Jaya... Giri ?" ucapnya pelan. "Kita mau ke Jayagiri ?" Dira kembali menanyai Giri, namun ia tak mendapatkan jawaban.

Giri memakirkan KLX-nya di tempat parkir Taman Junghuhn. Dira menyerahkan helmnya pada Giri lalu menatap sekitar. "Ri, ini kan masih gelap."

"Ganti sandal kamu, Ra," ucap Giri tanpa menghiraukan kata – kata Dira barusan. "Di dalem tas kamu ada trekking shoes kamu."

Sedekat NadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang