Make me the One. Dont ever hurt me, too much people do that to me. Heartache.
.....
"Eommoni.. " Aku membuyarkan lamunan eomma ku. "Waeyo?"
"Kemari, duduklah" dia memintaku lembut sambil menepuk-nepuk tempat kosong yang berada di sampingnya.
Aku tak menurutinya, Aku duduk sedikit jauh darinya. Lalu ia melambaikan tangan agar aku mendekat padanya.lagi.
"Maksudku duduk disebelahku, eomma sangat merindukanmu" ucapnya menegaskan.
"Uhm ne" kupersempit jarak antara aku dan Eomma.
Dipelukku erat olehnya. "Eomma wae?"
"Mianhae Kia.. Eomma merasa bersalah padamu"
Aku rasa tsunami akan datang setelah ini, tapi tidak, kutahan airmataku agar tidak mengalir, juga aku dibuat bingung olehnya.
"Maaf untuk apa Eomma? Kia ga ngerti" dilepas pelukannya dariku lalu berpindah memegang kedua tanganku.
"Mungkin ini akan jadi pertemuan Kita yang terakhir" eomma menatapku dan mencoba membuatku percaya padanya. Ku alihkan pandanganku ke Pintu yang masih terbuka. "Tatap Eomma"
"Wae.. Waeyo?? Apa Eomma belum puas dengan perlakuan Eomma padaku selama ini? Dan apa maksud Eomma mengatakan itu semua padaku? Apa Eomma punya penyakit serius sehingga Eomma berani bicara seperti itu padaku??hah" aku sedikit terkekeh, kulanjutkan menatap mata Eomma tanpa membiarkannya berkedip sekalipun.
"Itu.. " pandangan Eomma teralih oleh semua perkataanku. "Eomma minta maaf Kia, tapi untuk hal ini Eomma benar-benar harus mengatakannya padamu sebelum oranglain yang mengatakannya"
"Eoh, malhaebwa"
"Hari ini sidang keputusan perceraian Eomma dengan Appamu dan-"
"Mwo!! Wae irae?? Wae wae wae?? Nan ttaemune?"
"Tidak sayang.. Ini sudah menjadi keputusan Eomma dan Appamu"
"Andwae! ini bukan keputusan Kia Eomma. Dan kenapa Kia baru diberitahu sekarang setelah sidang keputusan berakhir, wae?"
"Jeongmal mianhae Kia.."
"Dugaan Kia selama ini memang benar, Eomma dan Appa ga sayang sama Kia. Kia benci Eomma dan Appa" aku bergegas keluar lalu kulajukan mobilku menjauhi rumah. Entah, aku tak tahu, kepalaku sangat pusing sekarang. Aku bisa gila dengan kenyataan pahit ini.
....
Author's Prov
Park Jisan berada diatap sekolah seperti biasa. Dari raut wajahnya seperti ada sesuatu yang mengganggunya. Memejamkan mata dan mendongak keatas yang ia lakukan.
"Neon Gwaenchanha?" terdengar suara samar-samar yang semakin jelas diiringi dengan langkah yang semakin mendekat.
"Nugu?" Jisan memastikan tanpa merubah posisi sedikitpun.