TENTANG RAKA

38 15 3
                                    

Raka berjalan lemas, lapar melanda perutnya. Suaranya terdengar meraung-raung bak singa kelaparan. Untungnya persediaan kulkas masih penuh. Dalam hati bergumam syukur terucap.

Langkah kakinya membawanya sampai ke depan pintu. Tangannya meraba gagang pintu dan mulai memutarnya. Sepi. Samuel tak mungkin bangun dengan cepat mengingat hari ini adalah hari minggu. Segera saja Raka menaiki tangga menuju kamar yang posisinya di lantai dua itu.

Andai-andai merasuki pikiran Raka. Lain kali akan aku bikin sebuah lift. Gumamnya sambil terkekeh kecil.

Anak tangga demi anak tangga dia lalui dengan malas hingga sampai di depan pintu kamarnya. Sekejap dia berhenti dan mendengar sesuatu. Suara dari balik kamarnya. Sejurus kemudian Raka segera membuka pintu kamarnya.

CKLAKK!
Suara gagang pintu.
Raka terperanjat melihat sesosok makhluk aneh. Tak mengenakan baju dan hanya mengenakan celana boxer warna hijau.

"Tuyul...!" teriak Raka keras, kemudian dia membungkam mulutnya.
"Eh, kolor ijo...!" teriaknya lagi.
Laki-laki itu hanya melongo memandangi Raka.
Siapa lagi dia? Kalau bukan Samuel.

"Berisik banget lo, Nyed." sahut Samuel santai.
"Eits- lo ngapain di kamar gue? Mau nguntit lo?" tanya Raka sambil mencopot sepatunya.
"Ogah! Gue numpang main PS ya, Bang."
"Laen kali lo kalau masuk kamar gue ijin dulu dong!" perintah Raka sambil memanyunkan bibirnya.
"Et-dah, Bang. Lo aja masuk kamar gue suka gak ijin." sahut Samuel acuh tak acuh.
"Ya kan pas ada lo, Nyed!" sahut Raka sembari memasang muka datar.

Raka berjalan dan duduk di samping Samuel. Samuel melirik ke arah Raka sebentar kemudian fokus kembali ke arah stik PS nya. Raka merogoh dompet yang ada di saku celananya. "Nih liat, dompet gue tebel." sambil memamerkan dompetnya yang tebal itu.

"Cih." sahut Samuel singkat sambil melirik sinis.
"Dompet gue mah tebel, Nyed. Gak kayak dompet lo, trepes kayak ban motor yang udah aus. Hahaha." ledek Raka sambil menggoncang-goncang tubuh Samuel.

"Apaan sih, Bang norak banget." sahut Samuel sambil menautkan alisnya.
"Nih, Atu... Ua... Iga... Emm---. Wait. Lho, fotonya mana?" Raka baru tersadar foto yang tadi ada di dompetnya tiba-tiba menghilang. Kini kepanikan melanda Raka. Dia bagai kehilangan harta bendanya yang paling berharga. Dia mulai panik mencari foto itu di semua sudut ruangan kamarnya.

Memandangi Abangnya yang tengah dilanda kepanikan. Senyum senang terukir di bibir Samuel. "Nyari apaan, Bang?" tanya Samuel dengan ekspresi meledek.

"Nih, pasti lo nih. Balikin gak fotonya?" sahut Raka dengan nada serius.
"Lah, gue ngapain emang? Masih untung gue temuin kalo enggak udah kena sapu dah tuh." jawab Samuel enteng.
"Kan bener dugaan gue. Siniin nggak?" sedikit terlihat lega perasaan Raka karena fotonya tidak hilang.
"Ada noh di bawah tumpukan buku. Jadi?" kata-kata Samuel menggantung.

"Jadi apanya?" selidik Raka sambil menoleh ke arah Samuel. Raka mencium bau-bau curiga dalam diri Samuel.

"Itu cewek yang lo suka, Bang?" tanya Samuel.

"Gak... Dia temen gue!" jawaban Raka yang ringan itu membuat samuel meletakkan stik PS nya. Tangannya kini diletakkan di di belakang kepalanya.

"Gak usah bohong, Bang. Cewek itu masalalu lo kan? Kayaknya cantik juga ya. Sayangnya fotonya dari samping sih. Jadinya gak kelihatan jelas." celoteh Samuel.

"Ngomong-ngomong namanya siapa, Bang?"

Raka hanya mematung sambil melihat ke arah jendela. "Bukan urusan lo, Sam." sahutnya singkat.

"Namanya... Dina? Benar?" tanya Samuel lagi.

Sontak nama itu membuat Raka menoleh ke arah Samuel. Lo tau darimana, Sam? Gumam Raka.
Raka berjalan ke arah Samuel pelan. Dia menarik tangan Samuel yang masih menyangkut di kepalanya itu. Samuel melirik ke arah Abangnya. Terlihat raut muka Raka berubah menjadi serius. Tersentak hati Samuel ini menandakan Abangnya ingin penjelasan darinya.

"Wo... Wo... Wo... Stay cool, Bang." ucap Samuel sambil membenarkan posisi duduknya. Kini Samuel dan Raka duduk berhadapan. Masih dengan tatapan tajam seorang Raka. Dalam posisi ini seorang Raka menjadi sepuluh kali lebih menakutkan.

"Darimana lo tau soal Dina? Berapa kali gue bilang? Jangan pernah ngorek-ngorek informasi soal kehidupan pribadi gue!" Raka menatap dingin adiknya.

"Eng... Gak kok, Bang. Gu... Gue... Tau nama cewek itu soalnya di balik foto itu kan ada namanya. My Love -Dina-." jawab Samuel terbata-bata.

Krik.
Krik.
Krik.
Sunyi, tatapan Raka masih saja sinis. Tapi Samuel merasa nyawa Raka sedang tak berada di sini. Itu artinya Raka sedang berpikir tentang sesuatu.

Tiba-tiba.
"You are so SMARRRTTTT!" ucap Raka sambil menirukan ekspresi gemas ala-ala banci perempatan.

Kini Samuel memandangnya datar. "Najeeezzz! Kampret mirip banci perempatan!" ucap Samuel kesal.

Gelak tawa Raka kini memenuhi ruangan. Samuel yang melihat Abangnya tertawa menjadi ikut seneng. Tak terasa sebuah senyuman terlukis di bibirnya. Ada apa sama Dina, Bang? Tanya Samuel dalam hati.

Tawa Raka berhenti. Dia menatap kembali muka adiknya. Seakan dia tau segala hal tentang hati Samuel.
"Gausah pakai bahasa Qolbu, Dina itu temen gue kok. Dia bukan siapa-siapa gue. Dulu gue emang sempat suka sama dia karena dia cantik, baik, dan tulus orangnya. Tapi ya udahlah gue udah mutusin buat membiarkan dia milih yang lebih baik. Karena kalo dia deket sama gue justru dia malah dibully sama cewek-cewek lain." celoteh Raka panjang lebar.

"Nah, ngapa dibully?" tanya Samuel bingung.
"Lo tau kan, satu hal tentang gue?" tanya Raka serius.
"Apaan, Bang?" tanya Samuel penasaran.

Raka mendekat ke telinga Samuel dan membisikkan sesuatu. "Karena gue... Terlalu Tamvhaan." kata Raka dibarengi dengan tawanya yang tanpa henti.

Samuel cemberut. Kamprettt! Gantengan juga gue! Batinnya menyuara.

"Terus lo masih suka, Bang?" tanya Samuel
"Ya, suka gak suka yang jelas dia berarti banget buat gue, Sam." sahut Raka sambil memutar-mutar ponsel di tangannya.

"Ciee... Yang masih suka. Gak masalah, Bang. Masih ada Dina yang lain yang lebih baik daripada masalalu lo itu." ucap Samuel sambil menggoda Abangnya itu.

"Yah... Gue berharap suatu saat nanti nama istri gue adalah Dina. Walau bukan dengan orang yang sama. Karena awal gue ketemu. Gue jatuh cinta dengan namanya yang indah 'Dina'." tegas Raka penuh harapan.

"Daripada lo galau, gue kenalin aja sama temen gue, Dina. Tapi jangan di embat ya. Dia berharga banget buat gue saat ini."

"Hahaha. Boleh." sahut Raka pendek.

"Bulan depan, ke puncak kuy, Bang. Berempat aja. Lo, gue, Aurel, Dina." ajak Samuel.

"Makan tuh puncak gunung! Mandi sono lo, bau bangaaattt. Dasar Bangke!" jawab Raka sambil menutup hidungnya. Samuel yang jahil malah membuka ketiaknya lebar-lebar dan mengarahkannya pada Raka. Aromanya hampir-hampir membuat Raka ingin pingsan.

***

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang