Raka benar-benar sampai di tengah hutan belantara. Ini benar-benar sial. Saking kesalnya Raka menendang batang pohon dihadapannya.
"Sial, sial, sial!!! Brengsek! Gue dimana!!!" kakinya melampiaskan kekesalannya pada batang pohon mati di hadapannya.Ck. Brengsek! Gumamnya.
"Hahaha, lihat gue! Gue gak ada hubungannya dengan kalian semua! Harusnya gue gak datang hari ini. Sial!!!" ucap Raka sambil tertawa pilu.Pandangan Raka mulai menyusuri ke sekitar. Oh ayolah! Ini hanya padang rumput! Plis gue harus kemana?! Ck. Lagi-lagi Raka berdecak. Putus asa datang menyusup di hati Raka. Sekali lagi dia memandang ke sekitar, menyusuri setiap apa yang ditemuinya. Dengan teliti dan waspada Raka mulai berjalan perlahan karena hari sudah mulai gelap. Dari kejauhan remang-remang Raka melihat sesuatu yang aneh. Seperti seorang wanita berambut panjang ikal tergeletak di tengah padang rumput. Dia sendirian? Yang benar saja? Atau jangan-jangan dia dedemit hutan ini. Raka merinding tapi tak menghentikan langkah kakinya.
Semakin mendekat Raka mulai meyakini sesuatu. Jangan-jangan itu Dina.
Sejurus kemudian Raka ingin sekali meneriaki wanita tolol itu. Karenanya Raka sekarang harus masuk ke areal angker itu. Malam hari. Sial."DINA!" teriak Raka, nadanya sedikit terdengar kasar.
Tetes terakhir air mata Dina mengucur di pipi kanannya. Dina berdiri dan menoleh perlahan. Dina menatap nanar sosok di depannya yang berjarak sekitar tiga meter itu.
Manik mata mereka bertemu.
Senja hari seakan tertahan. Masih belum tenggelam. Masih ada seberkas cahaya yang menerangi pandangan mereka.-Akhirnya kamu kembali.
Aku lelah menantimu.
Kamu kemana?
Aku ingin menangis di pelukanmu.
Tapi air mataku mengering.
Senja, jangan pergi lagi.-
Batin Dina menyuara.-Maafkan aku.
Aku tak bermaksud menyakitimu.
Kenapa kamu disini?
Kenapa kamu berlari?
Sudahkah kamu percaya?
Aku telah menemuimu di senja sore ini.
Marilah kita pulang.
Aku rindu akan senyummu.-
Batin Raka juga menyuarakan isi hatinya.Deg.
Deg.
Deg.
Deg.
Jantung keduanya berdegup kencang. Ketika manik mata mereka saling bertabrakan semua memori seakan kembali ke masa lampau. Mulai dari awal, ketika mereka berkenalan, bersahabat, hingga akhirnya terbiasa bersama. Perasaan itu muncul di hati Senja dan berujung penolakan oleh Dina.Dina berjalan menuju Raka, air matanya terus mengalir. Berusaha ditahannya tapi tak ada gunanya. Raka pun berjalan lesu ke arah Dina, seketika amarahnya meredup. Batinnya berkecamuk, ada rasa rindu teramat sangat menohok hatinya. Raka merasa sangat bersalah, harusnya dia bersyukur bukan malah marah-marah tak jelas seperti tadi. Meskipun pertemuannya sangat pahit namun berujung pada kembalinya wanita itu. Wanita yang pernah dicintainya, bukan pernah tapi sebenarnya sampai kini perasaannya tetep sama.
"Hiks... Hiks... Hiks... Eja, gue kangen lo. Lo kemana aja?" ucap Dina memanggil nama Eja, panggilan masa kecil dari senja.
Raka merentangkan tangannya lebar, ingin memeluk tubuh rapuh itu. "Peluk gue, Din. Peluk gue. Pliss, gue udah gak bisa ngomong apa-apa. Gue kangen lo." mata Raka memerah, menatap Dina dengan penuh kerinduan.
Dina maju selangkah. Tanpa disadari dan tanpa diduga, Dina melayangkan satu tamparan dengan tangan kanannya ke pipi Raka.
PLAKKK!
Tamparan keras.
"Gue butuh mastiin kalau lo nyata dan bukan cuma ilusi gue doang!" ucap Dina ketus.
Raka menoleh ke arah Dina dan mulai mengucapkan sesuatu.
"Din---"PLAKKK!
Lagi-lagi tamparan keras mengenai pipi Raka. Kali ini pipi sebelah kiri.
Raka hanya bisa menoleh lemah ke arah Dina.Dina mencengkeram kerah baju Raka. Dina marah sejadi-jadinya pada Raka.
"Lo puas! Lo dateng bikin gue seneng, bikin gue nyaman, bikin gue punya sahabat paling berarti di dunia ini, lo nembak gue, terus lo nyampakin gue gitu aja? Lo bisa gak gausah dateng lagi di hidup gue? Lo dateng seenak lo, lo pergi seenak lo, sekarang mau lo apa? Lo dateng buat pergi lagi? Sana lo pergi, pergi yang jauh, tinggalin gue sendiri gue gak butuh lo!" ucap Dina sambil melepas cengkeramannya kemudian mendorong Raka selangkah ke belakang."Lo, bener-bener brengsek, Ja! Lo ninggalin gue disaat gue bener-bener butuh lo!" suara Dina berubah menjadi parau. Kedua telapak tangannya kini menutup kedua matanya. Seakan tak ingin Raka melihatnya menangis.
"Gue ninggalin lo? Disaat lo butuh gue? Sekarang lo lagi butuh gue. Apa gue ninggalin lo? Lo liat, Din. Senja gak ninggalin lo. Senja masih disana membiarkan kita keluar dari hutan ini dengan cahaya. Dina... Ayo pulang, hari mulai gelap." ucap Raka sambil mengulurkan tangannya. Raka menatap Dina dengan tatapan nanar.
Dina menengok kebelakang. Ya. Senja tak meninggalkannya. Tapi senja mulai berganti malam. Dina kembali menatap Senja, beberapa saat kemudian Dina memeluknya.
"Raka Anugerah Senja... Bawa gue pergi dari sini. Dunia kejam banget sama gue Ja, gue merasa dipermainkan. Perasaan gue hancur, Ja. Plis jangan tinggalin gue. Gue cuma punya lo." ucap Dina parau.
"Semua baik-baik saja, my love. Tenang ya." ucap Raka lembut sembari memeluk Dina erat-erat.
***
Senja menggendong Dina hingga sampai ke luar hutan. Tubuh rapuh itu tak lagi berdaya untuk menopang tubuhnya. Terlihat dari raut wajah Dina 'pucat' Senja semakin panik. Beberapa kali dia menepuk-nepuk pipi Dina tapi responnya hanya setengah-setengah. Sepertinya Dina mengalami dehidrasi, mungkin ini akibat kelelahan dan dirinya merasa tertekan yang amat sangat.
Sampai di mobilnya, Senja segera mendudukkan Dina di sampingnya. Plis bertahan, Din. Suara hati Senja menyeru. Dina tak lagi menjawab kata-katanya. Kepanikan semakin merasuki pikiran Senja. Sedangkan wajah Dina semakin pucat saja. Tanpa pikir panjang Senja langsung tancap gas, mobil Zenvo ST1 itu melaju kencang di jalanan yang minim penerangan.
Bipp! Bipp! Bipp!
"Ya, Halo!"
"Bang, lo dimana?" tanya Samuel terdengar panik.
"Sam, lo pulang aja sekarang. Aurel baik aja kan?" tanya Senja.
"Ya, Bang. Lo dimana? Dina udah ketemu?"
"Dina sama gue. Dia kritis, Sam gue mau anter dia ke rumah sakit." ucap Senja sambil sesekali melirik ke arah Dina, nampak gurat kesedihan di wajahnya.
"Rumah sakit mana? Gue susul!"
"Pulang aja lo, jagain Aurel baik-baik." jawab Senja singkat dan memutus telponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA
RomanceDina pesimis Senjanya akan kembali. Entah ini hanya rasa kehilangan atau Dina memang sebenarnya mencintai Senja? Bila ini memang cinta lalu perasaannya terhadap Samuel selama ini apa? Mungkinkah Dina bisa mencintai dua orang sekaligus?