Dia lebih dari tangguh

48 0 0
                                    

"Oke, besok pagi kita jualan di lapangan yah !" Ucapku sembari menutup chat-ku bersamanya

namanya jihan, seorang temanku di farmasi. Aku tak terlalu akrab dengannya, hanya satu hal yang paling bisa kulihat dari dia, dia adalah anak yang suka bekerja tanpa pernah tahu sebenarnya kenapa dia. dia sama mungilnya denganku tapi dari dia aku bisa menangkap ada api semangat untuk terus berusaha. besok, aku dan dia berjanji untuk mencari dana, dengan berharap pada temanku yang lain untuk turut membantu juga. meskipun tak yakin, aku harus memaksakan keyakinanku dan memilih percaya pada teman angkatanku. Besok, kami berencana untuk berjualan bubur di lapangan kampus kami, untuk sekedar menambah dana untuk kegiatan kami yang sebetulnya kekurangan dana.

matahari belum bangun hari itu, tapi aku telah mendahuluinya. Aku sudah berpakaian dan bersiap-siap menuju rumah Jihan, temanku untuk menjemput dan mengambil dagangan kami untuk hari ini, bubur kacang hijau buatan ibunya. aku berangkat dengan dingin, begitu dingin kurasa hingga melewati atas kulitku. Aku memasuki kompleks rumah jihan, kucoba untuk menelponnya, tapi tak diangkat entah apa yang sedang ia lakukan sekarang. Kucoba menelponnya sekali lagi, suara seorang ibu-ibu kudengar, mungkin ibunya,

"Tunggu nak. Tunggu saja di dekat bank. ada disitu kiosnya" seketika ditutup dan aku masih bingung dimana bank yang ibunya maksud

Aku lanjutkan perjalananku hingga sampai di depan rumahnya, jelas saja yang kutemukan adalah rumah yang sudah kosong ditinggal orangnya berjualan. Kucoba kembali mengambil handphone-ku dari saku celanaku dan segera menelpon Jihan, tapi tak dingkatnya lagi. aku mulai gusar, kuutuskan untuk memacu motorku kembali keluar kompleks. di jalan, aku berusaha untuk menelpon Jihan, ternyata diangkat.

"Saya ada di pinggir jalan raya. kau ada dimana ? Bukannya sudah kubilang di pinggir jalan ?" Kata Jihan di seberang sana

"Ah, maaf. Saya tidak mengerti maksudmu tadi. jadi langsung masuk kompleks saja" jawabku polos lalu menutup telpon segera mencari tempat yang jihan maksud tadi.

Ternyata saya salah, yang Jihan maksud adalah pinggir jalan poros sedangkan yang ada di pikiranku adalah pinggir jalan kompleks rumahnya. Aku bertemu ibunya juga. segera kubantu ibunya menggelar dagangannya pagi itu. Masih jelas di ingatanku, ibunya lalu menghidangkan 2 mangkuk bubur kacang hijau kepadaku dan jihan pagi itu menyuruh kami untuk mencicipi rasanya. Aku mencobanya, terlalu manis di lidahku. memang, karena mamaku di rumah tak pernah memasak bubur kacang hijau terpisah dengan santannya. Mamaku pasti memasaknya dengan menggabungkan santan dan buburnya, berbeda dengan ibunya Jihan.

"Ah, sepertinya terlalu manis tante" Ujarku sembari mengambil air minum, hendak minum.

"Ah, pas kok ma. Mungkin jabal salah" jawab jihan singkat

'Ah, saya serius. rasanya terlalu manis untuk saya. atau mungkin karena aku terlalu terbiasa dengan masakan mamaku di rumah ?" Jawabku sembari mencoba membenarkan apa yang dikatakan oleh jihan.

"Ya sudah, kalian pegi saja menjual sana. jangan sampai kesiangan." Kata ibu Jihan sembari memasukkan bubur jualannya dalam box, sedangkan aku dan Jihan bercerita ringan sembari menmasukkan beberapa box ke dalam kantongan plastik.

"Saya pernah kena penertiban PKl oleh satpol PP" Cerita Jihan padaku.

"Lah, terus ? Apa yang terjadi ?" Tanyaku mulai penasaran pada ceritanya

"yah yang paling kukhawatirkan sebenarnya adalah lemari alumunium itu. itu mahal sedangkan kami tak punya uang untuk membeli yang baru kalau sampai diangkut satpol PP. 2 hari lagi akan ada razia" jawab Jihan sembari mengikat kantongan yang telah terisi oleh box jualan kami. Aku memerhatikan ia bercerita. Berat hidupnya, Itu yang terlintas di benakku.

"Oh iya, Fiji dan Dias katanya mau membantu jualan pagi ini. bagaimana Jihan ?" Tanyaku padanya sembari memainkan handphone-ku

"Sekarang mereka dimana ? Lumayan kalau ada yang mau bantu kita jualan" Jawab Jihan

"Tapi Fiji masih di jalan dari palopo sedangkan Dias nanti siang baru berangkat kesini dari bontang" Jawabku setelah melihat chat dari teman-temanku

"Ya sudah, kalau begitu, kita berdua saja yang berangkat." jawab Jihan sembari memintaku untuk mengangkat 2 kantongan penuh box yang akan dijual pagi itu. Total ada 20 box yang aku bawa bersama Jihan.

Kubawa motor dengan hati-hati, khawatir dengan badan mungil Jihan tak sanggup menahan banyaknya bawaaan kami di belakang. Apalagi setelah ibunya berpesan untuk pelan-pelan karena khawatir Jihan akan jatuh. Aku teringat dengan seorang temanku yang barusan ayahnya meninggal yang pernah berpesan juga padaku. sampai di lokasi jualan kami, kami tak tahu dan bingung apa yang akan kami lakukan pertama-tama. karena jujur, baik Jihan maupun syaa tak pernah berjualan seperti ini. Kulihat barang bawaan jihan, hanya 20 box bubur kacang hijau dan kami optimis pagi itu akan laku. Aku tiba-tiba mengingat suatu hal, air, kami lupa membeli air untuk calon pembeli kami. Aku memutuskan untuk mencari penjual air mineral serta tissu untuk mengelap bubur yang belepotan. Setelah mendapat apa yang aku cari akus egera kembali menuju Jihan sembari berharap sudah ada buburnya yang laku.

"Ah, masih ada yang belum laku. Sepertinya kita harus jalan dulu deh. kalau tidak,tidak ada yang bakal laku" Kata Jihan padaku.

Kuambil beberapa box bubur kacang hijau, lalu memasukkannya ke dalam kardus bersama dengan beberapa botol air mineral. Aku berinisiatif untuk menjajakan dagangan kami yang tak kunjung laku pagi itu. Kucoba menjajakannya pada beberapa orang yang tengah berolahraga, tapi nihil hasil. Kucoba mendekati sepasang suami istri yang tengah beristirahat, kucoba menawarkan daganganku pada mereka, tapi ditolak. Sesaat sebelum aku pergi, si wanita bertanya padaku, "Dek, ini dalam rangka apa menjual bubur ?"

"Ah, tidak bu. Dalam rangka pencarian dana bu" Jawabku sejujurnya, karena menurutku itu tak termasuk dosa.

Cerita kemarin soreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang