Malamnya, seusai sidang, aku ditempatkan kembali dalam sel bawah tanah. Jujur saja aku tidak keberatan mengingat jika aku menjadi mereka, aku pun akan melakukan hal yang sama. Dengan penerangan hanya sebatang lilin, kegelapan semakin merambat dan membuat hawa ruangan itu semakin dingin. Meski begitu aku tetap berpikir, padahal ini malam pertamaku di pulau ini
"Haahhhh.." aku menghembuskan nafasku bersama keluh kesahku.
"Kenapa kau mengeluh, apa yang kau harapkan? suaramu terdengar sejauh aku memasuki lorong lho," terdengar langkah kaki mendekat dengan suara wanita yang lembut. Dan kemudian aku melihat Sang Ratu berdiri didepan sel ku, membawa sapu tangan dan ember air hangat.
"Yang Mulia," aku menundukkan kepalaku dengan hormat.
"Tidak perlu formal, kita tidak sedang berada pada ruang sidang maupun kerajaan." Senyumnya hangat sembari memasuki sel ku.
"Hendak apa gerangan, seorang Ratu berada dalam sel seseorang yang dikata tidak jelas tujuannya ini?" tanyaku sopan.
"Hahaha, kau masih sakit hati dengan perkataan Komandan Nile Dawk ya? tolong maafkan kami yang sudah berlaku kasar terhadapmu, sesungguhnya ini semua untuk kepentingan bersama."
"Saya paham, sekali duakali saya mendengar kata-kata itu dari Komandan Hanji."
"Jadi, perlihatkan luka dilenganmu, biar ku kompres dengan air hangat." Sang Ratu memegang tanganku.
"Tidak perlu repot-repot melakukan hal itu pada saya, Yang Mulia Ratu. Anda terlalu baik kepada tahanan." Jawabku yang meski berharap. Namun Sang Ratu tidak menghiraukanku dan mulai mengompres luka sayatan tadi.
"Aku kerap mendengar pujian itu, ketika masih menjadi kadet." Katanya.
"Kadet? Jika saya diperbolehkan bertanya, apa yang dimaksud anda adalah kadet pelatihan prajurit?"
"Ya, benar." Jawabnya
"Saya tidak paham, mengapa orang se-Mulia anda pernah menjadi kadet."
"Banyak hal yang terjadi, hingga saat ini pun banyak kejadian yang tak terduga. Dan inilah aku yang sekarang, berada didepanmu sebagai Ratu namun sulit melupakan kebiasaan lamaku."
"Begitu, Jika suatu saat ada kesempatan, saya ingin mendengarnya." Pintaku yang mulai nyaman dengan sifat Sang Ratu yang hangat dan terbuka.
"Tidak apa, jika kau terbukti tidak berkhianat kepada kami, aku bersedia menceritakan sebuah kisah tentang anak yang baik hati, bernama Christa Lenz."
"Jadi, itu nama Yang Mulia? Jujur saja semenjak pagi tadi saya tidak melihat plakat nama anda pada meja sidang, jadi sampai anda mengatakannya tadi saya masih belum tahu."
"Bukan. Itu bukan namaku." Sang Ratu justru mengalihkan pandangan.
"Lantas?" Tanyaku.
"Apa pesan yang dititpkan Ymir, mengapa dia ingin kau melindungiku?" Sang Ratu justru menglihkan topiknya—tidak, tunggu, apakah itu berarti namanya adalah..
"Apakah Yang Mulia sendiri, gadis yang disebutkan Ymir itu?"
"Ya, aku adalah Historia Reiss."
Senyap sunyi dan lenggang, setelah lima detik berlalu, aku yang masih menatapnya mulai berkata. "Sungguh beruntung, Ymir memiliki kekasih seperti anda Yang Mulia." Aku tersenyum mengingat Ymir yang berada dalam sel yang lebih buruk dariku dengan rantai yang mengikat pada lehernya.
Sang Ratu justru menitikkan air matanya.
Eh?!
"Maafkan saya Yang Mulia, sungguh tidak bermaksud membuat anda menangis—"
"Tidak apa-apa, aku hanya.. hanya.." Sang Ratu terbata-bata tidak mempu menyelesaikan kata-katanya, kemudian dia menangis dan semakin menjadi jadi. Aku hendak menyentuh pundaknya namun Sang Ratu justru memelukku.
"Mengapa dia tidak pergi bersamamu? mengapa dia masih melakukan hal-hal seperti ini, padahal kupikir surat itu yang terakhir darinya, sekarang justru mengirimkan seseorang untuk menjagaku, aku tidak butuh omong kosongmu Ymir! Sudah banyak yang kulalui, banyak hal yang ingin kuceritakan padamu! kenapa kau tidak ada disini, aku sangat merindukanmu!" Tangis Sang Ratu membanjiri seragamku.
"Anda, sangat mencintainya ya?" tanyaku lembut.
"Ya! Sangat sangat mencintai orang itu, meski terkadang dia menyebalkan." Katanya masih dalam tangisan.
Aku mulai mengelus dan membelai rambutnya. "Saya mengerti. Asal anda tahu, cintanya terhadap Yang Mulia juga tulus, sampai repot-repot menyuruh saya untuk melindungi anda, tidakkah itu lebih tulus dibandingkan hal lain? Bahkan masih memikirkan keselamatan orang yang dicintainya meski diujung nyawa. Terakhir dia berkata kepada saya setelah meminta untuk melindungi Yang Mulia, adalah dia adalah anak yang tidak jujur, selalu menanggap kelahirannya didunia adalah sebuah kesalahan, bahkan berkali-kali ingin membunuh dirinya, aku ingin kau menjaganya katanya. Tapi setelah saya lihat, sepertinya Yang Mulia sendiri telah banyak berubah ya?" Aku mulai menatapnya dengan senyuman yang sama hangatnya.
Sang Ratu masih terisak. Aku membantu mengusap air matanya.
"Jangan menangis Historia." Untuk pertama kalinya, aku memanggil namanya tanpa kehormatan.
"Katanya, rambut cokelat milikku seperti miliknya, dan mata biru ku seperti Sang Ratu." Lanjutku, menghibur. "Sesuai janjiku terhadap Ymir, aku akan melindungimu." [ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Devotion to MARLEY, Blood of ELDIA, and TRAITOR (SHINGEKI NO KYOJIN)
FanfictionMenyuguhkan pembaca sebagai tokoh utama dalam cerita. Dengan latar belakang Marley berdarah Eldia yang tidak benar-benar mengabdikan dirinya pada Raja.