Akhirnya aku sampai juga di rumah. Kulihat jam tanganku, sudah jam 10 malam. Hmm, apa mungkin Arum sudah tidur ya? Lampu depan saja sampai lupa tidak dinyalakan. Setelah memarkirkan mobilku, aku langsung masuk ke rumah. Tidak ada Arum di ruang tengah. Akupun langsung masuk ke kamar, dan ternyata benar, Arum sudah terlelap.
Aku hampiri dia, kukecup keningnya, tapi dia tak bereaksi. Sepertinya dia sudah nyenyak sekali. Dari wajahnya, terlihat dia sedang capek. Entahlah, apa mungkin hari ini dia banyak pekerjaan, aku tak tahu. Akupun tak ingin membangunkannya, kasihan.
Akupun segera mandi dan berganti pakaian. Untungnya aku tadi sudah makan waktu di jalan. Kebetulan juga tadi jalanan cukup macet, jadi lama sekali aku baru sampai di rumah.
Aku baringkan tubuhku di samping istriku yang tidur nyenyak. Kupandangi wajah cantiknya. Kecantikan yang membuatnya justru bernasib sial, karena telah membuat atasannya yang tengik itu memperkosanya. Maafin aku Rum, kalau aku nggak bisa menjagamu. Tapi ini semua akan segera berakhir, percayalah padaku.
Dan aku juga belum bisa memberitahumu soal Iing. Nanti, setelah semua ini selesai, aku akan menceritakan semuanya. Yang pasti, aku akan menyelamatkanmu dari kondisi ini. Aku tak peduli kalau tubuhmu sudah dinikmati oleh orang lain, karena aku tahu kamu dipaksa. Aku akan terus mencintaimu, dan tidak akan meninggalkanmu hanya karena ini. Secepatnya, secepatnya semua ini akan berakhir, dan kita akan kembali hidup bahagia, tanpa ada yang mengganggu rumah tangga kita lagi.
"Abi, bangun bii.."
"Hemm.."
Perlahan kubuka kedua mataku. Kulihat Arum istriku, tersenyum manis kepadaku. Akupun tersenyum padanya, meraih kepalanya dan mencium keningnya. Akupun bangkit, dan kulihat jam dinding sudah jam setengah 6 pagi. Biasanya jam segini Arum sudah mandi, dan memang benar, dia sudah terlihat segar.
"Abi semalem pulang jam berapa?"
"Hmm, jam 10an lewat kayaknya mi. Waktu abi pulang, umi udah pules tidurnya. Kayaknya capek gitu mi, kemarin banyak kerjaan di kantor ya?"
"Iya bi, maaf ya, umi jam berapa gitu udah ketiduran semalem, jadi nggak sempet nungguin abi pulang, nggak sempet masak juga buat abi."
"Iya nggak papa, abi udah makan diluar kok. Lha umi sendiri semalam nggak makan dong?"
"Enggak bi, tapi sore pulang kantor umi udah makan duluan. Ya udah sana mandi, itu udah umi siapin sarapan."
"Makasih ya sayang."
Akupun bergegas bangkit dari tempat tidurku menuju ke kamar mandi. Kulihat disana sudah ada rendaman baju kotor, dan sepertinya itu seragam istriku. Entah baru saja atau sudah dari kemarin, semalam waktu mandi aku juga tak memperhatikan. Tapi kalau memang sudah dari kemarin, mungkin Arum yang kecapekan tak sempat mencucinya.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian aku menyusul Arum ke meja makan. Dia masih belum berganti dengan seragam dinasnya, hanya memakai piyama seperti yang dia pakai semalam. Kami sarapan bersama pagi ini. Menunya sih sederhana, hanya nasi goreng dan telor mata sapi. Tapi buatku, apapun yang dimasak oleh istriku selalu istimewa. Ini bukan asal memuji, karena memang masakan Arum itu enak. Bahkan saudara atau teman-teman kami yang pernah datang kemari dan makan disini, mereka memuji masakan Arum.
"Gimana kemarin bi auditnya? Lancar?"
"Yaah, kalau di bagian abi sih lancar mi, tapi kemarin ada masalah di bagian lain," jawabku terpaksa berbohong kepada Arum, hal yang jarang sekali aku lakukan.
"Oh ya? Kenapa emangnya?"
"Ada dokumen yang terselip, jadi data yang dikasihkan kacau. Makanya, mungkin minggu depan bakal ada audit ulang mi."
