Sudah 3 hari berlalu sejak hubungan terlarangku dengan Sarah, kami tak lagi mengulanginya. Bahkan aku belum lagi menghubunginya, begitupun dirinya, belum lagi menghubungiku. Rasanya lebih baik begini, karena setelahnya muncul penyesalan di hatiku, telah menyeleweng dari istriku. Entah bagaimana perasaan Sarah sekarang, aku tak tahu. Hanya saja dia sempat berjanji, dia akan memberitahu aku kalau ada sesuatu yang akan terjadi dengan Arum dan Jamal.
Sedangkan Iing, dia terus mengabariku dalam 3 hari ini. Rupanya dia masih terus mengikuti Jamal. Dia sudah mengumpulkan cukup banyak informasi tentang lelaki itu. Rupanya Jamal tinggal di sebuah perumahan elit di kota ini. Istrinya tidak selalu di rumah karena memiliki usaha yang cukup maju di luar kota, sehingga lebih sering istrinya berada di luar kota. Sedangkan anak-anak mereka juga berada di luar kota, tinggal dengan mertua Jamal dan bersekolah disana. Pantas saja Jamal seperti leluasa untuk melakukan aksinya.
Sementara itu sampai sekarang Iing belum bisa mengetahui tentang siapa saja anak buah Jamal, karena selama 3 hari ini Jamal tak melakukan kontak dengan orang-orang yang mencurigakan. Kegiatan Jamal selama 3 hari ini juga hanya berkutat di rumah dan kantor saja, tidak ada yang menarik.
"Terus, kalau sampai 3 hari lagi nggak ada apa-apa, gimana Ing? Kamu kan harus kembali ke kotamu?" tanyaku saat sore ini aku menelponnya.
"Udahlah, gampang itu, kamu nggak usah pikirin, biar aku yang urus."
"Ya tapi akunya jadi nggak enak, kamu malah entar dianggap melalaikan tugas utamamu lagi."
"Kris, aku udah bilang, biar aku yang urus. Kamu percaya aja sama aku."
"Ya udah kalau gitu. Tapi semoga dalam 3 hari kedepan, kita bisa segera menangkap si Jamal itu."
"Iya, kita berharap aja."
Aku memang menjadi agak tenang karena 3 hari ini Arum tak mendapat gangguan dari Jamal. Selama 3 hari ini dia juga terlihat lebih segar, tidak capek dan tidur lebih awal seperti beberapa hari yang lalu. Kemarin aku juga sempat mengajaknya berhubungan badan, dia mau, tapi aku merasa ada yang lain dari Arum. Dia terlihat seperti ketakutan saat aku mulai menyetubuhinya, meskipun terlihat sekali dia berusaha menyembunyikannya. Dan aku bisa merasakan, dia tidak bisa menikmati persetubuhan kami, tapi dia seolah menunjukkan kalau dia menikmatinya, seperti yang biasa kami lakukan. Sepertinya, dia memang masih trauma, apalagi kalau dari cerita Sarah, yang mereka berdua digarap habis-habisan oleh Jamal dan temannya itu.
Akupun tak ambil pusing. Sepertinya aku memang harus memberi waktu lebih lama kepada Arum untuk memulihkan kondisinya. Baik kondisi fisik maupun psikisnya. Meskipun begitu aku terharu dengan sikap Arum, yang meskipun masih mengalami trauma tapi tetap berusaha untuk melayaniku, meskipun tidak bisa maksimal seperti biasanya. Aku bisa memakluminya, dan tak ingin menuntutnya lebih.
Apalagi aku juga masih menyimpan rasa bersalah karena perselingkuhanku dengan Sarah. Waktu itu, di kamar Sarah, kami bercinta habis-habisan. Dia benar-benar luar biasa, aku sampai kewalahan menghadapinya. Dia cerita ke aku, kalau memang sebelum menjadi budaknya Jamal, dia sudah seperti itu saat berhubungan dengan suaminya. Mereka sudah melakukan itu sejak sebelum menikah, tak heran jika Sarah memiliki nafsu yang meledak-ledak. Terlebih dia bilang, kemarin dia melakukannya sebagai pelampiasan atas kebutuhannya, kebutuhan sebagai wanita yang ingin disayang, dimengerti dan dimanjakan, yang jarang didapat dari suaminya, apalagi dari Jamal.
Tapi aku sendiri sudah berusaha untuk melupakan apa yang terjadi antara aku dengan Sarah, meskipun itu sulit. Bayangan tubuh seksi Sarah, permainan ranjangnya yang luar biasa, juga desahannya yang serak-serak basah membuatku begitu sulit menghapus memori itu. Tapi demi Arum, aku harus bisa melakukannya. Aku sudah berjanji dalam hatiku, itu adalah pertama dan terakhir aku berselingkuh dari Arum, tak ingin lagi aku mengulanginya.