Brak brak brak...!!!
Beberapa kali aku menggebrak meja yang ada di depanku. Sementara wanita itu masih terus menutup wajahnya, dia masih terus menangis. Wanita itu adalah Arum, istriku. Dia sejak tadi sudah menangis, sejak dia mulai menceritakan apa yang dia alami kepadaku. Cerita yang begitu menyayat hatiku. Aku benar-benar marah, tapi bukan kepada dirinya, karena aku tahu dia hanya menjadi korban disini. Aku marah kepada keadaan, dan orang yang telah membuat Arum menjadi begini.
Namaku Krisna, 29 tahun. Dan istriku, Arum Wardhani, 26 tahun. Kami belum 2 tahun menikah, dan sampai sekarang belum dikaruniai anak. Aku bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, sedangkan istriku bekerja sebagai PNS di sebuah dinas pemerintahan di kota kami.
Sedikit tentang istriku, dia adalah wanita yang sangat cantik dan menawan. Aku sudah memacarinya sejak lama, sejak dia menjadi mahasiswa baru dan kebetulan saat itu aku yang menjadi pembina di kelompok ospeknya. Hanya sebulan setelah ospek, dia sudah resmi menjadi pacarku. Terhitung sampai sekarang, kami sudah hampir 8 tahun bersama. Tapi selama berpacaran kami tak pernah melakukan hal-hal yang dilarang. Aku baru benar-benar menyentuh tubuhnya setelah kami sah menjadi suami istri.
Setelah menikah denganku, Arum memutuskan untuk memakai jilbab. Dia bilang mau menjaga penampilan dan dirinya, sehingga hanya akulah lelaki yang berhak atas dirinya. Tentu saja hal itu membuatku semakin menyayanginya.
Banyak temanku yang merasa iri dengan keberuntunganku bisa mendapatkan wanita secantik Arum. Akupun juga bersyukur akan hal itu, dan itulah yang selalu kujaga sampai sekarang. Tapi sayangnya, malam ini, aku benar-benar merasa menjadi orang yang sangat bodoh, karena gagal menjaga istriku. Telah ada lelaki lain, yang berhasil memaksanya menyerahkan tubuhnya. Dan itulah yang saat ini membuatku beberapa kali menggebrak meja yang ada di depanku.
Arum tadi sudah menceritakan semuanya, dengan sangat detail. Dia bersumpah tidak ada yang disembunyikan lagi. Aku tahu Arum, dia tidak mungkin berbohong, dan itulah yang semakin membuatku marah kepada diriku sendiri.
Cerita ini dimulai dari beberapa minggu yang lalu. Saat itu Arum terpaksa harus lembur dan pulang agak petang. Sedangkan aku, yang memang kerja di kantor swasta, memang sudah sering pulang telat. Aku memang jarang mengantar jemput Arum karena dia membawa kendaraan sendiri, seperti halnya hari itu.
Sebenarnya saat itu Arum tidak sendiri lemburnya, hampir semua temannya juga lembur, entah karena mau ada apa, setahuku sih mau ada rapat tahunan, atau semacamnya lah. Mereka baru selesai sekitar jam 7 malam. Meskipun tidak terbiasa pulang jam segitu, tapi karena jarak rumah dengan kantor yang tidak terlalu jauh, dan juga kondisi jalanan yang cukup terang dan ramai, Arum tak khawatir pulang sendiri.
Setelah berpamitan dengan teman-temannya yang kebetulan tidak ada yang searah dengan Arum, diapun pulang naik motor maticnya. Tapi baru beberapa puluh meter meninggalkan gerbang kantornya, tiba-tiba motor Arum dipepet oleh 2 buah motor yang memaksanya bergerak ke pinggir.
"Berhenti, atau kami bunuh!" bentak seorang diantaranya.
Arum tak bisa melihat dengan jelas wajah keempat orang yang mencegatnya karena mereka semua memakai penutup wajah. Pria yang membentak tadi juga menodongkan parang ke arahnya, hingga nyali Arumpun semakin ciut. Mau tak mau diapun meminggirka motornya, diikuti oleh keempat orang yang naik 2 motor itu.
"Ampun bang, jangan sakiti saya. Ambil aja motornya, saya jangan diapa-apain."
"Heh diem lu. Gue yang nentuin bukan elu!!!"
Lagi-lagi digertak seperti itu Arum makin ciut nyalinya. Dia tak berani berbuat apa-apa, hanya terus berdoa, semoga para begal ini hanya mengambil motornya, lalu pergi tanpa melukainya.