Part 7

15.1K 59 1
                                    

Keesokan paginya, kembali Arum membangunkanku seperti biasa. Kulihat wajahnya tersenyum menyambutku saat membuka mata. Aku yang dari semalam agak susah tidur karena berpikir, mengira-ngira apa yang terjadi pada Arum, hanya bisa membalas senyumannya. Dia bersikap biasa saja, jadi aku juga harus bersikap biasa padanya. Tapi hari ini, aku punya rencana untuknya.

"Umi, hari ini bisa berangkat sendiri aja nggak? Abi harus buru-buru nih mi."

"Oh bisa kok bi. Emang ada apaan kok buru-buru?"

"Iya, jadi rapat semalam itu belum beres, mau dilanjutin pagi ini. Semalam umi udah tidur waktu abi mau cerita."

"Oh gitu. Ya udah kalau gitu. Yang penting jangan lupa makan ya bi."

"Iya mi, tenang aja."

Selesai sarapan, aku langsung berangkat. Tak lupa kucium kening dan bibir istriku sebelumnya. Aku melajukan mobilku, tapi tidak segera ke kantor. Aku menghentikan mobilku di depan sebuah toko, menunggu Aru keluar dari gang perumahanku. Setelah agak lama menunggu, kulihat Arum dengan mengendarai sepeda motor maticnya keluar dari gang dan langsung berjalan menuju kantornya. Aku mengikutinya dengan sedikit menjaga jarak.

Dia sepertinya tak menyadari kalau sedang aku ikuti. Baguslah, memang itu tujuanku. Aku ingin benar-benar memastikan, apakah dia hari ini pergi ke kantor atau tidak. Motor yang dikendarai Arum akhirnya masuk ke kantornya. Aku masih menunggu beberapa saat, sampai jam kantornya mulai. Sebelumnya, aku sudah mengabari kantorku kalau aku ijin tidak masuk kerja hari ini karena sakit. Setelah memastikan Arum benar-benar masuk kerja, aku mengambil handphoneku untuk menghubungi seseorang.

"Halo."

"Halo, kamu dimana?"

"Di rumah mas."

"Ya udah, aku kesana ya?"

"Iya."

Akupun menutup telpon dan langsung mengarahkan mobilku ke rumah orang yang ku telpon tadi. Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di rumahnya. Dia menyambutku di depan pintu. Akupun turun dari mobil dan menghampirinya. Kami bersalaman, kemudian dia mempersilahkan aku masuk ke rumahnya. Dia agak ketakutan, terlihat dari ekspresi wajahnya.

"Mau minum apa mas?" tawarnya.

"Hmm apa aja deh."

"Kopi atau teh?"

"Kopi aja."

Diapun kemudian masuk ke dalam. Tak lama kemudian dia sudah kembali dengan membawakan secangkir kopi untukku.

"Jadi, mas Krisna mau bicarain apa sebenarnya? Sampai nyuruh aku buat nggak masuk kerja hari ini?"

"Ini soal Arum Sar."

Ya, wanita itu adalah Sarah, teman sekantor istriku. Setelah semalam aku mengecek kemaluan istriku, aku menghubungi Sarah. Dia sempat kaget karena aku menelponnya malam-malam. Aku bilang ingin membicarakan hal yang sangat penting, menyangkut masa depan pernikahanku dengan Arum. Aku bahkan memaksanya untuk tidak masuk kerja hari ini. Awalnya dia menolak, tapi aku terus memaksanya hingga akhirnya diapun mau.

"Soal Arum? Emang Arum kenapa?"

"Kemarin Arum kesini nggak?"

"Kemarin? Emang kenapa sih mas?"

"Jawab aja dulu."

"Aku bukannya nggak mau jawab mas. Tapi ini sebenarnya ada apa? Ada masalah apa antara mas Krisna sama Arum?"

"Aku curiga, terjadi sesuatu."

"Maksud mas Krisna? Sesuatu apa?"

"Maaf Sar, aku nggak bisa, hmm, aku belum bisa ceritain semuanya ke kamu. Yang penting aku pengen tau, Arum sebenarnya kemarin kesini apa enggak?"

Terjebak Hutang BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang