"Vin, Clara kenapa ya? Kok akhir-akhir ini chat gue nggak pernah dibales ya?" tanya Dimas bingung. Ia tidak tahu harus mencurahkan hatinya kepada siapa, selain teman sekelasnya itu.
"Lo tuh bro, yang kenapa? Masa deketin dua cewek sekaligus?" Vino mendengus kesal karena sikap Dimas yang plin-plan.
"Lah, siapa yang deketin dua cewek? Gue sama Clara kan cuma temenan," Dimas mengangkat bahu.
"Wah, parah banget lo! Cewek mana sih yang gak baper kalau diperhatiin kayak lo ke Clara gitu?" Vino menggeleng.
"Aduh, gawat. Salah paham nih. Oh ya, gue tadi udah jadian sama Mira. Akhirnya! Perjuangan gue gak sia-sia!" seru Dimas yang sedang berbunga-bunga, sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang dilakukannya terhadap Clara.
Vino berdecak kesal dan segera melangkah pergi. Ternyata, sedari tadi Brian mendengar perbincangan Vino dan Dimas. Brian mengepalkan tangannya. Ingin sekali rasanya ia melayangkan tinju kepada Dimas. Ia tidak habis pikir, bahwa Dimas selama ini hanya mempermainkan perasaan Clara. Brian harus melakukan sesuatu.
---
Clara membuka ransel turquoisenya dan terkesiap melihat dua batang cokelat di dalamnya. Dari siapa ya? pikirnya. Clara tersenyum dan menggeleng. Ia mengeluarkan buku Bahasa Indonesia dan meletakkannya di atas meja. Ia melirik jam dinding dan menyadari masih ada banyak waktu yang tersisa sebelum pelajaran dimulai.
"Lo jadi beli pulsa nggak sih? Yang berapaan?" tanya Devina kepada Sammy.
"Lima puluh.. eh.. dua puluh aja deh, Dev," sahut Sammy.
"Tuh kan, Sammy jadi salah tingkah gara-gara lo, Ra," Devina terkekeh.
Clara tidak menyadari keberadaan Sammy di kelasnya. Clara tersenyum datar dan melangkah keluar kelas saat melihat Vino melambai kepadanya. Clara tahu betul Vino ingin berbicara sesuatu kepadanya, terlihat jelas dari raut wajah seorang Vino yang mendadak berubah serius.
"Ra, lo jangan sedih ya," Vino memulai pembicaraan.
"Wohoo, ada apa nih, Vin?" tanya Clara bingung.
"Dimas udah jadian tuh sama Mira. Dari awal gue udah feeling kalau dia itu bukan orang yang pas buat lo, Ra,"
"Oy, lagi ngomongin apa nih? Pasti Dimas, ya?" tanya Ray entah dari mana datangnya.
Vino mengangguk. "Kok lo tau, bro?"
"Tau lah, tadi pas dia nembak Mira di kantin, gue gak sengaja lihat. Dari dulu mah gue udah gak yakin sama tuh anak. Please banget, Ra, jangan pernah galauin dia," pinta Ray.
Clara tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak menyangka hal ini akan terjadi begitu cepat. Ia hanya mengangguk dan menepuk pundak kedua sahabatnya itu, menyembunyikan kesedihan dan kekecewaan mendalam yang kini membanjiri hatinya.
Memang, ini salah Clara yang telah berharap banyak pada Dimas. Namun, demi sahabat-sahabatnya itu, Clara berjanji pada mereka bahwa ia akan membuang perasaannya kepada Dimas jauh-jauh, walau saat ini sebenarnya ia belum bisa merelakan Dimas.
--
Bel tanda masuk kelas pun berbunyi, yang artinya, sebentar lagi kelas XII IPA 5, akan mengalami situasi yang teramat tegang. Bu Arini, selaku guru biologi di SMA Walta Claire, adalah salah satu guru yang terkenal dengan shocking test-nya. Mau tidak mau, setiap siswa harus sudah siap menghadapi ujian dadakan yang diberikan oleh Bu Arini tersebut."Mikayla Alamanda,"
"Sakit, bu!" sahut Hana, selaku teman sebangku Mika.
"Mika masih sakit, Han? Sakit apa?" tanya Clara khawatir, dengan nada yang sedikit berbisik.
"Mika masuk RS, Ra.." raut wajah Hana berubah sedih seketika.
Berusaha menahan kekagetannya, Clara menutup mulutnya agar tidak dinilai mencari keributan oleh Bu Arini. "Ya ampun, Han, nanti kita jenguk, yuk?" lanjut Clara, masih berbisik.
Hana tersenyum sembari mengacungkan jempolnya tanda menyetujui usulan Clara.
--
Sepulang sekolah, Clara dan beberapa teman-temannya; Hana, Vino, Karina, Ray, Salsa, Farel, dan Ayunda, pergi menjenguk Mika.
Sesampainya di rumah sakit, Clara terkesiap melihat kehadiran Dimas, yang sempat hilang ditelan bumi sejak sudah punya pacar. Tentu saja, Clara berusaha keras untuk bersikap senormal mungkin padanya. Namun tetap saja, rasa perih dalam dadanya masih saja tak terelakkan.
Tak ada cara lain baginya selain mengalihkan pandangan dan menjaga jarak dengan Dimas, walau di sisi lain Dimas telah mencoba untuk sekedar menyapanya.
--
"Ya ampun, kalian! Repot-repot nih, maafin gue, ya," ujar Mika yang tetap terlihat ceria meski terbaring lemas di atas tempat tidur.
"Alay deh, lo, Mik. Gimana keadaan lo? Lo nggak kasian nih sama gue yang duduk sendirian di kelas?" canda Hana.
Mika terkekeh. "Gue nggak pa-pa kok, sabar ya, kan lo udah terbiasa sendiri, Han,"
"Eh, Mik. Nih, ada bingkisan buat lo. Buah-buahan, biar lo cepet pulih," Clara tersenyum.
"Thank you, Ra! Guys! Gue habis didatengin kalian pasti langsung sembuh, percaya deh," seru Mika.
"Eh, Vin! Ngapain lo diem aja dipojokan?" goda Salsa.
"Iya, tuh! Tadi padahal nggak sabar banget mau jenguk lo, Mik," timpal Ayunda.
"Bro, sini dong bro, mendekat," Ray menepuk bahu Vino.
Tawa pun pecah melihat Vino yang kini salah tingkah. Vino memang sedari dulu menyimpan perasaannya kepada Mika dan mengaku masih mengumpulkan nyali untuk mengutarakannya.
Tidak hanya Vino, Dimas pun kehilangan kata-kata. Ia merasa seperti orang asing di ruangan itu. Ia benar-benar tidak tahu harus bersikap bagaimana di hadapan teman-temannya, khususnya Clara.
--
"Ra, dari tari Dimas ngeliatin lo mulu, tuh!" bisik Karina yang kini berjalan di samping Clara, menuruni tangga rumah sakit.
"Ah, perasaan lo doang, kali," Clara memilih untuk pura-pura tidak peduli dengan perkataan Karina.
"Clara," Dimas akhirnya membuka suara, dan memanggil namanya.
"I've told you," ujar Karina yang kini melangkah menjauh, meninggalkan Clara dan Dimas berjalan di belakang.
Clara menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara tersebut, memastikan bahwa Dimas benar-benar memanggilnya.
"G- gue.. minta maaf, Ra. Lo marah ya sama gue?" tanya Dimas hati-hati.
"Marah?" Clara berusaha menyembunyikan perasaannya. "Ya nggak lah, Dim,"
"Beneran?" Dimas meyakinkan.
"Iya," sahut Clara pendek, kemudian melanjutkan langkahnya.
"Lo mau kemana, Ra?"
"Mau makan sama anak-anak. Lo nggak ikutan?" tanya Clara meskipun ia sudah tau jawabannya.
"Gue nggak bisa. Salam buat anak-anak ya, nggak enak nih gue,"
Clara mengangguk, dan meninggalkan Dimas sendiri. Dalam hati, ia berbisik, "You have to let him go, Ra."
**
Author's Note:
Hello my lovely readers! I'd like to inform you that there will be 4 upcoming parts of this story, sooo stay tuned! (still on editing process) hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Love Story
Teen FictionMeet Clara, seorang gadis belia yang periang, seolah-olah hidupnya sangatlah sempurna. Ditambah lagi, ia mempunyai teman-teman yang senantiasa mewarnai hari-harinya. Namun, dibalik senyum manisnya yang seakan tak pernah sirna dari wajahnya, ada sesu...