Ujian Nasional sudah semakin dekat, dan begitupun tanggal pengumpulan tugas akhir yang menyerupai skripsi mahasiswa. Clara merasa sedikit lega karena sudah delapan puluh persen menyelesaikannya, padahal awalnya ia sempat gugup karena mendapat Bu Arini the killer teacher sebagai pembimbingnya. Namun ternyata, kedisiplinan Bu Arini justru sangat membantunya untuk menyelesaikannya tepat pada waktunya. Tidak hanya itu, ternyata di luar jam pelajaran Biologi, beliau sangatlah baik hati dan sering memberi Clara motivasi untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri.
"Clara, ini sudah saya periksa. Silahkan lanjutkan bab 3," ujar Bu Arini seraya memberikan setumpuk kertas yang merupakan bab pembahasan dari hasil penelitian Clara.
"Terima kasih banyak, bu," Clara tersenyum haru kepada Bu Arini.
"Tolong beritahu teman-teman kamu yang lainnya agar segera menghadap kepada saya. Saya ada di sekolah sampai jam 1 siang nanti," lanjut Bu Arini.
"Baik, bu. Akan segera saya sampaikan. Terima kasih, bu. Permisi,"
Clara baru saja hendak meraih gagang pintu ruang guru, namun pintu itu sudah terbuka lebih dahulu. Hatinya nyaris melompat ketika ia mendapati Dimas yang berjarak beberapa senti dengannya kini.
Dimas tersenyum kepada Clara. Clara pun melakukan hal yang sama, meski beberapa detik kemudian, senyumnya seketika sirna melihat orang yang berada di belakang Dimas.
Mira. Pacar Dimas.
"Hai, Ra," sapa Dimas yang terlihat sangat awkward.
"Hai. Gue duluan ya," Clara tak ingin berada di sana lebih lama lagi. Ia tak ingin pikirannya merambat kemana-mana.
Dan satu hal yang Clara yakini, Dimas pasti merasa menang sekarang. Ia telah menggandeng Mira, sedangkan Clara masih sendiri, yang dianggapnya masih belum berhasil melupakan Dimas.
Clara membuang pikiran itu jauh-jauh, dan berjalan cepat menuju tempat parkir untuk mencari sepeda motornya. Ia ingin segera pulang.
--
Circle of Light sudah lama tidak berkumpul, dikarenakan banyaknya tugas dan try out ujian yang jumlahnya sampai menggunung. Meskipun begitu, mereka tetap sering berkeluh kesah di group chat.
Saat ini, Ray sedang berada di rumah Clara, karena ia kebingungan dengan tugas akhir-nya. Karena Clara sudah hampir menyelesaikannya, maka ia bersedia membantu sahabatnya itu.
Clara iseng membidik wajah Ray, yang sedang mengerutkan dahi menatap layar laptopnya, dengan kamera ponselnya dan mengirimkannya di group chat.
CIRCLE OF LIGHT
14 members
Clara sent a photo.
Brian: Ngapain Ray disana?
Clara: Ngerjain tugas akhir
Ray: Jangan salah paham ya broo;)
Salsa: Wah suasana memanas nih"Tuh kan, Brian jadi salah paham," ujar Ray seraya membalik-balikkan kertas tugas akhirnya.
"Kenapa sih? Lagipula dia bukan siapa-siapa gue, Ray," Clara mengangkat bahu. "Eh, bentar. Wah, ngapain sih Brian minta bantuan gue juga? Ikut-ikutan aja tuh anak, males gue,"
"Dia mau kesini sekarang?" tanya Ray penasaran.
"Nggak, duh, males ah gue kalau bantu dia. Ngeselin sih," gerutu Clara.
"Percaya deh sama gue, dia tuh naksir sama lo, tau," ujar Ray semakin serius.
"Mana ada ya orang naksir ngeselin gitu tingkahnya," gerutu Clara kesal.
Ray terkekeh. Ia segera merapikan berkas-berkasnya dan berterimakasih kepada Clara sebelum akhirnya kembali ke rumahnya.
Setelah Ray pulang, Clara menghempaskan badannya yang lelah di atas kasurnya dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia menyalakan radionya. Lagu yang terputar saat itu adalah Sahabat Jadi Cinta milik Zigaz. Clara menggeleng dan tersenyum.
--
Brian Nathalana
Brian: Ra, gue di depan rumah lo. Keluar.
Clara: What? Ngapain? Ini jam berapa...
Brian: Lo kan udah janji mau bantu gue.
Clara: Gila, tapi nggak jam 9 malem juga kali! Gue mau tidur!
Brian: Gitu ya, bantu Ray mau, bantu gue gak mau. Oke.Clara mengerutkan dahinya. Seperti biasa, tingkah Brian selalu mengejutkan. Alih-alih membalas pesan dari Brian, Clara justru mematikan ponselnya dan bergegas tidur. Ia yakin Brian hanya mengada-ngada dalam rangka membuatnya kesal.
--
"Clara, bangun sayang,"
Suara lembut ibunya berhasil membangunkannya. Clara menyipitkan matanya melihat jam dinding. Masih jam 5 pagi. Ia bingung, tak biasanya ibunya membangunkannya sepagi ini. Clara terkesiap melihat sesuatu di atas meja belajarnya. Topi? Bagaimana bisa? Seingatnya, Brian belum mengembalikannya."Ada topi digantung di pagar rumah. Punyamu, kan? Kok bisa ada di sana?" tanya ibu Clara penasaran.
"Ngg.. Nggak tahu, Ma. Clara juga bingung," Clara merapikan rambutnya, kemudian ia teringat saat Brian mengatakan ia ada di depan rumahnya semalam. "Ya ampun!" teriak Clara sambil menepuk dahinya.
--
"Brian! Tunggu!" Clara berlari menuju ke arah Brian, namun tampaknya Brian pura-pura tidak mendengar. Sampai akhirnya, Ray dan Vino berhasil menghentikannya. Ia menyerah, padahal ia sedang tidak ingin berbicara dengan Clara.
"Bri, gue minta maaf. Gue kira lo bercanda,"
Brian tidak memandangi Clara sama sekali, ia memalingkan muka ke arah lain. Clara pasrah, ia sangat tak mengerti mengapa Brian memilih untuk mengembalikan topinya malam-malam, dan tidak berterus terang saja. Tanpa menoleh sedikit pun, Brian melangkah pergi. Ia tak mau mendengarkan penjelasan Clara.
"See? Temen kalian tuh, kayak anak kecil banget!" gerutu Clara kesal.
"Emang masalahnya apaan sih, Ra?" tanya Vino penasaran.
"Kemarin malem dia bilang ada di depan rumah gue, ngakunya sih minta bantuin bikin tugas akhir," Clara menambahkan, "Gue kira dia bercanda, malah gue tinggal tidur. Eh, ternyata dia ngembaliin topi gue,"
"Lah? topi lo kok bisa sama dia?" Ray semakin bingung.
"Kalian inget gak sih? Waktu ke pantai, dia makai topi gue, eh kebawa pulang," Clara mengangkat bahu.
"Clara, Clara. Masa lo masih nggak percaya sih, kalau dia suka sama lo?" Vino menggeleng.
"Iya, Ra. Lo tau, gak? Waktu mau ke pantai, lo kan bangunin dia tuh di personal chat, dia ngescreenshot chat lo ke gue," Ray menambahkan.
"Hah? Masa sih?" Clara mendesah pelan. "Terus sekarang gue harus apa? Dia aja nggak mau ngomong sama gue,"
"Tenang, kita bakal bantu." Ray menepuk-nepuk pundak Clara.
Clara tersenyum pasrah. Ia tahu Ray dan Vino bisa diandalkan. Ray dan Vino bergegas pergi menyusul Brian, dan Clara kembali ke kelas untuk mengambil tasnya.
Tak diduga, Sammy ada di depan kelasnya saat itu. Ia hanya memandangi Clara tanpa berkata satu patah kata pun. Clara merasa bersalah karena ia selalu mengabaikan chat dari Sammy, dan pada akhirnya Vino-lah yang berjasa membujuk Sammy untuk tidak mendekati Clara lagi. Cinta memang tak bisa dipaksakan, kan? pikir Clara.
**
Author's Note:
Yay! Keep on reading ya my lovely readers! It's almost the end of the story ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Love Story
Teen FictionMeet Clara, seorang gadis belia yang periang, seolah-olah hidupnya sangatlah sempurna. Ditambah lagi, ia mempunyai teman-teman yang senantiasa mewarnai hari-harinya. Namun, dibalik senyum manisnya yang seakan tak pernah sirna dari wajahnya, ada sesu...