Suasana hening menyelimuti kamar di salah apartemen mewah. Langit malam terlihat pekat dan angin berhembus dengan kencang pertanda hujan segera turun. Cuaca memang sedang labil beberapa hari terakhir.
Seiring dengan hembusan angin yang semakin kencang, kedua sejoli itu saling mengeratkan pelukan di bawah selimut tebal untuk menghangatkan satu sama lain. Hembusan nafas teratur dari keduanya tenggelam dalam hembusan angin.
Keheningan pecah tatkala terdengar dering ponsel dari nakas, pertanda adanya sebuah pesan masuk. Tidak ada yang berminat untuk mengambil ponsel yang sudah tak lagi berdering tersebut.
Lagi. Ponsel itu kembali berdering, kali ini lebih lama dari sebelumnya, namun lagi-lagi keduanya tidak peduli dan masih tetap dalam posisi. Ponsel kembali berdering memaksa salah satu diantara mereka menguraikan pelukan yang sempat mendapat penolakan.
"Sebentar, Jim.."
Akhirnya salah satu diantara mereka bersuara. Seulgi memutar badannya dan meraih ponsel yang sudah kembali berhenti berdering. Banyak pemberitahuan di sana, namun hanya satu yang menyita perhatiannya.
Seulgi kembali tidur membelakangi Jimin dan membalas beberapa pesan yang menurutnya cukup penting. Lengan hangat Jimin tiba tiba melingkar di tubuhnya, disusul dengan lengkuhan dan nafas teratur Jimin di tengkuk Seulgi.
Seulgi menaruh kembali ponselnya lalu berbalih menghadap Jimin yang tengah tertidur dengan bibir sedikit terbuka. Garis bantal terlihat di pipi kirinya yang tembam. Gemas, Seulgi mengelus pipi Jimin dengan lembut.
Jimin terbangun dengan mata sayu dan langsung menatap Seulgi di depannya. Bibirnya tersenyum dan meraih tangan Seulgi yang berada di pipinya. Dibawanya tangan itu ke depan bibirnya dan dicium dengan lembut.
"Aku pulang ya.."
Senyuman Jimin menghilang perlahan setelah perkataan Seulgi tersebut. Tangannya semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Seulgi dan mengeluskan pipinya di jemari lentik gadis itu. Seulgi mati matian menahan keinginan untuk mencubit pipi tembam pria di depannya ini, seperti anak kucing yang tengah merajuk.
"besok aja ya? aku harus pulang, deadline kerjaanku besok selesai" jawab Seulgi lembut, mencoba memberi pengertian. Jimin menggeleng pelan dengan mata tertutup.
Seulgi terkekeh dan mendekatkan dirinya pada Jimin lalu mengecup hidung mancung pria di depannya. Jimin tersenyum samar dan mengerucutkan bibirnya, meminta untuk dicium dan Seulgi mengecupnya sekilas.
Setelah itu Seulgi duduk dan berjalan ke arah kamar mandi untuk mengganti sweater tebal milik Jimin dengan baju kerja yang tadi dia pakai ketika datang ke Apartemen. Setelahnya, dia keluar dan melihat Jimin yang sudah duduk bersandar di tempat tidur dengan ponselnya.
Seulgi berjalan sambil merapikan rambutnya, mengikatnya jadi satu dan menggulungnya. Dia mengambil ponsel yang tadi dia letakan dan menaruhnya di tas.
"Ada Jaebum ya?" Tanya Jimin menghentikan aktifitas Seulgi, dia menoleh sebentar lalu tersenyum kecil.
Setelah merapikan tasnya, Seulgi berjalan ke arah Jimin dan mengecup pelipisnya lama. Setelahnya dia mengacak rambut hitam Jimin yang memang berantakan lalu ternsenyum.
"Jangan cuma pakai kaos, ganti sweater tebal dan nyalain pemanasnya, selimutnya dipakai sampai dada, jangan cuman kakinya aja" Pesan Seulgi, Jimin mengangguk mengerti dan tersenyum kecil.
"aku pulang ya"
Seulgi keluar dari kamar dan menutup pintunya. Tidak lama terdengar pintu apartemen yang benar-benar terkunci.
Jimin melihat ke arah jam dinding di kamarnya, pukul 8.45 malam. Terlalu pagi untuk tidur namun dia juga tidak tahu akan melakukan kegiatan apa. Akhirnya dia memilih untuk kembali berbaring tanpa mengindahkan perkataan Seulgi untuk berganti baju dan menambah suhu pemanas ruangangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side stories (seulmin)
Fiksi Penggemar"People don't want to hear the truth, because they don't want their illusions destroyed" Friedrich Nietzsche So, dont destroyed my SEULMIN illusions Bahasa 11 juli 2017