Sebentar Lagi

381 33 6
                                    

Regita mengganti kemeja serta rok plisket kuningnya dengan baju tidur bergambar beruang yang sangat nyaman. Hari ini dia melewati hari yang sangat panjang, dimulai dari jam delapan pagi pergi ke kantor dan melayani beberapa keluhan client lalu dilanjut dengan bimbingan mendadak dari dosennya. Sangat melelahkan. Setelah ikut makan malam bersama beberapa teman kampusnya, dia memutuskan untuk pulang dan istirahat.

Tangannya meraih remote ac lalu menekannya hingga titik terendah dan berguling di atas tempat tidur, meluruskan punggung beserta kaki yang sudah diforsir seharian ini.

Mata Regita mulai memberat seiring ruangan yang semakin sejuk, kenyamanan tempat tidurnya juga sangat mendukung untuk mengantarnya lebih cepat ke alam mimpi meski waktu masih menunjukan pukul 19.30. Regita tidak peduli, dia hanya sangat lelah hari ini.

Ketika matanya sudah hampir tertutup, ponsel miliknya berbunyi dan bergetar nyaring membuat berang. Regita menggerang kesal dan meraih ponselnya, dia bersumpah akan menguliti siapa pun yang menelponnya esok hari.

"Pegang sumpahku untuk benar-benar mengulitimu besok dan akan aku jadikan kerupuk!" Gerutu Regita ketika meletakan ponselnya di telinga, tanpa peduli siapa yang memanggil.

"Regita Anantria, untung saja aku yang menelpon! Bagaimana kalau orang tuamu? Dosen pembimbingmu? Oh! Atau mungkin clientmu? yang ada kau menjadi soto babat besok pagi!"

Tidak menjawab, Regita hanya berdecak tidak suka, tapi sedikit lega setelah mendengar suara di ujung telepon. Bukannya apa, dia juga akan resah kalau ternyata yang menelpon bukanlah Pamungkas Aji, kekasihnya. Bisa-bisa dia terkena masalah lain. Haduh!

"Sudah tidur?"

"Hampir, jika kau tidak menelponku! Ada apa?"

Regita mengganti posisi supaya lebih nyaman untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda.

"Aku lapar, sepuluh menit lagi sampai, cepat bersiap" Seru Aji membuat Regita mendesah malas.

"Tidak mau, aku mengantuk"

"Aku memaksa"

"Aku juga memaksa!"

"Aku tidak peduli, sepuluh menit lagi turunlah, bye!"

Sambungan dimatikan sepihak oleh Aji, Regita memutar matanya kesal dan mencoba tidur, dia sungguh tidak peduli, biar saja Aji menunggu di bawah sampai besok pagi.

Regita merasa matanya baru tertutup lima detik ketika ketukan di pintu kamarnya terdengar, dengan sangat terpaksa dia kembali bangun untuk membuka pintu.

"Mbak Egi, ada pacarnya di depan, dari tadi bunyiin klakson terus, takut ganggu kamar yang lain"

Lagi-lagi gadis bermata kucing itu menghela nafas berat, Ningsih, salah satu penjaga indekos yang tadi mengetuk pintu.

"Iya, maaf ya, Mbak ketiduran tadi, sebentar lagi Mbak turun, makasih ya" Ningsih mengangguk dan meninggalkan Regita dengam sulutan api membara siap membakar Aji kapan pun dia mau.

Setelah mengenakan jaket dan membawa ponselnya, Regita keluar menemui Aji yang sudah berbincang dengan Pak Ridwan, penjaga indekos tempat Regita tinggal. Aji melihat Regita yang langsung masuk ke dalam mobil setelah berpamitam kepada Pak Ridwan merasa sedikit was-was, beruang ganasnya sedang kumat.

"Bapak, saya duluan ya. Egi ngamuk sepertinya" Pamit Aji dan sedikit membisikan kalimat terakhir lalu mendapat senyuman maklum lelaki tua tersebut.

Aji masuk ke mobil dan segera melajukan mobilnya yang memang masih menyala. Dia menyempatkan melirik Regita yang tengah duduk dan melipat tangan di depan dada.

"Mau makan apa?" Tanya Aji, mencoba berani namun dihiraukan oleh Regita.

"Regita"

"Gi, kamu mau makan apa?"

"Egi"

"Dijawab dong"

"Egi.."

"Gak tau makan apa! Yang mau makan kan kamu, bukan aku! Aku itu maunya tidur, bukan makan! Kamu ngeselin banget sih, gak tau apa aku lagi cape gini??!! aku itu ngantuk, Ji!! Kamu nyebelin banget seenaknya ngajak keluar, mana maksa lagi! Pikir sendiri aja kamu makan apa, aku udah makan! Bodo amat!"

Ketahuilah, Aji sangat lega mendengar omelan Regita yang membuat telinganya pengang, itu memang lebih baik daripada Seulgi diam, diam, nanti takutnya malah kesurupan.

"Iya, maaf" Jawab Aji, mengalah dan meminta maaf memang jalan terbaik.

"Mau soto? bakso? nasi goreng? emm atau kamu pengen ayam? kentang? atau mau kopi? em.."

"Aji berisik, aku maunya tudur!!" Sela Regita lalu menurunkan sandaran kursi dan berbalik memunggungi Aji yang menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas. Aji menghela napas, tangan kirinya mengambil jaket di kursi belakang dan menutupi kaki Regita yang siap tidur.

Aji duduk di salah satu bangku plastik setelah memesan dua porsi sate kambing dan satu porsi sate ayam. Berjaga-jaga bila Regita berminat nanti.

"Sendiri aja, Mas? Mbak Eginya gak diajak?"

Aji mendongak lalu tersenyum pada bapak paruh baya yang telah menjadi langganannya sejak zaman kuliah hingga sekarang bekerja.

"Di mobil, Pak, tidur. Saya takut mau bangunin, bisa-bisa dibalik ini warungnya, mangkanya saya bungkus aja" Jawab Aji dengan candaan.

"Haduh, memang kalau manusia tuh diganggu tidurnya bakal berubah jadi macan haha" Aji kembali tersenyum mendengar candaan tersebut. Menurutnya, Regita akan lebih menakutkan dari spesies macan apapun.

"Si Egi belum lulus?" Lanjut si Bapak, kedai memang sedikit sepi, hanya dua pasang muda-mudi yang tengah berada disana.

"Belum pak, kebanyakan kerja dia, jadi rada molor, Pak"

"Jangan dimarahin, didukung aja, Mas!" Aji mengangguk mengiyakan, dia akan terus menyemangati Regita hingga tesisnya selesai, yaa meski menurut Regita dengan cara yang menyebalkan, yaitu menceramahi Regita setiap harinya.

Dia kembali ke mobil yang terparkir di dekat mini market dan mendapati Regita masih tertidur, malah nampak sangat pulas meski terbatasnya ruang. Aji membenarkan letak jaket yang menutupi kaki Regita lalu melaju menuju rumahnya.

Aji menutup pintu pagar dan menguncinya setelah mobil telah masuk garasi, selanjutnya dia membuka pintu rumah dan meletakkan bungkusan sate dan kembali ke mobil. Regita masih tertidur disana, belum sadar meski Aji sudah memberhentikan mobilnya berkali-kali untuk membeli sate, mengisi bensin, serta membeli galon.

Dia membuka pintu penumpang dan menunduk untuk membangunkan Regita.

"Gi, bangun yuk, udah sampai" Aji membangunkannya dengan lembut dan menepuk pelan pipi Seulgi.

"Sayang.. ayok, nanti kamu pegel tidur di mobil"

Regita menggeliat dan sedikit membuka mata. Aji kembali tersenyum dan mengecup pipi wanitanya. Regita duduk mencoba mengumpulkan nyawa meski tidak sepenuhnya rampung.

"Gendong" Manjanya, Aji mengangguk dan menyanggupi meski baru saja mengangkat dua galon air mineral.

Dia berjalan sedikit menjauh dan berkongkok membelakangi Regita. Tidak lama, punggungya terasa berat dan lehernya terasa tercekik. Seperti membawa tuyul peliharaan.

Aji membawa Regita masuk ke dalam kamar dan membaringkannya. Ketika merasa di atas kasur, Regita langsung berguling dan mencari posisi ternyamannya untuk tidur. Aji berdiri untuk mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai lalu kembali menghampiri Seulgi.

Dia mengurangi suhu ac dan menyelimuti Regita yang nampaknya sudah kembali tertidur. Aji tersenyum dan mengecup pelipis keksihnya dan keluar dari kamarnya. Dia akan tidur di kamar lain setelah menghabiskan sate yang telah dia beli dan juga menelpon orang tua Regita jika anak gadisnya tidur di rumah Aji.

Nanti saja, akan ada waktunya dia tidur satu kamar dengan Regita dan mengerjakan segala sesuatunya berdua, nanti, ketika mereka sudah resmi menikah. Doakan, ya!







Gajelas, ya? gak apa-apa deh, ini dibuat sebagai penghibur diri sendiri yang belum nemu judul.

29 September 2019
Araanof

Side stories (seulmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang