Musim dingin masih akan datang bulan depan namun hawanya sudah terasa pada bulan ini. Pagi hari rasanya sangat menyiksa, apalagi jika dihadapkan pada keaadan harus membersihkan diri. Rasanya, air hangat saja terasa tidak cukup.
Salah satu unit apartemen di pusat kota itu masih terlihat sepi dan gelap tanpa ada penerangan meski matahari baru saja terbit. Mungkin penghuninya masih betah untuk bekelana di alam mimpi.
Geliat tidak nyaman terjadi di salah satu kamar tidur dengan seprai biru tua yang berantakan. Salah satu dari mereka mulai membuka mata dan terduduk di tempat tidur. Matanya berkeliling dan melihat dua balita yang masih tertidur pulas di samping kiri dan kanannya.
Perlahan dia turun dari ranjang dan membenahi selimut serta posisi tidur kedua balita itu supaya lebih nyaman dan tidak terjatuh. Terlalu pagi untuk mereka bangun dan nantinya akan mebuatnya tidak dapat beraktifitas pagi.
Kang Seulgi berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh muka dan menggosok gigi. Setelahnya dia berjalan ke ruang tengah yang sangat berantakan oleh mainan kedua balita yang sekarang masih tidur. Harus segera dibereskan, bila tidak akan lebih berantakan nantinya.
Seulgi membuka tirai yang mentup seluruh kaca, sinar matahari yang sedikit tertutupi awan terlihat. Tidak apa, asal masih ada matahari sudah baik.
Setelahnya Seulgi kembali ke karpet, memasukan seluruh mainan yang berceceran pada sebuah box besar yang dia khususkan untuk menyimpan mainan. Seulgi mendorong box yang sudah penuh dengan mainan lalu memasukannya pada salah satu lemari yang isinya juga tidak beda jauh, penuh dengan mainan.
Selesai dengan ruang tengah, Seulgi kembali berjalan menuju dapur. Dia akan menanak nasi lalu meninggalkannya untuk mebersihkan sofa dan karpet dengan penyedot debu. Dia hanya berharap kedua anaknya tidak terbangun.
Ketika dia sibuk dengan penyedot debu yang lumayan berisik, sayup-sayup terdengar suara ponselnya yang berada di kamar. Dengan cepat dia segera berlari dan mengambil ponselnya. Takut-takut membangungkan kedua balita yang masih tertidur.
"Kenapa menelpon pagi-pagi? Anak-anak sedang tidur!" Omel Seulgi setelah menjawab panggilan tersebut tanpa salam.
Seseorang di ujung telepon tertawa kecil mendengarnya. Sedikit merindukan suara histeris Seulgi secara langsung.
"Aku sudah di bandara, sudah check in, dan sebentar lagi boarding, sekarang aku masih di ruang tunggu. Setengah jam lagi aku akan berangkat, lalu jam 03.30 aku mendarat" Lapornya.
Seulgi hanya mendengarkan tanpa minat untuk menanggapi. Terlampau kesal karena dia menelpon hanya untuk menginformasikan sesuatu yang tidak terlalu penting. Padahal tadi malam dia sudah mengerimkan jadwal penerbangan. Apa masih kurang?
"Hallo? Sayang? Kau masih disana kan?" Tanyanya ketika tidak mendapati tanggapan dari Seulgi.
"Iya, Park Jimin, aku sduah mengerti"
"Ketus sekali, kau tidak merindukanku? padahal aku rasanya ingin mati merindukan kalian bertiga, ah, aku jadi bersedih"
Dasar! Drama King!
"Terserah" Seru Seulgi, membuat Jimin tertawa keras lalu mendadak berhenti dan mengucapkan permintaan maaf. Nampaknya dia dicap gila oleh beberapa orang di bandara, biar saja, biar kapok.
"Nanti jangan lupa jemput aku, ya. Anak-anak titipkan sebentar saja pada Yeri" Itu nama tetangga apartemen mereka sekaligus adik tingkat Seulgi saat kuliah dulu.
"Sudah? Aku ingin melanjutkan bersih-bersih dan masak. Hati-hati" Putus Seulgi yang mengakhiri panggilan.
Seulgi meletakan ponselnya pada meja tengah dan kembali meraih penyedot debu. Pekerjaannya masih banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side stories (seulmin)
Fanfiction"People don't want to hear the truth, because they don't want their illusions destroyed" Friedrich Nietzsche So, dont destroyed my SEULMIN illusions Bahasa 11 juli 2017