Nueve

5.7K 504 30
                                    

Disisi lain, Oliver sedang kalang kabut. Ia segera memasukkan barang yang sekiranya akan ia butuhkan ke dalam sebuah tas jinjing kerja berwarna coklat oak.

Ia dengan cepat melaju menuju rumah Naomi. Sial, ia sungguh tidak mengira ini akan terjadi sehari sebelum konsultasinya dengan Naomi.

Kau kenapa Nao-chan?

Apa ada masalah?

Kau bisa menceritakannya padaku

Mobil terbaru keluaran Jerman, Audi R8 itu dengan cepat membelah jalanan Jakarta yang cukup padat. Jangan tanyakan, ia sungguh seperti orang kesetanan.

Sebesar inikah efek yang kamu berikan bagi saya Naomi?

🔰🔰🔰

"bagaimana dok, kondisi adek saya?"

"saya rasa ini perlu pemeriksaan lanjutan di rumah sakit. Saya tak tau riwayat penyakitnya atau obat apa yang ia konsumsi. Jadi, saya tak bisa memberikan sembarangan obat" kata dokter itu. Nyaris putus asa. Naomi tak meresponnya.

"ANDA ITU DOKTER! SEHARUSNYA ANDA BISA MENDIAGNOSA APA YANG TERJADI SAMA ADEK SAYA!" pekik Kai kesal.

Ting... Tong... Ting.. Tong...

"Kai tenang. Lu, bukain pintu" kata Kris pada Luhan. Lelaki berparas tampan namun cantik itu mengangguk.

Tak lama, ia telah kembali bersama seorang lelaki yang umurnya nampak tak berbeda jauh dengan mereka.

"oh, dokter Oliver?" kata dokter yang sebelumnya memeriksa Naomi.

"halo dokter Andra" ujar Oliver seraya tersenyum.

"kalian saling mengenal?"

"ya"

"apa yang kau lakukan pada Naomi?" ucap Oliver pada Andra. Seraya memeriksa detak jantung Naomi lewat stetoskop yang menempel di dada gadis itu.

Cepat sekali.

"saya tak melakukan apapun dok. Tapi, ini aneh. Jantung pasien berdetak kencang bahkan saat seharusnya detaknya melemah" ucap Andra. Oliver tersenyum.

Ini tidak aneh. Hal yang biasa terjadi pada perderita PTSD*.

Oliver tak banyak berbicara dan mulai memasangkan cairang infus pada tangan mungil gadis itu. Dibukanya sedikit baju lengan panjang yang menutupi tangan mungil Naomi.

Nafasnya memburu. Oliver tercekat.

Gadis ini melakukannya lagi.

"Naomi....." lirihnya.

Tanpa mengatakan apapun Oliver menyuntikkan sebuah cairan ke selang infus Naomi yang baru saja di ambilnya dari tasnya.

"apa itu?"

"hanya cairan penambah stamina" dusta Oliver.

"oh"

"tapi adek kami udah nggak papa kan dok?"

"nggak papa. Mungkin setengah jam lagi dia bisa siuman" ujar Oliver.

Dokter Andra pamit pulang dan kini, tinggallah Twelve bro—sebagaimana Naomi menyebutkan—, Naomi dan Oliver itu sendiri.

"eughhh"

Lenguhan terdengar dari arah ranjang. Lantas serempak mereka menolehkan kepala mereka pada Naomi yang terbaring disana.

"Nao"

Naomi perlahan mengerjapkan matanya. Sinar yang di terima oleh kornea matanya belum membuatnya terbiasa.

"hai Nao"

Suara itu.

"dokter Oliver?"

"ya?"

"gimana bisa kamu kesini? Setau saya, saya nggak pernah tuh buat janji sore ini atau siang ini. Bukannya besok ya?" tanya Naomi beruntun.

"kalo saya ceritain sekarang, panjang urusannya. Sekarang, saya periksa kamu dulu ya" kata Oliver, Naomi mengangguk. Para kakak-kakaknya hanya menatap bingung kedua insan itu.

"oke"

Oliver memulai memeriksa keadaan Naomi.

"sudah baikan."

"oh ya? Saya sempat pingsan tadi kayaknya"

"iya kamu pingsan. Tapi, Nao, kenapa kamu ngelakuin itu lagi? Bukannya saya udah bilang, setertekan-tertekannya kamu, kamu nggak bisa begini"

"lantas, saya harus gimana Oliver?"

"salurkan itu ke hal yang lain Naomi. Asalkan jangan itu"

"dok, janji yang saya buat besok, tetep bisa kan? Saya kayaknya udah baikan deh. Tapi, tolong, jangan beritahukan ke yang lain tentang kondisi saya sebenarnya" ucap Naomi. Dengan nada lirih pada kalimat terakhir.

"iya. Jangan sering-sering minum obat itu ya Nao? Ntar, kamu bisa over"

"Iya. Saya ngerti kok"

Pada akhirnya, Oliver menyudahi pembicaraan itu dan menghadap para kakak lelaki gadis itu. Membicarakan apa yang terjadi pada Naomi. Tidak, tidak sepenuhnya berbohong. Hanya tentang PTSD dan depresi Naomi yang tidak di ceritakannya. Selebihnya, semua ia katakan dengan jujur.

"baiklah, sudah larut. Saya pulang dulu. Naomi, saya pulang ya! Jangan kangen sama saya loh!" celetuk Oliver. Lalu tertawa kecil.

"kangen apanya. Saya aja kadang eneg liat dokter" balas Naomi.

Mereka berdua sama-sama memiliki selera humor yang kurang bagus.

"ekhm, bagi kalian, tolong dijaga Naomi. Dia perlu asupan nutrisi yang cukup dan teratur. Itu semua berpengaruh besar padanya. Jadi, saya permisi" ucap Oliver seraya keluar dari kamar Naomi dan melangkahkan kakinya dari rumah megah dan mewah milik Park Ji Chul.

*****

*PTSD adalah suatu kondisi kesehatan mental yang dipicu oleh peristiwa mengerikan. Gejala yang mungkin muncul termasuk kilas balik, mimpi buruk dan kecemasan yang parah, serta pikiran tak terkendali tentang kejadian tersebut.

Biasanya dari mereka yang mengalami gangguan PTSD akan menjerumus ke arah self injury (kasus yang di FF ini menjerumus ke arah self injury. Tergantung situasi dal hal yang dialami oleh pasien. Dan seberapa besar tekanan itu). Oleh karena itu hal ini harus segera di tangani.


Visualisasi Oliver

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Visualisasi Oliver.

Yap. That's Manu Rios.

Btw guys,

Tq.

🌙ㅡ.step-brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang