Pagi sudah tiba, mentari datang menyapa. Langkah kaki ringan dari seorang gadis berseragam SMA itu terayun menuju gerbang sekolah. Senyuman manis terukir di bibirnya. Entahlah, hari ini ia begitu bersemangat untuk ke sekolah. Ia sudah rindu. Rindu dengan pelajaran di sekolah, rindu dengan Pak Guntoro yang galak, bahkan ia rindu dengan bangku dan mejanya, ah jelas-jelas ini semester baru ia memasuki kelas 11. Tentu saja ia akan berada di kelas yang berbeda.
Tapi satu pemikiran lagi, kali ini hal itu berhasil membuat senyuman sumringah terukir di wajahnya. Ah, ia sangat rindu dengan temannya! Setelah libur panjang rasanya ia begitu tak sabar untuk berjumpa dengan dua sahabatnya.
Langkah gadis itu kian semangat. Detakan kakinya yang terbalut sepatu hitam, berbaur dengan keramaian murid lainnya yang baru memasuki gerbang.
Pagi ini memang cerah, secerah suasana hatinya hari ini. Bahkan saking bersemangatnya, ia bahkan menyapa pak Mamat yang berdiri di depan gerbang.
Gadis yang rambutnya berkuncir biru itu mengeratkan pegangannya pada ransel.
Nada Fajria Salsabilla, itulah tulisan yang terukir di name tag gadis itu.
"Nada!!"
Suara cempreng yang sudah Nada kenali terdengar. Belum juga Nada berpaling untuk bersitatap dengan si empu suara maha dahsyat itu. sebuah tepukan keras sudah mendarat di bahu kananya.
"Heh! Dipanggil dari tadi juga!"
Nada menoleh, dan di dapatinya seorang gadis jangkung berdiri di sampingnya dengan senyuman sumringah.
Nada mendengus, tapi kemudian ia tersenyum. Berselang waktu gadis itu merangkulkan sebelah tangannya pada leher Nada.
"Masih pagi ini, Sa! Lo udah main tarik aja leher gue," Nada berujar dengan suara kesal dibuat-buat
Sedangkan yang ditegur hanya nyengir kuda dan kian mengeratkan rangkulannya. "Biarin! Udah lama banget gue gak giniin lo." Mata Asya melirik tangannya yang merangkul leher Nada. Senyuman nakal sudah tercipta.
Sedangkan Nada hanya memutar matanya. Dasar Asya cewek lebay.
Kedua gadis itu berjalan beriringan menuju pelataran kelas
"Padahal kita gak ketemunya cuman dua minggu Sa," gerutu Nada saat mereka berjalan di koridor.
Asya mengerucutkan bibirnya, "Dasar gak peka! Malah gue yang dikatain lebay, gue tuh kangen ama lo Nada." Suara sok mendramatis Asya membuat Nada mengernyit.
Asya memang memiliki kemampuan suara yang hebat. Bukan dibidang menyanyi tapi dibidang membuat orang tuli dadakan.
"Toa lo udah kenceng aja Sa, padahal masih pagi," celetuk seseorang yang berjalan di samping Nada.
Asya memberengut, sedangkan Nada terkikik.
"Melya nyebelin!" Asya memekik, melepas rangkulannya pada Nada. Berbalik mencoba untuk memukul bahu Melya.
Tapi Melya yang sudah hafal kebiasaan Asya dengan sigap langsung menghindar.
"Gak kena, deh!" cibir Melya sambil menjulurkan lidahnya.
Melihat tingkah menyebalkan Melya, sontak Asya merasa semakin kesal.
Alhasil kini mereka berdua mencoba untuk saling memukul. Nada yang berada di tengah mereka akhirnya merasa jengah.
"Udah, udah! Baru ketemu kalian udah berantem aja! kalo mau berantem, sono kelapangan nanti waktu upacara."
"Nada!!" Entah pagi ini mereka berdua jodoh atau apa, hingga meneriakan nama Nada dengan begitu kencangnya. Membuat Nada refleks menutup kedua kupingnya. Dalam hati ia berdoa agar telinganya tidak tuli.
YOU ARE READING
Tempat Untuk Kembali
Teen FictionIa pernah bercerita, di antara desau angin ia mengucapkan angannya. Dengan mata sendu ia menatap hamparan langit. "Gue tau, tidak semua hal yang kita inginkan bisa terwujud. Tapi, kali ini gue berharap, gue bisa menemukan tempat untuk kembali, untuk...