Wildan berjalan dengan santai di koridor sekolah. Mata madu cowok itu sama sekali tak terganggu oleh pemandangan takjub dari murid lain. Mungkin Wildan sudah biasa. Ia tak peduli. Sungguh Wildan tak peduli. Karena saat ini ia sedang memikirkan cara, bagaimana melempar jus tomat Difi kedalam tong sampah. Sedari tadi ia sudah gemas bukan main.
Gilang berjalan di samping Wildan, lelaki itu nampak begitu santai. Bahkan sesekali ia bersenandung. Sedangkan Difi, nasib cowok berwajah imut itu memang ngenes. Ia terpaksa harus berjalan di belakang Wildan dan Gilang. Sendirian, karena Naufal tak tahu pergi kemana. Mungkin saja ia sedang asek mojok bareng pacarnya, entah pacar yang mana. Difi cemberut maksimal, karena Wildan yang terang-terangan tak ingin berjalan di sampingnya. Apa salah Difi? Difi tak tahu, bahwa Wildan memiliki alasan atas tindakan dekskriminasinya pada Difi. Ia tak tahan dengan aroma jus tomat Difi.
Rooftop sekolah berada di atas gedung kelas 12. Jadi untuk kesana,mereka harus melewati lapangan. Suasana lapang saat itu lumayan ramai. Ada beberapa siswa yang bermain basket. Mungkin karena kegiatan belajar dan mengajar belum di mulai, jadinya banyak siswa yang kelayapan di luar kelas.
Mata Wildan menyipit ketika ia melihat seorang gadis mungil berpipi Chubby berjalan bersama temannya. Gadis itu sepertinya juga melihat Wildan. Itu terlihat dari gelagatnya yang berubah. Ia nampak memperbaiki cara berjalannya agar lebih anggun.
Wildan berdecak dalam hati, palsu! Gadis palsu seperti dia sudah sangat sering Wildan temui.
Gadis itu , yang masih misterius namanya, terlihat sumringah. Matanya berbinar kala menyadari bahwa Wildan memperhatikannya. Ia mengira, Wildan sudah menganggapnya lebih.
Senyumannya sirna ketika Wildan dan teman-temanya hanya berlalu. Apa mungkin usaha tak berhasil?
"Amara?"
Suara berat Wildan terdengar. Gilang dan Difi yang tadi selangkah lebih dahulu dari Wildan, ikutan terhenti dan menoleh.
Gadis yang dipanggil Wildan Amara itu nampak terkejut, begitu juga dengan temannya. Mereka mungkin tak mengira seorang Wildan akan melakukan itu. menyapa seorang cewek.
Wildan membalas tatapan Amara, tubuhnya sudah berpaling sepenuhnya menghadap cewek itu. dengan tangan di dalam saku celana Wildan mendekat ke arah Amara. "Nama lo...Amara, kan?" tanya Wildan seolah memastikan.
Amara menggigiti pipi dalamnya, ia lumayan gugup. Tapi ia senang, sepertinya Amara benar-benar menarik perhatian Wildan.
Kejadian itu sontak menarik perhatian semua orang di sana. bahkan para siswa yang tadi bermain basket langsung berhenti.
Gilang dan Difi , terbingung ria. Mereka masih tak mengerti dengan ketiba-tibaan wildan.
"Iya kak, aku Amara," sahut Amara dengan suara lembutnya saat Wildan sudah berada di depannya. Mereka sudah saling berhadapan dengan mata tajam Wildan yang mengintimidasi.
YOU ARE READING
Tempat Untuk Kembali
Teen FictionIa pernah bercerita, di antara desau angin ia mengucapkan angannya. Dengan mata sendu ia menatap hamparan langit. "Gue tau, tidak semua hal yang kita inginkan bisa terwujud. Tapi, kali ini gue berharap, gue bisa menemukan tempat untuk kembali, untuk...