PEJUANG SKRIPSI - Part 4

248 32 5
                                    

Sudah empat bulan lamanya Clarissa berjuang merangkai puluhan bahkan ratusan ribu kata yang akan mengantarnya pada satu kata, lulus. Pahit dan manis telah ia lalui. Hanya karena restu Tuhan topik skripsi diubah. Dan karena restu Tuhan juga hari ini Clarissa berdiri dihadapan tiga dosen yang akan mendengarkan presentasinya.

Beberapa teman yang dulu sering menjadi satu kelompok dalam group project terlihat mengepalkan tangan ke arah Clarissa tanda memberikan semangat. Ada juga yang mengangkat secarik kertas bertuliskan "Ditunggu oppa". Dukungan semangat dari teman-temannya ini tampak membantu Clarissa untuk lebih tenang melakukan presentasi. Lima menit sebelum kalimat pembuka terucap dari mulutnya, tampak Clarissa duduk melipat tangan sambil menundukkan kepalanya. "Tuhan, aku berserah."

Topik yang diambil Clarissa sepertinya sangat menarik bagi dosen yang mengujinya. Presentasi yang berlangsung selama 20 menit itu mendapatkan banyak pertanyaan yang cukup menguji logika Clarissa, mahasiswa yang pernah mendapatkan IPK 4 di semester pertamanya. Perdebatan pun sempat terjadi antara Clarissa dan salah satu dosen penguji. Suasana dalam ruangan itu pun tampak semakin seru namun juga menjadi tekanan bagi teman-temannya yang belum maju sidang.

"Baik Clarissa. Terima kasih untuk presentasinya hari ini. Silahkan tunggu di luar bersama kawan-kawan dan nanti akan kami panggil kembali." Sang ketua penguji pada pagi hari itu menyuruh Clarissa dan teman-teman segera ke luar ruangan. Sesaat setelah itu, mereka pun keluar ruangan bersamaan. Tak hanya Clarissa yang deg-degan, teman-temannya yang melihat pun penasaran akan hasil pertempuran hari ini.

"Tenang-tenang. Pasti lulus." Begitu kata Adi santai, sesantai mengerjakan skripsi hingga saat ini masih stuck di bab 2. "Aku juga ngerasa Icha pasti lulus sih. Cuma tadi liat deh si pak Togar. Kata-katanya tajem banget. Selalu aja nyerang si Icha. Duh gimana nih kalo aku dapet dia pas sidang?" Nathasya yang sebentar lagi akan menyusul Clarissa terjatuh dalam tekanan atmosfir sidang yang baru saja ia saksikan.

Clarissa yang sedang tersiksa dalam rasa penasaran terlihat berjalan kesana-kemari sambil menggigit jari. Teman-temannya pun hanya bisa terdiam sambil menggerakkan leher ke kanan dan ke kiri mengikuti arah Clarissa pergi. Suasana di luar ruangan tampak hening. Namun tiba-tiba saja terdengar suara seorang wanita yang menangis sehabis keluar ruangan. Adi yang mengenal salah satu dari gerombolan itu pun bertanya, "Kenapa?" "Dibantai habis-habisan dan disuruh rewrite." Begitu jawab temannya.

Rewrite? Itu tandanya skripsi harus dirombak secara total. Urat-urat Clarissa pun semakin tegang. Paru-parunya mulai kembali merasa sulit menerima oksigen dari luar tubuh. Cuaca yang terasa sejuk karena guyuran hujan rasanya begitu pengap bagi Clarissa. Kini tangannya berfungsi sebagai kipas angin yang hanya mengasilkan hembusan kecil. Entah benar merasa panas atau dia hanya tak bisa mengendalikan rasa gugupnya.

"Clarissa." Pak Togar memanggil Clarissa untuk kembali masuk ke ruang sidang. Pintu ditutup dan kini hanya ada empat pasang mata yang berada dalam ruangan itu. Teman-temannya yang penasaran mulai berebutan menempelkan kuping di pintu untuk mendengarkan hasil sidang. Namun sayang sekali ruangan itu bak kedap suara sehingga tak ada satu kata pun yang terdengar dari dalam.

Setelah 10 menit berada didalam ruangan yang saat ini penuh dengan aura misteri, Clarissa kembali membuka pintu sambil tertunduk lesu. Ketiga dosen itu tampak masih terduduk sambil berbincang-bincang. Adi dan Michael yang masih setia menempelkan kupingnya hampir terjatuh saat Clarissa menarik gagang pintu.

"Gimana? Gimana?" Semua orang penasaran dengan hasilnya. Clarissa hanya terdiam dengan mata berkaca-kaca. Apakah kali ini dia harus kembali mengecap pahitnya ujian kehidupan? Beberapa temannya mulai melipat bibir atas dan bawahnya. Mereka pun tahu bahwa nasib Clarissa berakhir sama dengan wanita yang sebelumnya menangis tersedu-sedu setelah sidang.

"AKU LULUSSSSS!!" Teriak Clarissa mengagetkan pak Togar yang hendak menyeruput air minumnya. Teriakannya itu sontak membuat teman-temannya kaget dan langsung memeluknya erat. Kumpulan mahasiswa pejuang skripsi ini tampak berloncat-loncat kecil sambil memutarkan badan mereka layaknya sebuah tim sepak bola yang baru saja memenangkan sebuah pertandingan.

Angel yang sudah menyiapkan kado mulai menyematkan selendang keagungan para mahasiswa yang baru saja menyelesaikan tugas akhir mereka. Tak lupa ada juga Nathasya dan Miranda yang memberikannya dua buket bunga mawar sebagai pemanis foto kelulusan. Adi yang terkenal pelit pun memberikan sebuah mahkota yang dibelinya dari tukang mainan. Aura kebahagiaan itu bertebaran kemana-mana hingga menjadi pusat perhatian mahasiswa yang lewat. Menyelesaikan pendidikan S1 dalam waktu 3.5 tahun merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi Clarissa, dan tentunya si keluarga cemara.

Saat ini tak lagi dirasakannya pahit skripsi yang selalu saja menguras emosi. Hanya ada rasa manis yang dikecapnya bersama teman-teman dan keluarganya nanti. Pahitnya ujian kehidupan mungkin akan kembali dirasakannya saat Tuhan merestui. Itulah konsekuensi manusia yang selalu ingin melangkah maju meraih prestasi.

Tak boleh diam ditempat namun tak harus berlari. Teruslah berjalan itulah kunci. Namun ada kalanya kau harus berlari kencang disaat keadaan memaksamu untuk cepat berada di garis finish. Itulah hidup, penuh dengan teka-teki.

Ritual selanjutnya adalah foto bersama. Foto dengan para dosen pembimbing dan penguji merupakan hal pertama yang wajib dilakukan. Setelah itu? Tentu saja ratu dalam sehari ini harus secara bergantian berfoto dengan teman-teman yang telah menyemangatinya selama sidang. Sayang sekali sahabat karibnya tak dapat datang karena kuliah di luar kota.

Suasana kembali hening untuk kedua kalinya ketika ada seorang pria berbadan tinggi membawa buket bunga untuk Clarissa. Pria ini menghampiri Clarissa disertai kata-kata wajib yang terlontar saat seorang pria dan wanita disinyalir memiliki hati, "Cieeee... Cieeee..." Suara itu saling bersaut-sautan namun si galak Nathasya menyuruh para lelaki bermulut wanita itu untuk diam. Matanya melotot sambil menggerakkan tangan untuk menyuruh teman-temannya sedikit menjauh.

Clarissa tampak kaget melihat munculnya si pria tinggi bernama Glen. Glen adalah mahasiswa yang satu jurusan dengannya dan pernah berada di kelas yang sama untuk beberapa kali. Pria ini cukup tampan dikalangan para wanita. Tangannya yang jago memasukkan bola ke dalam ring basket berhasil membuatnya menjadi incaran para junior.

Lelaki tampan berbadan tinggi. Apakah Glen orangnya? Diakah orang yang akan menikahi fansnya suatu saat nanti? Fans? Apakah Glen bisa dibilang seorang idola? Lelaki jago berbahasa Indonesia ini memang keturunan Korea. Ayahnya adalah orang Korea asli yang bekerja pada sebuah perusahaan asing. Glen juga memiliki satu saudara perempuan. Namun marga ayahnya adalah Choi, bukan Park. Kebenaran memang belum terungkap. Satu yang pasti, Clarissa tersenyum menatapnya tajam.

OPPA, URI MANNAJA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang