Siapa sangka bahwa hari di mana Wonwoo membantuku adalah hari terakhir Wonwoo bersikap hangat? Kami sempat berpapasan tapi tak ada sapaan diantara kami, berbeda dari sebelumnya---ia menyapaku walau hanya untuk menanyakan keadaan hidungku. Bagaimana ingin bertegur sapa? Menukar pandangan saja tidak!
"Menurutmu, apa yang terjadi pada sepupumu itu?" tanyaku kepada Hani ketika Guru Park keluar kelas. Hani menumpu kepalanya dengan tangan kanan dan menggeleng. "Apa menurutmu perkiraanmu itu benar?"
"Perkiraan apa?" Hani mengerutkan alisnya.
"Perkiraan bahwa Wonwoo sedang menunggu seseorang," balasku. Pandanganku beralih ke papan tulis hitam yang penuh dengan not balok dan menghela napas. "Masa SMA begitu sulit. Apa aku benar?"
Hani tidak menjawab, melainkan mendaratkan tangannya ke punggungku dan mengusapnya. "Apa kau yakin bahwa itu benar-benar perasaan yang serius?" Aku mengangkat kepalaku yang sebelumnya kutidurkan di meja dan menunggu Hani untuk melanjutkan kalimatnya. "Atau itu hanya sebuah obsesi?"
Hani bagaikan dokter cinta. Semua pertanyaan ataupun pernyataan yang ia ucapkan selalu membuatku berpikir dengan keras.
"Aku tidak yakin bahwa itu sebuah perasaan yang serius. Jeon Wonwoo akan melakukan ujian tahun depan dan ia tidak memiliki banyak waktu untuk berkeliaran di area sekolah. Dan sepertinya di saat itulah kau akan melupakannya," kata Hani. "Itu pendapatku. Tidak usah terlalu dipikirkan."
Aku mengangguk lemas.
"Tapi aku salut jika itu memang perasaan yang serius. Setidaknya hatimu telah direbut oleh Jeon Wonwoo, bukan laki-laki yang lain," katanya.
***
Wonwoo adalah laki-laki yang sangat baik. Dia penyayang dan akan melakukan apapun asalkan kesayangannya bahagia. Untuk apa Hani memberitahu fakta itu? Toh aku ini bukan 'kesayangan' Jeon Wonwoo.
Aku berjalan menyusuri lapangan sekolah yang luas. Sendiri. Ya, Hani selalu pulang lebih awal karena rumahnya yang terbilang jauh dan tidak searah denganku.
Tidak ada siswa lain kecuali mereka yang mengikuti kegiatan basket. Aku terus berjalan sambil melihat ujung sepatuku yang kotor karena debu di jalan. Sesekali memikirkan pertanyaan yang pernah Hani lontarkan.
Apa kau yakin bahwa itu benar-benar perasaan yang serius? Atau itu hanya sebuah obsesi?
Memangnya apa perbedaan orang yang mencintai dengan orang yang terobsesi? Bukannya mereka sama-sama menyukai?
Kepalaku terangkat ketika mendengar suara canda tawa di depan gerbang sekolah. Kulirik samping kiriku dan melihat beberapa laki-laki yang sedang mengobrol bersama di sana.
Salah satunya adalah Jeon Wonwoo. Seragam putihnya sudah terlepas. Yang ia kenakan sekarang adalah kaos yang pas dengan tubuhnya berwarna merah marun.
Salah satu temannya---yang kuyakin bernama Lee Seokmin--- melihatku. Kemudian Jeon Wonwoo ikut melihatku sembari tersenyum. Aku tidak tahu apakah itu sebuah senyuman atau tawaan, tapi dia kelihatan begitu senang.
Aku kembali menundukan kepalaku dan mulai berjalan lagi. Dia tidak tersenyum kepadaku, pikirku. Dia tersenyum karena canda tawa yang dibuat teman-temannya.
Aku menarik napasku dan menghembuskannya. Senyumnya begitu manis. Itu cukup menyenangkan melihat dirinya tersenyum walau bukan karena diriku.
Aroma kue langsung menyeruak begitu aku mendorong pintu. Aku memutuskan untuk membeli kue keju karena... karena aku hanya ingin. Setelah mengambil kue keju dan beberapa kue lainnya, aku menghampiri kasir dan membayar di sana.
"Terima kasih. Datang kembali ya!"
Aku mengangguk dan tersenyum, kemudian meninggalkan seorang perempuan dengan papan nama yang bertuliskan Jangmi. Kertas putih yang menunjukan pesananku begitu menarik perhatianku.
Sepertinya harga kue keju naik, pikirku. Terkadang aku terkesan berlebihan karena terlalu mementingkan kenaikan harga sebuah barang. Tapi satu pertanyaan selal hadir ketika melihat harga sebuah barang yang berubah---apa yang membuat barang itu bisa menaikan harga jual?
Karena sibuk melihat kertas itu, alhasil kepalaku terbentur pintu kaca itu.
"Aww!" Aku meringis sembari mengusap kepalaku. Aku melihat sepasang sepatu di depanku. Oh tidak. Kenapa harus... dia?

KAMU SEDANG MEMBACA
obsession // jeon wonwoo
NouvellesBagi Lee Nara, setahun adalah waktu yang sangat pendek. Jadi menurutmu, yang ia rasakan adalah rasa cinta atau hanya sebuah obsesi?