8

1.8K 245 5
                                    

Tiga jam berkutat dengan pelajaran fisika dan akhirnya guru itu keluar dari kelas. Bukan hanya aku, melainkan semua siswa di sekolah ini sangat senang ketika bel istirahat berbunyi. Semuanya berbondong-bondong memasuki kantin sekolah yang sudah mulai ramai.

Untungnya Hani dan aku sempat membolos ketika pelajaran hampir selesai. Kami pintar kan?

"Sudah mengerjakan pr Bahasa Inggris?" tanyaku kepada Hani yang baru saja menusuk susu pisangnya. Ia menatapku dengan tatapan terkejut.

"Ada pr?!" tanyanya dengan terkejut.

"Halaman 63," jawabku dan melanjutkan makanku yang sempat tertunda.

Hani mengetuk-ngetuk jarinya ke meja makan. Kakinya bergetar. Sepertinya dia belum mengerjakan prnya.

"Halaman 63," katanya lirih. "Oh!" jerit Hani sambil menjentikan jarinya. "Aku sudah mengerjakannya! Kita kan mengerjakannya bersama, bodoh! Membuat panik saja."

Aku terkekeh. Salahku juga yang lupa kalau Hani mengerjakan prnya bersamaku.

"Ehm... Wonwoo itu... digemari teman-temannya ya?" tanyaku. Hani mengangguk. "Juga teman perempuannya?"

Hani mengangguk lagi. "Kenapa?"

Aku menggeleng dan langsung menatap makanan di depanku.

"Ooh itu," kata Hani. Aku mengangkat kepalaku. "Wonwoo sedang bersama Seulgi Sunbaenim, iya kan?"

"A-ah? Tidak."

"Aku baru saja melihat ke belakang. Gak usah bohong deh."

Aku tertawa pelan kemudian aku menghembuskan napasku. Moodku berubah ketika melihat Wonwoo dan Seulgi sedang makan siang berdua. Sangat dekat. Seperti seorang kekasih.

"Aku mau tanya," izin Hani. "Bagaimana kalau Seulgi itu orang yang Wonwoo tunggu?"

Aku diam, tidak menjawab pertanyaan Hani. Jawaban terburuk sudah ada di otakku dan sesak sudah menyerang.

"Wonwoo, Seulgi, dan Chanyeol itu sudah berteman sejak SMP. Siapa yang sangka kalau Wonwoo dan Chanyeol menyukai Seulgi? Tidak ada hubungan apapun antara mereka---hanya sebatas sahabat dan masih berlanjut sampai sekarang.

"Tapi ya... Wonwoo itu lebih mementingkan kebahagiaan sahabatnya. Wonwoo membiarkan Chanyeol menjalin hubungan dengan Seulgi, sampai sekarang. Sepertinya ia butuh seseorang yang baru."

Jadi aku ini seorang pelarian?

***

Aku memutar tubuhku ketika Wonwoo menarik tanganku.

"Kau kenapa?" tanyanya. "Mau pulang bersama?"

Astaga. Senyumannya begitu manis.

Aku melepaskan genggaman tangannya. "Tidak mengajak Seulgi Sunbaenim saja?"

Dia terdiam. Sepertinya bingung dengan apa yang kubicarakan. Mungkin akunya yang terlalu bawa perasaan.

"Sudahlah." Aku berbalik dan berjalan meninggalkan Wonwoo. Tapi tidak bisa. Dia menahanku lagi.

"Apa yang Hani ceritakan kepadamu?" tanyanya dengan senyuman. "Ayo pulang bersama. Nanti akan kujelaskan semuanya."

"Untuk apa menjelaskannya?"

Dia tersenyum lagi. Mungkin kali ini lebih tepatnya tertawa. "Agar..." Dia menggantungkan kalimatnya. "Agar kau tidak cemburu." Dia merangkulku dan membawaku keluar sekolah.

Aku meliahat Wonwoo yang berjarak sangat dekat denganku. Dari sini, aku bisa melihat bahwa dia masih tersenyum karena (mungkin) perlakuannya sendiri. Dan aku... aku terus berusaha untuk tidak tersenyum.

"Ingin langsung pulang atau ingin mampir ke suatu tempat?" tanyanya ketika kami sudah duduk di kursi bus. Aku hanya menatapnya sambil mengangkat bahuku. "Ya sudah. Kita mampir ke toko buku ya?"

Aku mengangguk. Kepalaku kutolehkan kearah jendela, kemudian aku menghela napasku. Kenapa sekarang Wonwoo bersikap begitu manis? Ini hanya sebuah kebetulankan? Dia tidak mungkin menyukaiku kan? Dia hanya bercandakan?

"Seulgi memang cinta pertamaku."

Aku meliahtnya yang sedang melihatku. Ugh, jantungku kenapa berdetak sangat cepat ya? Dengan cepat aku memalingkan pandanganku ke depan. Ya Tuhan, aku tidak bisa berada dalam posisi seperti ini.

"Tapi perasaan itu sudah menghilang  setahun yang lalu. Tepatnya sebulan setelah Seulgi dan Chanyeol berpacaran. Mungkin terdengar aneh kalau aku bisa dengan cepatnya melupakan Seulgi, tapi aku sudah menyukai Seulgi sejak lama dan ternyata melupakannya tidak sesulit apa yang kukira.

"Ketika angkatanmu masuk ke sekolah, aku selalu melihat Hani bersamamu. Dan aku melihat Hani selalu tertawa bila bersamamu. Aku memang pernah meminta Hani untuk mengenalkan temannya kepadaku dan berharap agar dia mengenalkanmu. Tapi nyatanya dia tidak mengenalkanmu."

Dia terkekeh. Aku menatapnya---memintanya untuk kembali melanjutkan ceritanya. Karena kalau tidak, mungkin aku akan tersenyum dan itu akan mempermalukan diriku.

"Kemudian aku mulai mengenalmu lebih dekat ketika aku tidak sengaja membuatmu pingsan," katanya. "Dan saat itu, sepertinya aku sudah menemukan seseorang yang akan mengisi hatiku, yaitu kau, Nara."

"Kalau memang menyukaiku, lalu kenapa kau waktu itu mendiamkanku begitu saja? Maksudku, kau bahkan tidak menyapa padahal kita sudah saling kenal." Aku mulai mebuka suaraku. Aku tidak mau terhanyut dalam kata-katanya dan melupakan pertanyaan itu.

"O-oh itu," katanya yang kemudian menggaruk tengkuknya. "Kau tahu... aku kira perasaan itu hanya sebuah obsesi. Tapi ternyata itu memang perasaan yang tulus."

"Tunggu-tunggu. Kau tahu kalau aku menyukaimu?"

Wonwoo mengangguk. "Hani sering bercerita tentangmu. Sebenarnya aku yang bertanya tapi untungnya dia mau bercerita."

Kami berdua turun dari bus karena sudah sampai. Kami berjalan beriringan sembari tetap membahas topik yang dibicarakan di bus. Dan sampailah kami di sebuah toko buku yang begitu megah dengan arsitektur bertemakan klasik.

"Jadi, Nara." Wonwoo berhenti. Ia memutar tubuhku sehingga kami berhadapan dan juga bertatapan. "Mau berkencan untuk yang pertama kalinya sejak kita berpacaran?"

Aku mengerutkan alisku kemudian tertawa. "Sejak kapan kita berpacaran?"

Dia bergumam dan berkata, "Sejak beberapa menit yang lalu?"

Lagi-lagi aku tertawa. "Tapi kau tidak pernah memintaku untuk menjadi pacarmu."

Wonwoo memutar tubuhnya menghadap pintu masuk toko buku. Lalu ia menggenggam tanganku dan menatapku. "Untuk apa aku bertanya kalau aku sudah tahu jawabannya?" tanyanya dengan senyum manisnya.

Kukira semua ini akan berjalan seperti apa yang kupikirkan---Wonwoo tidak akan menyukaiku dan perasaanku hanyalah sebuah obsesi. Tapi nyatanya tidak. Bukan hanya aku yang memiliki pikiran seperti itu, ternyata Wonwoo juga. 

Kukira perasaan ini hanyalah sebuah obsesi. Atau sepertinya memang sebuah obsesi. Lebih tepatnya berawal dari sebuah rasa obsesi.

SELESAI

obsession // jeon wonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang