"Ra ..." Man mengusap pundak adiknya lembut. Man bingung karena sudah hampir setiap hari selama seminggu ini Hira hanya diam, menangis ,dan lebih banyak melamun setelah kejadian di mana ia tak pulang malam itu. Membuat Man semakin ingin tahu, apa yang terjadi dengan adiknya.Hira segera menghapus air matanya dan mendongak ke arah Man yang kini berada dibelakangnya. Hira hanya tersenyum hambar.
Man duduk di samping adiknya. Ia menatap adiknya sedih. "Kamu kenapa? Sudah satu minggu hanya di kamar. Melamun, menangis dan diam yang selalu terlihat. Cerita sama Kakak, siapa tau Kakak bisa bantu? Apa David menyakitimu?" tanya Man.
Hira hanya menggeleng. Tatapan wajahnya kosong dan menerawang entah kemana. Man semakin bingung dengan sikap adiknya.
"Ngapain kamu masih mengharapkan laki-laki yang tak pernah mau serius sama kamu, Ra? David hanya memanfaatkan kamu saja. Nyatanya dia tidak datang untuk melamarmu, justru dia lebih memilih kuliahnya. Saran Kakak, lebih baik kamu lupain dia." Man menasehati Hira. Ia tak mau adiknya berlarut-larut memikirkan laki-laki yang tak pernah serius dengan Hira. Man sudah tahu masalah itu, tapi ia diam, karena Man tak tega melihat adiknya sedih, dan sekarang terbukti.
"Mudah ngomong seperti itu. Aku sudah terlanjur cinta sama David. Enggak semudah itu melupakan semua kenangan bersama dia. Terlalu banyak kenangan manis bersamanya. Aku enggak bisa." Hira terisak.
"Kamu akan seperti ini terus? Sampai kapan mau menunggu David? Dia akan lama di luar negri. Bisa saja dia punya pacar di sana tanpa kamu tau." Man masih mencoba membuat adiknya mengerti.
Hira hanya diam. Bisa saja David memiliki kekasih di sana. Tapi dia yakin pasti David akan kembali dan akan mengajaknya untuk menikah.
"Terserah kamu. Kakak sudah memperingatkan kamu. Kakak hanya ingin yang terbaik buat kamu. Kamu tau, Ayah sedang mencarikan calon untukmu. Ayah berniat untuk menjodohkan kamu dengan sepupu rekan kerja Ayah. Kamu pasti sudah tau itu."
Hira menatap Man. "Jadi Ayah beneran mau menjodohkan aku dengan rekan kerjanya?" tanya Hira tak percaya.
Man mengangguk. "Yang jelas, dia lebih baik dari David."
"David lebih baik dari semuanya. Dia sempurna, tampan, dan gentle."
Man tersenyum mengejek. "Buktinya sekarang apa? Dia ninggalin kamu, Ra! Nanti malam Ayah mengundang rekan kerja yang akan dijodohkan denganmu. Kamu siap-siap saja. Dari kemarin Kakak mau mengatakan ini sama kamu, tapi keadaan tidak memungkinkan, jadi baru bisa sekarang."
Mata hira membulat. "Apa?! Nanti malam? Kenapa Ayah enggak bilang sama aku? Kenapa mendadak seperti ini?" Hira terdengar kesal.
"Siapa suruh dari kemarin enggak turun? Bukannya Ibu sudah bilang ke kamu?"
Hira pun berpikir. Ia menepuk dahinya, karena ia benar-benar lupa. "Jadi, yang Ibu bilang akan ada tamu nanti malam, keluarga orang itu?"
Man mengangguk.
Kenapa jadi seperti ini? Aku hanya ingin menunggu David, tidak untuk orang lain. Aku harus bagaimana?
"Man ...!!!"
"Kakak turun dulu. Selamat berpikir dan menanti seseorang yang akan menjadi jodohmu. Jangan lupa dandan yang cantik." Man mencubit pipi Hira dan berlalu pergi.
Pokoknya aku harus menggagalkan acara nanti malam! Tapi bagaimana caranya? Aku enggak mungkin bikin malu Ayah di depan rekan kerjanya. Batin Hira cemas.
***
El semakin bingung dengan waktu antara kantor dan mengajar. Ia tak mungkin membiarkan Reza menangani kantor sendirian karena pamannya kini menangani kantor cabang dengan suami Nisa. El tak fokus mengajar jika suatu waktu Reza membutuhkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mujahadah (Sudah Terbit)
Spiritual(Tersedia versi cetak dan ebook di Playstore) Aku tidak pernah terpaksa untuk menikahinya, karena aku yakin, Allah sudah mengatur setiap jodoh hamba-Nya. Jika Asifa bukan jodohku, maka Allah akan jauhkan dia dariku seperti saat ini. Jika Hira adalah...