Angga POV
Langit yang gelap, tetesan air hujan yang sedikit demi sedikit turun ke bumi. Sepertinya mewakili kesedihan ku hari ini. 'Dia' akan selalu aku kenang. Masa masa indah yang hanya sekejap datang. Walau akhirnya kembali dalam kesedihan, aku tak apa. Ini jalan yang terbaik.
Hari ini, tepat 10 tahun dia meninggalkan ku. Bohong jika aku bilang 'tidak sedih'. Bahkan saat itu aku hampir gila mengingatnya. Hfft.. sekali lagi, aku tak apa. Ini jalan yang terbaik. Aku tidak bisa memaksa untuk tetap bersamaku. Ya, aku tak apa.
Aku berdiri tepat di hadapan jendela kamarku, ekhm mungkin sekarang kamar ini bukan milikku saja. Aku menatap langit gelap yang menampakkan kesedihan. Dan pikiranku melayang. Tapi terhenti saat aku merasakan ada seseorang yang memelukku dari belakang. Tangan lembut serta jari jari lentik itu melingkar di perutku dengan erat, seolah tak ingin kehilangan. Seketika, hatiku menghangat. Kesedihan yang menyelimuti hatiku, sirna tiba tiba.
Aku tersenyum lembut, tanganku terulur untuk mengusap tangannya yang melingkar ditubuhku.
"Kamu sedang apa?"
Ah suara lembut itu. Aku sangat senang mendengar suara itu.
Aku membalikan tubuhku dan mendekap tubuh mungil itu. "Aku sedang menatap langit yang sedang bersedih"
Wanita itu menjauhkan tubuhnya dariku. Dan beralih untuk menatapku. "Lalu kamu ikut bersedih?"
Aku tersenyum kecil. Tanganku terjulur untuk mengusap lembut rambut panjangnya. "Ah tidak. Aku hanya prihatin saja. Tidak biasanya disiang hari ini hujan besar datang"
Wanita di hadapanku ini mengembangkan senyumannya "baguslah. Kamu tidak boleh bersedih Angga, karena aku tidak ingin melihat orang yang aku cintai bersedih." Ucapnya kembali memeluk tubuhku.
Aku membalas dekapannya, dan berkata "aku juga mencintaimu, Anita."
Author POV
Flashback on
"Operasi siap dilakukan, oleh karena itu. Silahkan nona Anatha memasuki ruangan." Ucap seorang dokter yang memakai pakaian operasi.
"Hiks.. kamu benar akan melakukannya Anatha?" Tanya Wanita paruh baya-ibu Angga-
Anatha tersenyum getir. "Aku tidak apa apa. Ibu, jangan lupakan surat untuk kedua orang tuaku. Juga untuk Angga."
Ibu Angga mengangguk kuat. Lalu mendekap tubuh Anatha yang terasa lebih kurus "aku sangat menyayangimu nak. Aku tidak akan melupakanmu. Terimakasih, sekali lagi terimakasih. Aku tidak akan menyangka kamu merelakan nyawamu demi Angga."
Anatha membalas dekapan ibu Angga "ibu, jangan bersedih. Aku senang melakukan ini. Aku menyayangi Angga. Aku tidak ingin orang yang aku sayang pergi meninggalkanku. Masa depan Angga itu terlihat sangat cerah. Tidak sepertiku, yang mungkin memiliki masa depan yang suram. Hidupku tidak ada perubahan ibu, dari dulu. Selalu suram. Aku sangat miris melihat kehidupanku. Jadi lebih baik aku mengakhirinya secara baik. Bukannya aku tidak sayang orang tua sampai sampai tidak meminta izin kepada mereka. Aku sangat sangat menyayangi mereka. Yang membimbing ku sampai saat ini. Aku hanya tidak ingin menyusahkannya. Penyakitku bukan main main ibu. Ini menyiksaku. Jadi lebih baik aku mengakhirinya. Hmm, aku akan pergi dari sini, dari kehidupan ini. Terimakasih." Anatha tersenyum manis seraya mengikuti dokter untuk memasuki keruangan operasi.
Ibu Angga pun terduduk di kursi sambil menangis. "Apa yang harus aku katakan kepada anak ku?" Ucap ibu Angga di sela sela menangis nya.
~~~~~°°°°°~~~~~°°°°°~~~~~°°°°°~~~~~°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONE [END]
Teen Fiction"Sendiri... Itu lah kehidupan ku. Hanya kesepian yang menemaniku. Tidak ada seseorang yang terkait dalam hidup ku. Dan aku sudah biasa seperti itu." Orang tua ku? Ya, mereka ada. Namun, tidak selalu ada bagiku. Teman? Aku punya teman. Tapi tidak ada...