6. Bolos Bareng

255 7 0
                                    

Vio menyeruput minumannya perlahan sembari menatap ke sekitar. Memilih mengacuhkan laki-laki dengan jaket merah yang duduk di hadapannya. Baginya, pagi ini merupakan salah satu hari ter-apes nya.

Bagaimana tidak, ia berniat beristirahat sejenak di rumah dan memanfaatkan keadaan setelah kemarin ia mendapat surat izin sakit. Namun rencana dalam pikirannya lenyap dan segera berganti menjadi malapetaka. Pagi ini Virgolendra datang ke rumahnya dan membuatnya geram karena menyalakan klakson mobil keras-keras.

Memaksa dirinya untuk ikut membolos bersama. Sebenarnya Vio takut ajakan ini hanya akal-akalan Virgo untuk mendekati dirinya, atau melakukan hal-hal buruk nantinya. Tapi jika ia menghindar terus menerus, maka ia tak ada bedanya dengan pengecut dan wanita lemah yang terus menghindar. Laki-laki seperti Virgo memang harus dihadapi dan dimusnahkan, pikir Vio.

"Vio," suara berat Virgo memulai percakapan mereka.

"Hm," dehem Vio tanpa menoleh atau melirik ke arah Virgo sedikitpun.

"Masih inget kan, aku ke sini mau bicarain sesuatu yang penting," raut wajahnya terlihat serius.


"Gue gak pikun kali."


Virgo menghela napas sejenak, kalau bukan karena tujuannya yang satu itu ia akan menjambak rambut panjang milik Vio.

"Ini tentang Jennifer."

Sebenarnya Vio bingung sekaligus kaget ketika Virgo menyinggung nama Jennifer sahabatnya. Ada apa?

"Lama lo, langsung to the point kek," ia menggeram.

Sabar Virgo, lo harus sabar ngadepin dedemit satu ini, batin Virgo.

"Aku suka sama Jennifer dan aku mau kamu bantu aku buat deketin dia," tegas Virgo sambil menatap lurus ke depan.

Perkataannya barusan membuat Vio tersedak minumannya dan terbatuk- batuk untuk sesaat. Sebenarnya gadis iti sudah sempat memikirkan jawaban Virgo barusan. Tapi tetap saja ia kaget ketika kalimat tersebut benar-benar terucap dari mulut lelaki di hadapannya.

"Enak aja, gue nggak mau. Nggak bakal rela gue kalo sampe sahabat baik gue dideketin player kampung kayak lo.

No to the way, no way!" Teriakan Vio berhasil membuat pengunjung lain menoleh ke arah mereka dan mulai berbisik-bisik.

Virgo menjambak rambutnya geram sekaligus menahan malu akibat tindakan perempuan cempreng tersebut.

"Udah berapa kali sih aku denger teriakan bledug punya kamu itu? Rasanya habis ini aku harus ke dokter THT deh,"

Vio memandang Virgo dengan wajah datarnya. "Bodo amat, yang jelas gue gak bakal bantuin keinginan lo. Mending lo jauh-jauh dari gue dan Jennifer. Soalnya bikin mual," dengan segera gadis itu menampilkan mimik muka seolah jijik dan ingin muntah.

"Please, bantu aku ya. Aku sebenernya jatuh cinta pada pandangan pertama gitu sama sahabat kamu. Dan aku ngerasa kalau sebenernya dia juga suka sama aku."

"Ih, pede gila lo! Sekali enggak, ya tetep aja enggak. Titik!" Vio menggebrak meja dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu.

Laki-laki itu mendengus, "dasar cewek kalong," desisnya.

***

Vio berjalan dan menghentakkan kakinya dengan kuat. sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan. Kekesalannya semakin bertambah saat ia tidak menemui Virgo di sekitarnya.

"Dasar player kampung, kok nggak nyusul gue sih? Iiiih, tuh kan emang dasar cowok nggak bertanggung jawab! Harusnya dia tuh ngejar gue, kalau gue kenapa-kenapa gimana?

"Terus sekarang gue harus pulang naik taxi? Tuh kan gue malah harus ngeluarin uang lagi. Ish, awas aja lu ya. Gue gak bakal bantuin lo buat deket sama Jenni," ia menggeram kesal.

A

khirnya Vio memutuskan untuk segera mencari taxi dan menenangkan diri di rumah tanpa gangguan. Baru saja ia turun dari mobil, tiba-tiba Virgo sudah berdiri di depan gerbang dengan wajah berkerut.

"Kok kamu pulang duluan sih?"

"Suka-suka gue," jawab Vio ketus dan meminta satpam rumahnya membukakan gerbang.

Sebelum ia benar-benar masuk ke dalam rumah, Vio berkata dengan lantang, "Apapun yang lo rencanain buat gue dan Jenni, gak akan pernah berhasil! Gue udah kenal ya reputasi lo kayak gimana, sorry boy, gak level lah yaww," dengan lagak sombongnya Vio mengibas rambut.

Membuat wajah Virgo di depan gerbang semakin masam seperti cuka. "Kalo gitu, berarti gue harus menjalankan plan C," bisiknya hampir tak terdengar.

***

Masih pada hari yang sama, di waktu senja. Virgo kembali mendatangi komplek perumahan Vio. Kali ini tidak untuk merecok dan mengganggu ketenangan gadis cempren satu itu. Tapi untuk menunggu seseorang yang akan membantunya menjalankan misi.

Suara klakson sepeda motor menyadarkan Virgo dari lamunan ke dunia nyata. Dia sudah datang rupanya. Langsung saja tangan sebelah kanan Virgo terjulur ke arah dia.

"Gimana, deal ya?"

Si Dia terdiam beberapa saat.

"Jadi gue harus percaya sama omongan busuk lo?" ucap dia sinis.

"Aku nggak nyuruh percaya. Tapi mau nggak mau... harus diikutin," Virgo menurunkan tangannya yang tidak bersambut.

"Kalau sampai kejadiannya kayak-"

"BACOT!! Gue gak minta lo buat ngomong sesuati yang nggak penting ya!" napas Virgo mulai tidak teratur karena amarah yang tiba-tiba saja meledak.

"Gue gak nerima penolakan, dan lo tau resikonya," nada nya begitu dingin dan menusuk. Membuat siapapun yang berhadapan dengannya seolah tak punya kuasa untuk membuka suara. Bahkan untuk menderukan napasnya.

Dia tahu bahwa Virgo memang tidak pernah main-main dalam ucapannya. Karena itulah dia ada di sini dengan perjanjian tak tertulis dari Virgolendra.

***

Dimas melepas pelindung kepalanya setelah menginjakkan kaki di villa keluarganya yang bertempat di puncak. Jaket kulit hitam membuat tubuh tegapnya terlihat kontras dengan kulit putih bersihnya.

Ia terburu-buru sehingga melewatkan begitu saja sapaan pengurus villa. Padahal biasanya ia selalu membalasnya dengan ramah, bahkan sesekali ialah yang menyapa lebih dahulu.

Sampai pada kamarnya di lantai atas, ia mengambil sebuah foto berbingkai kayu dari dalam laci. Ucapan Virgo kembali terngiang di telinganya. "Nggak akan untuk kali ini. Udah cukup waktu kamu untuk bermain-main Virgo. Bukan gini caranya ngelepasin rasa sakit hati," ada getar di suaranya yang lembut.

Ada khawatir yang bergelayut manja dalam dada. Tentang wanita yang ia cinta. Tentang harga diri keluarga. Dan tentang semua hal yang sejak dulu masih abu-abu.

Ia akan menuntaskannya kali ini.

Harus!

***

Hee yamko rambe yamko.

Sebagai pembaca yang baik, jangan lupa vote dan comment ya...

Iya, tau kok up nya lama banget. Maaf ya. Lain kali bakal lebih cepet kayak dulu deh.

Salam manis dari Raka the writer.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang