Beberapa kalimat yang pernah terlontar dari bibirmu yang kini kau rangkai menjadi satu kepaduan, dalam balutan musik kekalutan kau berkata seolah menyiratkan aku untuk enyah. Ya, kau katakan jika kita hanyalah sebatas teman terbaik. Sial, sepenggal kata tersebut adalah jurang pemisah bagi hati kita lagi. Aku muak sebenarnya, karena bukan bibirmu yang pertama kali mengucapkan kata itu ke telingaku. Mungkin sudah beberapa kali gendang telingaku berketar karena mendengar kata itu. Apakah persepsi itu dapat aku rubah nantinya? Yang kini kau katakan hanya sebatas teman terbaik kelak menjadi teman hidupmu.
Dulu aku percaya jika tidak ada yang abadi di dunia ini, tapi belakangan ini aku mulai berpikir bahwa hal itu mungkin adanya. Buktinya saja perkenalan kita, yang aku kira akan berbuah persatuan dua hati kita, namun hanya tetap menjadi teman yang kini kau anggap aku sebagai teman terbaikmu. Jika hanya sekadar teman, aku juga punya banyak, tapi yang lebih dari itu, aku belum merasakannya. Hanya sosokmu yang kuyakini adalah titipan Tuhan yang harus aku jaga sepenuh hatiku. Yang harus aku jaga dengan penuh kasih sayang. Segala bentuk perasaan cinta dan sayang telah aku lontarkan hanya untuk menarik perhatianmu. Tapi ternyata hatimu terdistraksi oleh pria itu. Pria yang kau kenal lewat aplikasi berkirim pesan di ponselmu itu.
Kini kebohonganmu adalah kebenaran yang aku yakini, bodoh memang tapi mau bagaimana lagi. Marah salah, menuntut tak berhak. Serba salah kini hatiku menjalani rutinitas kesukaanku yaitu mencintaimu. Meski sudah banyak rasa sakit yang kau berikan kepadaku secara cuma-cuma, aku tidak pernah ingin berhenti. Sudah beribu-ribu kebohongan yang suapkan kepadaku, aku tidak pernah berhenti percaya. Kurang tulus apa lagi aku mencintaimu? Segalanya sudah aku korbankan untukmu. Akulah pria yang selalu berada di sampingmu ketika sedih mengguncang ragamu, akulah pria yang selalu menjagamu ketika kau dalam bahaya. Akulah pria yang selalu mendukungmu ketika kau melakukan hal keinginanmu. Akulah pria yang selalu menunggumu kembali dalam perjalanan cintamu dengannya. Dan akulah pria yang paling menderita dikala mendengar kabar terikatnya kau dengan seorang pria dalam sebuah hubungan kekasih.
Aku, seperti patung yang hanya diam menyaksikan kejadian di sekitarnya. Kau bergandengan dengan pria itu akupun diam. Karena pada dasarnya kita sama-sama pendiam. Seperti dulu saat aku mendekatimu kau hanya diam saja. Ketika aku Tanya kau juga diam. Ya, diam-diam kau menjadi milik orang lain. Ah! Semua sama saja, yang aku anggap adalah calon pendamping hidupku nanti, calon orang yang akan selalu bisa aku ajak bertukar cerita dan segala bentuk keluh kesah.
Dan akhirnya kini aku mengerti bahwa jatuh cinta sama saja dengan jatuh dari sepeda. Semua bentuk jatuh yang aku tahu kini meninggalkan luka. Tak seberapa memang, tapi perasaan adalah hal yang sangat rapuh dalam diri seseorang. Butuh bertahun-tahun bahkan untuk membuatnya kembali seperti sedia kala, meski tetap meinggalkan sedikit bekas trauma yang tertinggal di dalamnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Still Waiting
PoesieMenunggu adalah kebiasaan baru dalam hidupku, menunggu kembalinya kau kepelukanku dan menjadi milikku seutuhnya. Meskipun berbagai luka dan sakit hati akan aku alami namun jika untuk menjadikanmu milikku aku rela. Dan yang paling aku ingat adalah ha...