Anggara. Ya. Dia cowok itu. Cowok berparas tampan yang tidak terlalu terkenal. Bukan karena kepintarannya yang di bawah rata-rata, atau orang tuanya yang tidak berada. Dia pintar. Sangat pintar malah. Jika di bandingkan aku, aku kalah jauh beberapa langkah. Dan menurutku, dia juga termasuk orang yang berada. Walau dia lebih memilih hidup sederhana.
Bukan. Bukan karena semua itu dia tidak terkenal. Tetapi karena sifatnya. Sifatnya yang penyendiri dan pendiam, membuat banyak orang enggan mendekatinya. Dia hanya punya satu teman. Namanya Lian. Awalnya aku pun tak tahu siapa dia. Aku tak pernah mengenalnya. Hingga pada malam itu, aku di selamatkan olehnya. Dan untuk yang pertama kalinya pula, aku mengenal rasa cinta.
......
Jalanan kota Jakarta mulai terlihat lengang. Jelas saja. Besok adalah hari Senin. Dan orang-orang lebih memilih berdiam diri di rumah daripada keluyuran di pusat kota yang selalu macet. Apalagi, saat itu hujan rintik-rintik mengguyur sekitaran jalan Pemuda, jalan itu terletak di sudut kota yang tak terlalu ramai. Seorang gadis tampak sedang duduk di halte bis. Matanya terarah ke benda pipih di hadapannya. Sambil sesekali bibirnya bersenandung irama lagu yang di dengar lewat earphone.
Sekilas mata gadis itu melirik arloji hijau tosca-nya. Pukul 20.00 WIB. Sudah dua jam lebih ia menunggu di halte bis itu. Bosan, Ia mendengus. Melepas earphone yang ia kenakan sambil memandang sekitar. Wilayah itu sudah sepi. Akhirnya ia memutuskan berjalan di tengah gerimis dengan langkah cukup cepat. Takut bajunya basah.
Selang beberapa menit berjalan, gadis itu berhenti di trotoar. Hendak menyeberang. Dia melihat ke arah kiri dan kanan. Sepi. Tidak ada kendaraan yang melaju. Hanya ada hawa dingin yang menusuk tulang. Gadis itu merapatkan jaketnya sebelum menyeberang. Baru beberapa langkah untuk sampai di jalan seberangnya, tiba-tiba muncul cahaya dari arah kanan jalan. Cahaya itu semakin lama semakin dekat. Gadis itu terlonjak. Matanya membulat melihat truk besar mendekati dirinya. Tubuhnya kaku. Ia tak bisa bergerak. Waktu seakan berhenti berputar. Bunyi klakson truk terus menggema di telinganya. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Akankah dirinya berakhir seperti ini?
Hanya dalam hitungan detik, sekelebat bayangan hitam lewat di hadapan gadis itu. Bayangan itu menariknya ke arah trotoar. Mereka terpental. Jatuh di pinggir aspal. Sedangkan sopir truk menghentikan laju mobilnya. Sopir itu turun menghampiri mereka.
"Kalian nggak kenapa-kenapa, dek?" tanya sopir truk khawatir.
"Alhamdulillah, nggak papa pak." suara bariton khas cowok terdengar lembut.
"Alhamdulillah..." ujar sopir truk lega. Gadis itu mendongak. Mendapati seorang laki-laki yang tadi sudah menyelamatkan hidupnya. Hidungnya mancung. Sorot matanya tajam. Bibirnya sangat indah jika sedang tersenyum.
"Kamu, nggak papa kan?" sebuah pertanyaan membuyarkan lamunan gadis di hadapannya.
"Hah? Oh, nggak. Nggak papa kok. Aku nggak papa." gadis itu langsung berdiri. Membersihkan celananya yang kotor akibat terkena tanah."Makasih ya, udah nolongin saya. Makasih juga, pak. Maaf tadi saya nggak liat jalan." lanjutnya melihat ke arah si cowok dan sopir truk bergantian.
Sopir truk itu mengangguk, "Iya, neng. Lain kali hati-hati ya. Maaf juga, tadi saya nggak liat neng nyeberang. Hampir aja neng ketabrak. Untung ada mas-nya yang nolongin." kata pak sopir penuh penyesalan.
"Iya, pak. Nggak papa kok." gadis itu tersenyum sekilas, sebelum kembali melihat ke arah si cowok.
"Ya udah, neng, mas, saya pergi dulu. Assalamualaikum."pamit pak sopir kembali naik ke dalam truk.
"Waalaikumussalam."jawab si gadis dan si cowok bersamaan.
"Ya udah, saya pamit juga ya. Lain kali lebih waspada." Si cowok beranjak pergi dari tempat itu.
"Eh, t tunggu!"seru si gadis berhasil menghentikan langkah si cowok.
"Kenapa?"
"Sekali lagi, makasih ya. Kalau nggak ada kamu, saya nggak tahu akan jadi seperti apa nantinya." gadis itu bergidik ngeri membayangkan yang sudah terjadi sebelumnya.
"Udah. Nggak usah di pikirin. Itu artinya, Tuhan memberikan kamu satu lagi kesempatan untuk hidup lebih baik. Jadi jangan sia-siakan hidup kamu yang sekarang. Yah, anggap aja begitu deh. Sudah, ya. Saya pergi." Cowok itu segera menaiki motornya yang ada di seberang jalan. Gadis itu, Anesha. Ia menatap punggung sang pemuda hingga bayangannya tak nampak lagi dari pandangan. Malam itu juga, ia mulai merasakan perasaan yang berbeda. Perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Bersambung...
~Anggara~
Nah! Akhirnya kesampaian juga mau di- remake. Soalnya, author baca-baca ulang kok ceritanya jadi kayak gini, ya... gitu. Jadinya ya, author cari cara lain buat cerita ini lebih menarik. So? Semoga kalian suka ya. Silakan kalian koment, vote, atau kasih saran yang mendukung. Alur ceritanya akan beda, tapi di usahaain tokoh-tokohnya tetap sama dong~ hehehe. Ada yang kangen Anggara? Hm, ada nggak yaa? Wkwk. Ok. selamat membaca. ^_^
Publish, 13 Januari 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggara ✔
Teen Fiction( DITERBITKAN ) Tidak semua perasaan cinta itu salah bagi setiap orang. Terkadang ada beberapa manusia yang menganggap rasa itu suatu keajaiban. Cinta bukan hanya saling peduli, tetapi juga menghargai dan menyayangi. ~ Anesha Bulan membutuhkan bint...