Bab 7 : Ketika hati harus memilih

5.8K 261 2
                                    


"Kenalin, gue Putra. Anak kelas 12 IPA 2." ujar cowok di depan Anesha memperkenalkan diri.

"Ah, ya. Gu gue Anesha." balas Anesha menerima uluran tangan cowok tersebut.

"Ada masalah apa ya kak?" tanya Anesha masih tak mengerti alasan cowok itu menghampirinya.

Cowok itu tersenyum manis sebelum berkata,"Lo cantik, mau jadi pacar gue nggak?" tanya Putra tanpa beban.

Mata Anesha terbelalak. "Hah?!"

     Mimpi apa Anesha semalam sampai-sampai ditembak cowok tak dikenalnya. Hatinya bingung sekarang. Jika ia menolak cowok ini, ia juga merasa kasihan karena cowok ini sudah bersusah payah mengakui perasaannya. Tapi sekarang... ia sudah menyukai orang lain.

"Ehm, maaf kak. Aku belum paham maksud kakak." kata Anesha setelah mencerna kejadian sebelumnya.

"Gue udah memperhatikan lo sejak semester satu. Tapi baru sekarang ini gue bisa mengakui perasaan gue sendiri. Maaf ya, lo malah jadi bingung karena gue." ucap Putra tersenyum kembali. Anesha menjadi yakin, cowok ini tipe cowok yang suka tersenyum, berbeda sekali dengan seseorang yang enggan tersenyum walau sekedar untuk menyapa.

"Haha," Anesha tersenyum samar, dihatinya ia masih bingung ingin menjawab apa.

"Gimana kalau, kita temenan dulu aja? Gue tahu kok lo juga baru pertama kali kenal sama gue." ujar Putra berharap. Anesha mengangguk pelan.

"Iya deh kak. Maaf ya belum bisa jawab sekarang." kata Anesha. Putra tertawa senang.

"Oke, dimaafin kok." 


.....


     Anesha kembali ke kelas setelah mengobrol dengan Kak Putra. Ternyata, Putra adalah orang yang asyik diajak ngobrol. Berkali-kali Anesha tertawa karena candaan lucunya. Tapi tetap saja, ia tahu hatinya sekarang bukan untuk Putra.

     Anesha heran melihat kedua sahabatnya tidak ada di kelas. Ke mana mereka? Ah ya, Anesha memikirkan sesuatu. Satu-satunya tempat yang mungkin Aline dan Shara datangi adalah gudang makanan, alias kantin. Segera ia mencari handphonenya di kantong, bermaksud menghubungi Aline. Tetapi, di saku rok maupun tas tidak ada benda pipih tersebut.

"Mati gue! Hapenya ilang!" gumam Anesha mulai panik. Sikap cerobohnya terulang kembali. Ia merutuki dirinya sendiri yang lupa di mana handphone itu diletakkan.

"Gawat! Di bangku taman!" serunya tersadar.


..... 


     Anggara keluar dari balik tembok kelas 12 yang berada di samping taman tempat Anesha dan Putra bertemu. Pria itu berdecih pelan seraya menatap sekeliling yang sepi. Ia mendengar percakapan dua siswa yang tadi berdiam di sini. Dalam hati ia kesal juga dengan apa yang didengarnya tadi.

     Tiba-tiba, sorot matanya menangkap sebuah benda berwarna pink yang tergeletak di bangku taman tersebut. Ia mengambil benda itu dan menimang-nimangnya. Sebuah handphone dengan stiker love berada dalam genggamannya. Setelah berpikir siapa pemiliknya, ia terbayang seseorang. Ia mencoba mengutak atik handphone tersebut dengan hati-hati.

"Anggara!" panggil sebuah suara dari belakang, Anggara berbalik. Ia melihat Anesha yang berhenti mendadak sambil berusaha mengatur napasnya.

"Handphone gue..." Anesha menghentikan ucapannya, ia masih terengah-engah. "Handphone gue lo bawa kan?"

Anggara ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang