Bab 3 : Pertolongan Dadakan

8.5K 365 6
                                    


Anesha dan Rei berjalan memasuki gedung pesta. Banyak tamu yang sudah datang. Mayoritas adalah para masyarakat yang berada. Dan itulah yang Anesha sesalkan sekarang. Jika ia mengikuti pertemuan seperti ini, orang-orang biasa membanggakan anak mereka. Tentang prestasi maupun keahlian yang dapat membuat orang tua bangga. Seperti yang dilakukan oleh ibu Anesha saat ini.

"Anesha ini juara kelas loh jeng. Pernah menang lomba nyanyi juga. Oh iya, Anesha, ayo cium tangan sama tante-tante ini," suruh Karina. Anesha segera melakukan apa yang diperintahkan sembari tersenyum sekilas.

"Saya Anesha, bu." kata Anesha sedikit membungkuk.

"Wah, cantik ya kamu. Sopan lagi." puji seorang wanita yang rambutnya disanggul. Anesha tersenyum tipis, setelahnya gadis itu meminta izin untuk mengambil minuman.

"Ya, ya. Terserah. Nikmati pestanya ya." kata Karina lalu melanjutkan mengobrol dengan teman-temannya. Anesha duduk di pojok gedung sambil menikmati suasana pesta yang hingar bingar. Sesekali dirinya mengecek notifikasi handphone atau mendengarkan lagu. Lelah karena bosan, akhirnya ia memutuskan keluar dari keramaian itu. Anesha berjalan keluar dan berkeliling di taman samping bangunan tersebut.

"Eh, ada supermarket, beli snack ah..." ujarnya ketika melihat bangunan terang benderang di seberang jalan. Anesha segera menyeberang tanpa pikir panjang.

"Awas!!" sebuah suara keras membuat Anesha menoleh. Nampak secercah cahaya menyorot jalanan yang sepi. Seperti de javu tiba-tiba ada yang menariknya ke depan. Sedangkan mobil yang hampir menabraknya terus melaju tanpa memikirkan keselamatan pengguna jalan lainnya.

"Lo gila atau gimana sih?!" teriak orang yang menolongnya. Anesha hampir terjatuh ketika menyadari apa yang terjadi, dan tahu siapa yang ada di depannya saat ini.

"Anggara..."

"Lo mau mati apa?! Kalau mau mati jangan di sini! Di atap gedung sono! Apa di jembatan! Sekali loncat langsung mati!" seru Anggara tak habis pikir. Anesha mengerjapkan matanya berulang kali. Cowok ini telah menyelamatkan hidupnya. Dua kali lagi. Jika ini memang takdir, maka Anesha percaya tak ada pertemuan yang terjadi secara kebetulan.

"Maaf," ucap Anesha pelan. Anggara menatap tajam gadis di depannya yang tertunduk.

"Ceroboh boleh! Tapi bego jangan!" ujar Anggara ketus. Anesha mendesis. Sifat dinginnya tetap aja nyebelin!

"Iya, gue akuin gue gadis ceroboh dan terbodooh di dunia. Puas lo?" tanya Anesha melipat kedua tangannya kesal. Anggara menghela napas panjang. Baru saja ia akan pulang, ketika melihat sosok yang diselamatkannya tempo hari akan tertabrak. LAGI. Tetapi lagi-lagi, hati nuraninya yang bermain.

"Ini terakhir kalinya gue nolongin elo."

"Lain kali kalo gue liat lo ketabrak lagi, gue biarin lo mati di tengah jalan." ucap Anggara sinis.

Anesha bergidik ngeri. "Jahat banget," gumamnya pelan.

"Makanya, kalo punya mata di pake. Punya mata nggak sih lo?" sahut Anggara membuat Anesha sedikit terkejut.

"I, iya. Punya kok."

"Ya udah. Gue mau pulang! Nggak guna juga gue ngehabisin waktu gue di sini," ujar Anggara keras. Anesha mendengus. Ia terdiam melihat sosok itu pergi dari hadapannya.

"Ah iya, Anggara! Makasih yaa!" seru Anesha saat Anggara mulai melajukan motornya. Cowok itu hanya membisu. Anesha jadi tak yakin cowok itu mendengarkan ucapan terima kasihnya.


.....


"Sumpah lo? Hampir ketabrak? Lagi?!" teriak Shara membuat Anesha melirik ke sekeliling kelas siapa tahu ada yang mendengarkan mereka. Beruntung, bel sudah berbunyi. Jadi di kelas hanya tertinggal Anesha, Shara dan Aline.

Anggara ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang