Delapan

33 4 3
                                    



Part sebelumnya

"Nanti jalan yuk.." ujar Dion disela-sela mereka makan.

"Uhuukkk..."

Airin tersedak karena terkejut dengan ajakan mendadak Dion. Sementara yang baru melontarkan kalimat itu lanjut makan dengan wajah lempeng, datar, tanpa perubahan ekspresi apa-apa. Seolah itu kalimat biasa saja yang selalu diucapkannya pada orang-orang. Padahal kenyataannya ia sedang mencoba menetralkan debaran jantungnya yang deg-degan menunggu jawaban Airin.

Kampret. Ngajak jalan aja gini amat deg-degannya. Gimana kalau gue mau ngajak anak orang jadian? Kena serangan jantung duluan kali gue, batin Dion.

*&*&*&*&*&*

Kalimat Airin menggantung di mulut saat bunyi getaran di Hp nya terdengar. Ia merasa sedikit lega saat pembicaraan itu bisa dijeda. Pesan dari Arga. Sepertinya ada yang suasana hatinya sudah baikan.

Gimana kalau jalannya setelah lo pulang dari sana?

Jangan Tanya bagaimana ekspresi Airin saat membaca pesan itu. Dia benar-benar bingung setengah mati mencari alasan untuk menolak ajakan siapa sekarang.

"Sorry, Yon. Kayaknya nggak bisa deh hari ini."

Airin sudah memutuskan jawabannya setelah membalas pesan Arga. Ia menyimpan Hpnya kembali ke dalam saku dan menatap lurus wajah Dion yang untungnya datar-datar saja dilihat olehnya, tidak kelihatan kecewa atau kesal.

"Kenapa? Udah buat janji sama yang lain?" tembak Dion tepat sasaran.

"Bukan. Gue ada kerjaan mendadak. Bareng sama temen sekosan."

Bohong kalau Dion tidak kecewa mendengar jawaban Airin karena ia sebenarnya mengintip sekilas layar Hp cewek itu saat membaca pesan. Ia berpikir kalau Airin berbohong karena menganggap ia tidak perlu mendengar alasan yang sebenarnya. Dirinya tidak penting, tidak dianggap.

Dengan cepat Dion menghabiskan makanannya dan meneguk habis minumnya.

"Berangkat sekarang yok. Nanti kita ditinggal."

Ia berdiri lebih dulu dan membayar makanan mereka berdua. Menunggu Airin yang menyempatkan diri untuk minum sebelum berjalan menuju penjual sembari menyodorkan duit.

"Sudah mbak, sudah dibayar sama masnya."

Airin mengangguk kecil dan mengucapkan terimakasih pada wanita paruh baya itu. Ia lalu berjalan cepat menghampiri Dion yang sudah duduk di atas motornya.

"Kok lo bayarin makan gue dih, Yon? Nggak enak tahu, gue udah nebeng juga."

"Buruan naik. Ngapain berdebat soal siapa yang bayar sih? Telat ntar."

Dion menjawab dengan ketus membuat Airin mengatupkan kedua bibirnya. Ia memakai helm dan naik ke jok belakang motor. Keduanya melanjutkan perjalanan dalam keadaan canggung. Airin duduk sedikit jauh dari punggung Dion. Sengaja ia meletakkan tas di antara mereka karena tidak ingin ada kontak fisik lagi.

Tau gini mending nggak usah nebeng. Ketus banget jadi orang. Gue nanti pulangnya pokoknya nebeng sama orang lain aja.

Airin menekuk wajahnya di belakang Dion. Ia kesal tiba-tiba diketusin seperti tadi. Kalau ia tahu arah rumah dosen yang mau ditemui juga ia nggak bakalan mau nebeng. Sekalinya nebeng sama makhluk satu di depannya ini malah kelakuannya menyebalkan.

Dion bukannya tidak tahu kalau Airin membuat jarak di antara mereka. Ia bisa melihat wajah cemberut Airin lewat kaca spion. Tapi masa bodoh, ia masih kesal karena dibohongi oleh cewek itu. Jadi dia diamkan saja dulu, sembari berharap cewek itu paham kenapa ia mendadak ketus seperti tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Make You Feel My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang